Kamis, 4 September 2025

Virus Corona

Yuri Ungkap Keberhasilan Vietnam Lawan Corona: Pemerintah Buat Mindset Perang, Warga Kompak Bergerak

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto, membeberkan satu di antara banyak cara Vietnam melawan virus corona.

Penulis: Ifa Nabila
Gugus Tugas Penanganan Kasus Corona
Jubir Penangangan Kasus Corona, Achmad Yurianto. 

TRIBUNNEWS.COM - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto, membeberkan satu di antara banyak cara Vietnam melawan virus corona.

Di antaranya adalah pemerintah Vietnam yang membuat mindset masyarakatnya seolah dalam kondisi perang, yakni perang melawan virus corona.

Dilansir Tribunnews.com, hal ini diungkapkan Yuri dalam tayangan FAKTA unggahan YouTube Talk Show tvOne, Senin (23/3/2020).

Diketahui, Vietnam masuk kategori negara di Asia yang menunjukkan kemajuan positif dalam melawan corona.

Bahkan dalam 2 minggu terakhir ini tidak ada pasien yang dinyatakan terjangkit corona.

Menurut Yuri, di antara cara yang ditempuh Vietnam adalah dengan membangkitkan semangat masyarakat untuk kompak bergerak melawan corona layaknya dalam peperangan.

Baca: RS Moewardi Solo Buat APD Sendiri, Harga Cuma Rp 50 Ribu, Sanggup Produksi 250 per Hari

Baca: Menhan Prabowo Serahkan Bantuan APD dan Rapid Test Rp 7 Miliar ke Gugus Tugas Covid-19

"Vietnam memang sejak awal membawa mindset masyarakatnya bahwa ini perang," ujar Yuri.

"Perang, berarti semua harus bergerak," sambungnya.

Dengan mindset perang itu, maka mayoritas warga Vietnam peduli betapa bahayanya virus ini dan menaati perintah untuk sebisa mungkin mencegahnya.

Ketika ada warga yang positif terjangkit corona, maka para tetangga pun turut mengawasi.

"Semua bergerak, semua care," kata Yuri.

"Sehingga pada waktu dilakukan self-isolation di Vietnam, maka bukan hanya orang sakit atau pasiennya yang sendirian, tetangganya pun mengawasi semua," paparnya.

Yuri: Jangan terpaku presentase

Dalam tayangan itu, Yuri menanggapi persentase tingkat kematian atau case fatality rate (CFR) Indonesia yang disebut-sebut paling tinggi se-Asia Tenggara.

Ia mengimbau masyarakat untuk tidak terpaku pada angka itu yang nantinya memunculkan kepanikan.

"Kita jangan terpaku pada persentase ya, karena ini data yang dinamis ya, selalu bergerak," ujar Yuri.

Yuri kemudian mengambil contoh Provinsi Bali pada 19 Maret ketika pasien corona saat itu masih 1 orang dan meninggal dunia.

Jika dihitung dengan rumus CFR pada umumnya, maka tingkat kematian di Bali bisa dianggap 100 persen.

Bagi Yuri, sampel 1 pasien yang meninggal dunia tidak lantas bisa merepresentasikan tingkat kematian di Bali.

"Bahkan coba kalau kita persempit, di Bali (19 Maret) kasus positif 1, dan meninggal, 100 persen dong?" kata Yuri.

"Itu sudah paling tinggi, angka persennya sudah habis," sambungnya.

Baca: Virus Corona Bikin Penumpang MRT Turun Drastis, di Akhir Pekan Cuma 5.000-an Orang

Baca: Pertamina Lakukan Disinfektasi di Ring I Integrated Terminal Surabaya

Sama halnya dengan wilayah lain di Indonesia yang mana tidak ada pasien corona yang meninggal, seolah tingkat kematian 0 persen.

"Tetapi di beberapa tempat kasusnya ada tapi enggak meninggal, 0 persen dong," ungkap Yuri.

Menurut Yuri, angka persentase harusnya tidak menjadi patokan untuk menyimpulkan kasus corona.

Terlebih wabah Covid-19 ini memang belum selesai.

"Artinya angka 8 persen atau 11 persen yang kemarin, bukan patokan untuk kita dalam menyimpulkan episode ini keseluruhan, ini kan belum selesai," jelas Yuri.

"Dinamis sekali, oleh karena itu bukan itu (persentase) yang diperhatikan," tambahnya.

Yuri lebih memilih melihat dengan patokan lain, yang juga memperhatikan jumlah penduduk dan sebaran corona.

"Kemudian kita juga melakukan pemodelan, pemodelan ini kita hitung jumlah penduduk, kemudian tren sebaran, dan seterusnya," paparnya.

Memang, untuk saat ini grafik jumlah korban corona di Indonesia masih terus menanjak.

Yuri percaya nantinya jumlah korban akan berangsur menurun hingga wabah ini mereda.

"Maka kita akan melihat bahwa grafik ini akan naik terus, dan nantinya akan mencapai puncaknya, dan kemudian tapering off, turun pelan-pelan," kata Yuri.

Ia membeberkan ada pakar yang memprediksi wabah corona berakhir pertengahan Mei 2020.

Namun Yuri mengaku tidak bisa mengiyakan atau menolak lantaran masing-masing ahli punya dasar alam pendapatnya.

"Tapi ada juga, di perhitungan mereka, ada di pertengahan Mei," ucap Yuri.

"Kita tidak akan bisa menolak kajian apapun, karena di antara para pakar pun banyak yang beda-beda kan," tambahnya.

Berikut video lengkapnya:

(Tribunnews.com/ Ifa Nabila)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan