Jumat, 5 September 2025

Virus Corona

Peraturan Luhut Bolehkan Ojol Angkut Penumpang Dianggap Tepat Digunakan dengan Skema PSBB

Karena sifat PSBB hanya himbauan, tak bisa memaksa apalagi ditindak, polisi jangan telan mentah-mentah Pasal 27 Pergub DKI No.33/2020, cek dulu Pasal

Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
ILUSTRASI - Ditlantas Polda Metro Jaya tindak tegas pengendara pelanggar PSBB mulai Senin (13/4/2020) sanksi hukumannya dari teguran hingga penjara selama setahun. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan sekaligus Plt Menteri Perhubungan diketahui menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka pencegahan dan penyebaran Covid-19.

Dalam Permenhub tersebut, ojek online diperbolehkan mengangkut penumpang dengan ketentuan-ketentuan tertentu.

Terkait hal itu, praktisi hukum Ricky Vinando yang juga alumni Universitas Jayabaya mengatakan peraturan tersebut sudah cocok digunakan dalam skema Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Baca: Corona Disebut Bisa Menular ke Hewan, Dokter Hewan Sekaligus Ahli Virus Beri Penjelasan

"Sudah tepat Permenhub No. 18/2020 yang membolehkan ojek angkut orang. Justru Permenhub ini sudah sangat berdasarkan hukum yaitu UU No. 6/2018, khususnya menyangkut pasal yang tak memberikan legitimasi polisi berjaga saat PSBB. Legitimasi polisi berjaga ada hanya saat karantina wilayah atau rumah sakit. Dengan demikian polisi tak bisa menindak siapapun yang melanggar saat PSBB termasuk ojek, dan kalau ada penindakan, itu ilegal," ujar Ricky, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (13/4/2020).

Ricky mengatakan tak adanya legitimasi polisi untuk menindak secara hukum pidana membuat pelarangan ojek mengangkut penumpang tak bisa dilakukan.

Menurutnya justru Permenkes No.9/2020 dan Pergub DKI No.33/2020 yang melarang ojek, sehingga tak berdasarkan hukum.

Baca: 5 Arahan Jokowi untuk Penanganan Covid-19, Waspadai Krisis Pangan hingga Perbanyak Tes PCR

Terkait Permenkes No.9/2020, Ricky menyebut Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tak memasukkan sanksi penjara dan denda lantaran tak mau menabrak Pasal 59 UU No.6/2018. Tapi Permenkes tersebut justru melarang ojek mengangkut penumpang.

Sementara Pergub DKI No.33/2020 juga tak bisa dijadikan dasar menindak secara hukum pidana bagi siapapun yang melanggar PSBB di Jakarta. Lantaran pasal 27 didalamnya hanya bisa diterapkan jika ada pelanggaran saat karantina wilayah atau rumah sakit, dan bukannya PSBB.

"Karena ini di Jakarta PSBB, bukan karantina wilayah atau karantina rumah sakit yang bila dilanggar bisa ditindak polisi. PSBB itu beda jauh dengan karantina wilayah, tidak sama. Kalau karantina wilayah ojek angkut orang ya bisa ditangkap, PSBB nggak ada sanksi apa-apa, itu juga tanpa kecuali berlaku bagi semua daerah yang sudah menerapkan PSBB, selama PSBB tak boleh ada sanksi apapun," jelasnya.

"Jadi Pak Luhut sudah benar dan tepat secara hukum. Aturan Permenhub No.18/2020 paling mantap Pasal 11 ayat 1 huruf d. Karena saat PSBB, semuanya memang tak bisa dilarang-larang termasuk ojek. Silakan baca pasal 59 UU No.6/2018," imbuh Ricky.

Ricky menegaskan bahwa tak ada gunanya menyetop ojek online mencari nafkah atau mempidanakan siapapun yang melanggar saat PSBB, termasuk pemobil, pemotor, dan perkantoran yang masih beroperasi.

"Karena sifat PSBB hanya himbauan, tak bisa memaksa apalagi ditindak, polisi jangan telan mentah-mentah Pasal 27 Pergub DKI No.33/2020, cek dulu Pasal 59 UU No.6/2018," tandasnya.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan