Kamis, 21 Agustus 2025

Virus Corona

Hasil Riset LSI Denny JA: Efek PSBB di 18 Wilayah Belum Maksimal

Riset di 18 wilayah Indonesia itu menunjukkan, Belum ada penurunan secara drastis kasus baru Covid-19 meski PSBB telah diterapkan.

Tribunnews/Irwan Rismawan
Sejumlah pekerja berjalan usai bekerja di perkantoran di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Senin (4/5/2020). Hingga hari ke-21 pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemprov DKI Jakarta telah menutup sementara 126 perusahaan yang melanggar Pergub Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19. Tribunnews/Irwan Rismawan 

Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA -  Hasil riset LSI Denny JA menyimpulkan, efek Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di 18 wilayah belum maksimal.

Belum ada penurunan secara drastis kasus baru Covid-19 meski PSBB telah diterapkan.

"Secara umum belum terjadi efek kategori A, kategori sangat bagus. Yaitu efek yang secara grafik menunjukkan penurunan sangat drastis kasus baru," kata Denny JA dalam siaran persnya, Sabtu, (9/5/2020).

Menurutnya, seluruh komponen masyarakat dan pemerintah daerah harus lebih maksimal menerapkan PSBB.

Jika tidak, situasi ini akan memperpanjang masa pemulihan di Indonesia. Ini sekaligus berarti memperburuk ekonomi.

Riset Denny JA, itu mengklasifikasikan empat efek dari penerapan PSBB, diantaranya: 

Tipologi A, kategori Istimewa. Wilayah yang masuk dalam tipologi ini adalah wilayah yang penambahan jumlah kasus baru pasca PSBB menurun secara drastis. Menurunnya kasus baru harian sangat tajam.

Sementara itu tipologi B, kategori baik. Wilayah yang masuk tipologi ini adalah wilayah yang penambahan kasus barunya mengalami penurunan secara gradual/konsisten, namun tidak drastis pasca penerapan PSBB.

Tipologi C, kategori cukup. Wilayah yang masuk tipologi ini adalah wilayah yang penambahan kasusnya cenderung turun, namun belum konsisten. Masih terjadi kenaikan di waktu-waktu tertentu.

Terakhir tipologi D, kategori kurang. Wilayah yang masuk tipologi ini adalah wilayah yang jumlah penambahan kasus barunya tidak mengalami perubahan seperti masa pra PSBB. Dan bahkan cenderung mengalami kenaikan di sejumlah waktu tertentu.

"Mengamati grafik PSBB di 18 wilayah (hanya 18 wilayah yang diperoleh datanya oleh LSI Denny JA), belum ada satupun wilayah yang saat ini menerapkan PSBB masuk ke dalam tipologi A, Istimewa. Seperti grafik penambahan kasus di 4 negara yaitu, Jerman, Selandia Baru, Korea Selatan, dan Australia, yang mengalami penurunan drastis, di Indonesia tidak ada satupun wilayah yang datanya menunjukan penurunan kasus secara drastis," katanya.

Penyebab belum efektifnya PSBB di 18 wilayah tersebut yakni masih dilanggarnya aturan PSBB, terutama di empat kegiatan, yakni Kegiatan keagamaan, kegiatan di tempat umum, kegiatan sosial budaya, dan kegiatan transportasi.

"Kegiatan tarawih keagamaan terjadi di banyak masjid. Juga kegiatan di tempat umum berupa berdesak desaknya ibu rumah tangga belanja di pasar/pertokoaan, dan anak muda berkumpul di kafe/ resto setelah buka puasa. Warga berkumpul tanpa memperhatikan social distancing," katanya.

Selain itu pengusaha kurang menerapkan jarak antar pembeli ketika mereka antri di pasar/toko. Kepala rumah tangga kurang menjaga anak anak mudanya untuk tidak dulu berkumpul di area umum, terutama setelah berbuka puasa.

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan