Virus Corona
Penolakan Masyarakat Terhadap Jenazah Korban Corona, Dokter Tegaskan Virus Tak Menyebar di Tanah
Dokter Kepala Poliklinik Kompas Gramedia, Hardja Widjaja menguraikan sejumlah hal penting terkait penularanCovid-19, khususnya lewat perantara jenazah
Penulis:
Endra Kurniawan
Editor:
Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Dokter Kepala Poliklinik Kompas Gramedia, Hardja Widjaja menguraikan sejumlah hal penting terkait penularan virus corona baru (Covid-19), khususnya lewat perantara jenazah.
Hal tersebut ia sampaikan dalam acara Tanya Jawab Covid-19 Sapa Indonesia Pagi edisi Kamis 2 April 2020, hari ini.
Pertama Hardja menyampaikan, Covid-19 tidak memiliki perbedaan dengan virus-virus lainnya yang membutuhkan inang untuk hidup.
"Virus ini (Covid-19) sifatnya seperti banyak yang sudah dibahas ya, bahwa virus ini harus ada inangnya atau ada hostnya berupa individu yang hidup."
Baca: Mita The Virgin Ikhlas Tidak Dapat Pemasukan Karena Wabah Virus Corona
Baca: Putus Penyebaran Corona, Korlantas Tutup Sementara Gerai dan SIM Keliling
"Dalam hal ini hostnya manusia hidup, sel yang hidup," kata Hardja dikutip dari channel YouTube KompasTV, Kamis (2/4/2020).
Hardja melanjutkan pembahasannya, terdapat sejumlah kondisi yang mempengaruhi lama atau tidaknya virus corona ini untuk bertahan.
Misalnya dalam keadaan udara terbuka dan terkena sinar matahari, virus tersebut bisa mati dalam waktu sekitar satu jam.
"Kalau di udara tertutup bisa beberapa jam," ucapnya.
Kemudian, Hardja menjelaskan kondisi virus di dalam jenazah.
"Sekarang kalau ada jenazah, meninggal karena Covid. Dia sebagai inang karena ada virus dalam tubuhnya."
"Tapi kan sudah meninggal, artinya sel tubuh manusia itu sudah mati. Jadi virus ini tidak bisa bertahan lama, di tubuh yang mati," katanya menekankan.
Baca: Apartemen Lippo Plaza Mampang Diubah Jadi Rumah Sakit Pasien Corona, Kapasitas 415 Tempat Tidur
Baca: Lawan Corona, TNI-ACT Salurkan 1.000 Ton Bantuan Pangan Untuk Masyarakat di Jadetabek

Oleh karena itu, di fase-fase awal pasien positif Corona yang meninggal perlu menerapkan Draft Prosedur Tetap (Protap) khusus.
Sehingga penularan virus lewat jenazah bisa dihindarkan.
"Kalau baru meninggal virus masih ada dan hidup. Dia bisa hidup di benda mati di beberapa jam."
"Artinya, petugas yang membereskan jenazahnya harus menggunakan Protap pasien Covid. Misalnya dengan APD lengkap, dibungkus plastik dan berbagai prosedurnya lainnya" urai Hardja.
Namun, Hardja meminta masyarakat tidak perlu khawatir secara berlebihan ketika ada jenazah korban virus corona dimakamkan.
"Setelah dimakamkan atau dikuburkan, ini sudah dikuburkan dengan kedalaman cukup dan seperti standar biasanya, itu sudah aman."
"Tidak akan menyebar lewat lain-lain, seperti lewat tanah, itu tidak," tegasnya.
Hardja memandang adanya pemolakan masyarakat terhadap jenazah Covid-19 adalah bentuk permasalahan sosial.
"Barang kali keluarganya tidak bisa bertemu dengan si pasien, dan akhirnya meninggal dunia. Mereka tidak ikut menguburkan dan ditolak pula oleh masyarakat."
"Ini stigma sosial yang harus diberantas, tidak bisa," pungkasnya.
Baca: Langkah Erick Thohir Untuk Bantu Pemerintah Tangani Virus Corona
Baca: Hasil Rapid Test Keluar, Andrea Dian Umumkan Negatif Corona: Masih Harus Ikut Beberapa Tes Lagi
Penolakan dari masyarakat

Sebelumnya marak penolakan jenazah pasien Covid-19 di sejumlah daerah, seperti yang terjadi di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Diketahui jenazah kasus Corona yang dikebumikan di Desa Tumiyang, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (31/3/2020) malam, terpaksa dibongkar dan dipindahkan.
Dilansir Kompas.com, pembongkaran makam yang dipimpin Bupati Achmad Husein, Rabu (1/4/2020) pagi setelah ada penolakan warga.
Penolakan datang dari warga desa setempat dan desa tetangga, yaitu Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas.
Baca: Wabah Corona, Layanan SIM, STNK, Pajak Kendaraan Ditutup hingga 29 Mei 2020, Bebas Biaya Denda
Baca: Cegah Corona, Pemerintah Terbitkan Larangan WNA Masuk Indonesia, Berikut Isi Kebijakannya!
Meskipun tanah yang digunakan adalah tanah milik Pemkab Banyumas, warga khawatir kesehatan warga akan terdampak.
"Saya sebetulnya hanya ingin menunjukkan bahwa jenazah (pasien positif corona) setelah meninggal itu tidak berbahaya," kata Husein, Rabu (1/4/2020).
Berdasar informasi yang didapat, rencana pemakaman mengalami beberapa kali penolakan.
Yakni penolakan di wilayah Kecamatan Purwokerto Timur, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kecamatan Patikraja, dan Kecamatan Wangon.
Sementara itu diketahui pasien yang meninggal berasal dari Kecamatan Purwokerto Timur.
Pasien tersebut dilaporkan meninggal dunia di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto, Selasa (31/3/2020) pagi.
Sebelumnya pasien tersebut mendapatkan perawatan di ruang isolasi selama beberapa waktu lalu.
"Dalam waktu dekat akan kami sosialisasikan lagi terus menerus supaya masyarakat tahu persis bahwa itu tidak ada masalah, tidak bahaya, karena begitu virus itu ada di tubuh jenazah, di dalam tanah itu virus langsung mati, tidak akan kemana-mana," jelas Husein.
Bupati menyampaikan pihaknya telah menyiapkan tiga lahan milik pemkab sebagai alternatif tempat pemakaman khusus untuk mengantisipasi penolakan di tempat pemakaman umum (TPU).
Namun, di ketiga lokasi tersebut ternyata mendapat penolakan dari warga.
"Ini masyarakat yang belum tahu, akan berdiskusi dengan pakar tentang itu kemudian disampaikan kepada masyarakat bahwa virus itu di dalam jenazah, begitu masuk tanah maka virusnya juga mati."
"Tidak akan kemudian berkembang biak dan menjalar itu tidak, mungkin itu yang kemudian masyarakat belum mengerti," jelas Husein.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jenazah Ditolak Warga, Bupati Banyumas Pimpin Pemindahan Makam Pasien Positif Covid-19".
(Tribunnews.com/Endra Kurnaiwan/Wahyu) (Kompas.com/Kontributor Banyumas, Fadlan Mukhtar Zain)