Virus Corona
Tak Banyak Kasus Corona di Asia Tenggara, Data Statistik Ini Berikan Penjelasannya
Data statistik yang dibuat Hemant Bakshi, menjelaskan alasan mengapa Asia Tenggara tak memiliki banyak kasus corona (Covid-19).
Penulis:
Ika Nur Cahyani
Editor:
Pravitri Retno W
Negara-negara terbagi dalam dua kelompok.
Meski sulit dipercaya, tetapi perbedaan tingkat kematian di kedua kelompok berbeda tidak hanya 2 kali atau 3 kali tapi lebih dari 100 kali.
Tingkat kesenjangan ini sangat jarang ditemukan pada data biologi.
Bakshi kemudian mencoba melakukan perhitungan yang sama kepada berbagai kota di negara yang sama dan menemukan pola yang sama walaupun tidak mencolok.
Milan terkena dampak lebih dari Naples, sementara New York dan Seattle lebih dari Houston dan Miami.
Jelas, mungkin ada banyak alasan untuk perbedaan ini.
Umur populasi, campuran gender, kondisi kesehatan yang mendasarinya, dan masih banyak lagi.
Tetapi tidak ada yang benar-benar menjelaskan perbedaan sepenuhnya dari satu faktor atau mungkin suhu rata-rata di bulan Februari.
Saat mengorelasikan data sebelumnya dengan suhu rata-rata di Februari, terlihat ada kecocokan.
Bakshi lantas menyusun kematian per satu juta menggunakan perhitungan logaritma agar data lebih terlihat.
Berdasarkan data Februari lalu rata-rata suhu adalah 20 derajat.

Bisa dilihat dari grafik tersebut, ada negara yang termasuk outliner antara lain Jepang, Finlandia, dan lainnya, yang memiliki suhu rendah dan kematian tetap rendah.
Namun tidak ada satupun negara dengan suhu rata-rata lebih dari 20 derajat yang terkena dampak virus ini.
Apakah ini alasan Asia Tenggara yang menghadapi serangan awal virus sejauh ini lolos relatif tanpa cedera?
Hipotesisnya adalah suhu tinggi membatasi penyebaran penyakit ini.