Virus Corona
Wawancara Khusus: Gubernur Anies Ajak Warga Bersiap Hadap Corona Hingga Lebaran
Oleh karena itu, ia meminta warga bersiap menahan diri sesuai dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
Editor:
Hendra Gunawan
Apakah Anda punya data korban Covid-19?
Tadi, jam 12.00, saya baru dari TPU Pondok Ranggon. Jumlah jenazah yang dimakamkan di sana, sesuai protap Covid-19 berjumlah 987 orang. Ditambah 13 angka lagi, jumlahnya sudah tembus 1.000 orang yang meninggal dunia dengan protap Covid-19.
Sebagian korban meninggal belum mendapat hasil final uji laboratorium. Sehingga 987 itu, belum dapat dipastikan penyebab kematian adalah Covid-19. Tapi dokter kan punya diagnosa, sehingga mereka dimakamkan seperti Covid.
Pasien yang positif karena terpapar virus Corona, berapa jumlahnya?
Data dari Dinas Pertamanan dan Kehutanan Pemprov DKI Jakarta menunjukan sejak 6 Maret 2020 hingga 12 April 220 pemulasaran dan pemakaman jenazah dengan kategori penyakit menular dan dengan protap Covid-19 terdapat 926.
Minggu pertama di tanggal 8 Maret 2020 itu baru 1, 15 Maret sudah menjadi 6, 22 Maret ada 64, 29 Maret 293, 5 April 596, selanjutnya jadi 926.
Bahkan rata-rata pemakaman di DKI perbulan di tahun 2019 itu berada di angka 2.745. Namun di bulan Maret 2020 rata rata pemakaman mengalami kenaikan hingga 4.377. Angka kematian ini, tidak semuanya disebabkan Covid-19.
Sebelum PSBB diberlakukan, Anda sudah mulai merumahkan warga. Bekerja di rumah, belajar di rumah? Apa dasar pertimbangannya?
Kita bisa lihat angka Covid-19 di Italia, misalnya. Saat angka kasus covid-19 di 21 Februari 2020 sebanyak 21 kasus dan 1 orang meninggal dunia, sementara pada 1 April 2020 naik menjadi 12 ribu kasus.
Itu bagaimana penjelasannya? Penjelasannya karena mereka tidak segera melakukan penutupan, tidak segera melakukan pembatasan sosial, ketika sudah melonjak baru pembatasan sosial, loh berat.
Saya juga mempelajari apa yang terjadi di Wuhan (Ibu Kota Provinsi Hubei, China), angka penyebaran virus covid-19 menurun saat dilakukan pembatasan (lockdown) oleh pemerintah China. Kasus Corona di Wuhan turun setelah ada kebijakan lock down, sehingga tidak ada interaksi social.
Inilah pelajaran penting, kenapa itu sejak Maret kita lakukan (pembatasan sosial di Jakarta, Red). Ya karena kita baca data di Wuhan. Mau kita potong penyebarannya.
Ketika Anda mengambil tindakan PSBB, menyangkut kepentingan banyak public. Seperti ojek online tidak bisa beroperasi. Apakah Anda tidak khawatir kena bullying atau dipersalahkan netizen?
Terhadap berbagai komentar miring selama melakukan penanganan Covid-19 ini, saya menganggap hal itu bukan sebagai bentuk masalah. Kalo soal bully itu tidak apa-apalah, itu bagian dari takdirnya Gubernur Jakarta. Paketnya itu di ejek dibully itu udah sepaket dan diterima sebagai kenyataan bukan sebagai masalah.

Bagaimana efektivitas dan manfaat PSBB yang sudah diterapkan?