Jumat, 3 Oktober 2025

Virus Corona

Pasien Pertama Uji Coba Obat Covid-19 dari WHO Ada di Norwegia

Pada Jumat (27/3/2020) lalu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa sudah ada pasien pertama dalam uji 'Solidarity'.

Penulis: Ika Nur Cahyani
www.nextquotidiano.it
Ilustrasi obat 

TRIBUNNEWS.COM - Pada Jumat (27/3/2020) lalu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan sudah ada pasien pertama dalam uji 'Solidarity'.

Diketahui sebelumnya WHO menunjukkan sejumlah negara untuk melakukan uji coba obat yang potensial untuk Covid-19.

Pasien pertama yang terdaftar dalam uji coba berada di Universitas Oslo di Norwegia.

"Ini adalah uji coba bersejarah yang secara dramatis akan memangkas waktu yang diperlukan untuk menghasilkan bukti kuat terkait khasiat obat-obatan ini," kata Tedros, dilansir CNN pada Jumat (27/3/2020). 

Baca: WHO Pilih Malaysia untuk Menguji Obat Covid-19 Terbaru Remdesevir

Baca: Catatan Dokter: Bisakah Klorokuin dan Obat Lain Dipakai untuk Mengobati Virus Corona?

"Lebih dari 45 negara berkontribusi pada uji coba dan lebih banyak menyatakan minat," kata Tedros.

"Semakin banyak negara yang bergabung dalam uji coba, semakin cepat kita akan mendapatkan hasil," imbuh dia.

Pekan lalu WHO mengumumkan mereka akan menyelenggarakan uji coba ini.

Tujuannya adalah membuat pendekatan hasil pengobatan Covid-19 di sejumlah negara.

Setelah itu membandingkan data untuk menentukan perawatan yang paling efektif.

Saat pengumuman itu dirilis, banyak negara yang menyatakan sikap dan tertarik.

Beberapa diantaranya adalah Argentina, Bahrain, Kanada, Prancis, Iran, Norwegia, Afrika Selatan, Spanyol, Swiss, dan Thailand.

Sementara itu, ada empat obat yang diujikan tersebut.

"Senyawa antivirus eksperimental yang disebut remdesivi, obat malaria chloroquine dan hydroxychloroquine, kombinasi dua obat HIV lopinavir dan ritonavir."

"Dan kombinasi yang sama ditambah interferon-beta, suatu penyampai sistem kekebalan yang bisa membantu melumpuhkan virus," jelas Dijen Kesehatan Malaysia, Noor Hisham Abdullah.

Satu diantara obat yang muncul adalah Remsedivir, obat anti virus yang dikembangkan untuk Ebola, menurut Cen Asc.

Baca: Tocilizumab, Obat Produksi Swiss Diklaim Sembuhkan Pasien Kritis Virus Corona dengan Rasio 90%

Baca: Mengenal Klorokuin, Avigan, hingga Kaletra, Daftar Obat yang Diuji untuk Sembuhkan Pasien Corona

Namun ketika periode Ebola itu terjadi, obat ini juga tidak banyak menunjukkan keberhasilan.

Sementara itu, sejumlah penelitian pada virus corona sudah menunjukkan hasil awal.

Namun para ahli penyakit menular memperingatkan data yang telah ada tidak bisa menjawab pertanyaan, apakah remdesivir bisa bekerja pada Covid-19.

Selain itu, anti virus ini atau remsedivir tidak memiliki rekam jejak untuk menyembuhkan virus corona.

Dimana mungkin virus ini lebih berbahaya daripada virus RNA lainnya.

Namun sebuah penelitian oleh University of North Carolina, Chapel Hill, menunjukkan hasil yang berbeda.

Dalam tabung percobaan dan penelitian pada hewan, obat ini bisa menghambat virus corona yang menyebabkan SARS dan MERS.

Fakta ini didukung laporan kasus dari The New England Journal of Medicine.

Jurnal ini melaporkan pasien pertama dengan COVID-19 di AS menunjukkan peningkatan yang signifikan pada gejalanya.

Ini terjadi selang beberapa jam setelah minum obat.

Bagaimana Kerja Remdesivir?

Sebelumnya, virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit Covid-19 merupakan virus yang menyerang RNA.

Dilansir Medicine Net, RNA adalah molekul pembantu pembentukan DNA pada saat proses sintesis protein pada gen.

Satu diantara virus RNA, yakni SARS-CoV-2, membutuhkan enzim polymerase untuk membentuk rantai RNA.

Remdesivir bekerja mengganti unsur penting yang dibutuhkan oleh enzim RNA polymerase, sehingga rantai RNA tidak dapat terbentuk.

Mudahnya, ibaratkan polymerase adalah mesin pembuat mi.

Tentu untuk membuat mi menggunakan mesin butuh adonan.

Redemsivir diibaratkan adonan palsu, seperti halnya plastisin mainan anak-anak.

Jadi bila adonan mainan ini dimasukkan ke dalam mesin pembuat mie, maka mie yang dihasilkan tentu tidak bisa dikonsumsi.

Artinya obat ini dirancang untuk memperlambat infeksi sel-sel sehat dengan menghalangi replikasi virus, dilansir Al Jazeera.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved