Kamis, 4 September 2025

Virus Corona

Kemampuan Angkutan Massal Jamin Physical Distancing di Masa Transisi Akan Timbulkan Permasalahan

Menurutnya yang berpotensi menjadi masalah justru terkait kemampuan dan kapasitas angkutan massal dalam menjamin physical distancing

Editor: Johnson Simanjuntak
WARTAKOTA/Nur Ichsan
AKAN KEMBALI BEROPERASI - Bus TransJakarta sedang melayani rute angkutan di Halte Sentral Harmoni, Jakarta Pusat, Rabu (6/5/2020). Sesuai keputusan Menhub, mulai Kamis (7/5/2020) ini seluruh moda transportasi darat, laut dan udara akan kembali beroperasi dengan persyaratan memenuhi protokol kesehatan. (WARTAKOTA/Nur Ichsan) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menegaskan permasalahan mendasar yang akan terjadi di masa transisi new normal bukanlah pada pemberlakuan protokol kesehatan atau ketaatan publik.

Menurutnya yang berpotensi menjadi masalah justru terkait kemampuan dan kapasitas angkutan massal dalam menjamin physical distancing.

"Permasalahannya adalah bagaimana kemampuan kapasitas angkutan umum atau massal dapat menjamin terlaksananya physical distancing, terutama pada jam-jam sibuk," ujar Djoko, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (8/6/2020).

Dia menegaskan apabila new normal diterjemahkan sebagai masyarakat kembali masuk kerja dengan jadwal seperti kondisi sebelum pandemi, maka bisa dipastikan kapasitas angkutan massal di Jabodetabek tidak dapat menjamin pelaksanaan physicall distancing.

Baca: Mulai Hari Ini Ojol Beroperasi, Keselamatan dan Keamanan Driver-Penumpang Dipertaruhkan 

Alasannya, kata dia, akan sulit untuk melakukan penambahan kapasitas angkutan massal secara signifikan pada jam-jam sibuk. Terutama agar tercapai physical distancing dengan demand setara pada masa sebelum pandemi.

Akademisi transportasi Unika Soegijapranata tersebut mencontohkan KRL yang tak mungkin menambah kapasitasnya pada jam-jam sibuk. Dengan mengangkut 50 persen penumpang saja sudah sangat berat menerapkan physical distancing.

"Kemudian pengalihan ke angkutan umum massal bus? Bisa jadi ini solusi, namun harus dapat dipastikan besaran tarif sesuai KRL. Lantas siapa yang akan memberikan subsidi? Selain itu waktu tempuh pasti jauh akan lebih lama daripada naik KRL," ungkapnya.

Djoko juga memprediksi kemacetan di jalanan Ibukota akan lebih parah daripada sebelum pandemi terjadi. Pasalnya mereka yang memiliki kendaraan pribadi pasti akan berusaha menghindari penggunaan angkutan massal.

"Nah di sini juga tantangannya apakah kebijakan ganjil genap tetap dilaksanakan atau untuk sementara ditiadakan. Jika tetap dilaksanakan namun pemerintah tidak mampu menyediakan ketersediaan angkutan umum yang memadai untuk physical distancing, maka kebijakan ganjil genap potensial dipermasalahkan publik," tandasnya.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan