Virus Corona
Lockdown di Wuhan Dicabut, Tapi Kehidupan Masih Lesu dan Masyarakat Rasakan Trauma
Pada Rabu (8/4/2020) China mengakhiri lockdown atau penguncian Kota Wuhan.
Penulis:
Ika Nur Cahyani
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Pada Rabu (8/4/2020) China mengakhiri lockdown atau penguncian Kota Wuhan.
Sebelumnya, ibukota Provinsi Hubei ini adalah pusat munculnya virus corona untuk pertama kalinya.
Mengutip New York Times, kota ini adalah saksi bisu penyakit yang bernama pneumonia Wuhan dengan cepat berubah menjadi pandemi Covid-19 yang menjangkiti hampir seluruh dunia.
Baca: Akhiri Lockdown, Wuhan Rayakan Pesta Meriah, Animasi Petugas Medis Penuhi Gedung Pencakar Langit
Baca: FAKTA Status Lockdown Wuhan Berakhir, Profesor Harvard Ingatkan Gelombang Ke-2 Infeksi Virus Corona
Wabah yang sampai hari ini tidak hanya menjadi krisis kesehatan, tapi juga mengguncang perekonomian semua negara terjangkit.
Wuhan akhirnya lepas dari belenggu lockdown setelah lebih dari 10 minggu menjadi gambaran kota yang memprihatinkan.
Bahkan setiap detik perkembangannya dipantau semua mata dunia, sebagai bahan pembelajaran cara menangani wabah yang sangat besar ini.
Di Wuhan, virus SARS-CoV-2 ini membunuh ratusan ribu jiwa.
Momen tersebut akan membekas menjadi trauma yang akan diingat selalu.
Kawasan bisnis sudah dibuka kembali, namun jalanan di depannya sepi dan mungkin kelesuan ini akan bertahan cukup lama.
Sementara itu, otoritas setempat terus mengatur kedatangan dan kepergian dari pusat kota Provinsi Hubei ini.
Pemerintah China memutuskan menutup Wuhan, kota pusat industri ini pada akhir Januari lalu.
Saat itu langkah ini dinilai dunia sebagai cara yang terlalu ekstrim dan nekat.
Namun seiring menjamurnya pandemi, kini lockdown sudah diadopsi sejumlah negara di Eropa dan Asia.
Sementara itu, 11 juta penduduk Wuhan harus berkorban untuk kehilangan penghasilan, kehidupan sehari-hari terganggu, dan yang terakhir terjadi adalah angka perceraian meningkat.
Pembebasan lockdown ini dilakukan karena hanya ada tiga kasus infeksi baru selama tiga minggu.
Kemudian China juga mengklaim tidak ada korban jiwa lagi, pertama kalinya sejak wabah corona mulai di sana.
Sehingga kontrol perjalanan keluar masuk resmi dicabut saat itu juga.
Kini semua warga China bisa bepergian setelah menunjukkan data-data perjalanan dan riwayat medis kepada pihak berwajib.
Bila riwayat itu dirasa aman, orang tersebut baru diizinkan untuk bepergian.

Pada Rabu ini, sejumlah media pemerintah China menunjukkan arus lalu lintas di Wuhan setelah lockdown dicabut.
Operator kereta api nasional China memperkirakan ada lebih dari 55.000 orang akan meninggalkan Wuhan via kereta pada Rabu ini.
Namun di dalam kota, peraturan ketat tentang antar pribadi dan bisnis masih ditegakkan untuk mencegah penyebaran Covid-19 lagi.
Sementara itu, pemerintah lokal juga masih mendesak warga untuk lebih banyak tinggal di rumah.
Bahkan sekolah-sekolah juga masih ditutup.
Sejatinya, saat ini banyak penduduk Wuhan yang tidak perlu diceramahi tentang isolasi diri maupun tidak bepergian ke tempat lain.
Nyatanya mereka sudah melakukan hal itu atau bahkan diam-diam meninggalkan Kota Wuhan.
Wabah Covid-19 ini sudah meninggalkan luka psikis yang dalam bagi mereka.
"Orang-orang Wuhan mengalaminya secara langsung," kata Yan Hui, pria asal Wuhan berusia 50-an yang pulih dari virus corona.
"Teman-teman mereka sakit. Teman dan kerabat teman mereka meninggal. Tepat di depan mata mereka, satu per satu, mereka meninggalkan kami."
"Pemahaman mereka tentang bencana ini lebih dalam dibandingkan dengan orang-orang di kota-kota lain," sambungnya.

Sementara itu, Helen Ding (47) yang bekerja di perusahaan arsitektur merasa risau.
Lantaran semua proyek yang perusahaannya miliki cukup besar sehingga tidak bisa dengan mudah dibatalkan.
Bahkan dia mengaku bosnya khawatir dengan bisnisnya di masa depan dan klien-kliennya.
"Seluruh dunia berada dalam kondisi yang buruk, dan sejauh masa depan, tidak ada yang memiliki kepercayaan diri," kata Ding.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)