Virus Corona
Buat yang Menolak Rapid Tes Karena Sejumlah Alasan, Ini Penjelasan Gugas dan Kapuskesad
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menjelaskan tujuan dari adanya rapid test Covid-19
Penulis:
Reza Deni
Editor:
Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menjelaskan tujuan dari adanya rapid test Covid-19.
Ini menyangkut peristiwa di Banten, di mana warga di beberapa wilayah menolak rapid test Covid-19 karena sejumlah alasan.
Tim pakar Gugas Pusat, Prof Wiku Adisasmito mengatakan bahwa tujuan rapid test adalah screening, untuk memastikan individu yang memiliki kontak erat dengan penderita Covid-19 apakah ikut terinfensi atau sebaliknya.
"Seandainya hasilnya negatif, nanti tujuh sampai 10 hari lagi diulang. Karena tujuannya menapis, jadi tidak semua orang dites," kata Wiku dalam siaran BNPB, Jumat (19/6/2020).
Baca: Jokowi Salat Jumat di Masjid Istana Bogor, Protokol Kesehatan Covid-19 Diterapkan
Baca: Sekolah Swasta yang Kesulitan Ekonomi Akibat Pandemi Covid-19 Dapat Dana BOS
Baca: Pasien Covid-19 di RSPAD Menurun, Kapuskesad: Bed Occupancy Ratio Sekitar 40 Persen
Hal yang berbeda akan dilakukan jika individu yang dites rapid menerima hasil positif.
Wiku menyebut akan ada pemeriksaan lebih lanjut menggunakan polymerase chain reaction (PCR).
"Jika PCR hasilnya positif, biasanya sudah ada gejala dulu, maka otomatis perlu dirawat. Jika PCR negatif, berarti tidak ada virusnya.
Tetapi untuk menunggu hasil, mereka harus isolasi, bisa mandiri di rumah atah mungkin kalau ada fasilitas publik bisa isolasi di situ," lanjut Wiku.
Wiku pun meminta kepada masyarakat jika memang ketika sudah dites rapid dan hasilnya negatif tetapi di satu sisi ada gejala, sebaiknya diperiksa ke dokter. Jangan langsung panik dan menyimpulkan bahwa telah terinfeksi virus corona.
Di kesempatan yang sama, Kepala Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Kapuskesad) Mayjen TNI dr. Tugas Ratmono menjelaskan soal kemungkinan positif Covid-19 setelah melakukam serangkaian tes, baik rapid test maupum PCR.
"Ini pengalaman kami sebagai pelaksana fungsi kesehatan di TNI AD. Laporan kami ada contoh sebanyak 1.110 yang dirapid test. Ternyata yang reaktif ada 22 dari 1.110," kata Tugas.
"Kemudian yang reaktif ini kita lanjutkan untuk pemeriksaan PCR. Yang positif dari PCR ini hanya 3 orang," lanjutnya.
Itu berarti, Tugas mengatakan, bahwa persentase yanh positif tersebut hanya 0,3 persen.
"Tetapi ini penting, karena kan ini sifatnya penapisan. Dengan begini, kita bisa tahu yang tiga ini di komunitas mana dan segera kita bisa terapkan protokol kesehatan di sana. Penting untuk melindungi yang lain, sehingga juga tidak menjadi was-was," pungkasnya.