Virus Corona
Menkes Jerman: Vaksin Covid-19 Rusia Berbahaya, Bisa Mematikan Kepercayaan pada Vaksin di Masa Depan
Menteri Kesehatan Jerman mengungkapkan, vaksin Covid-19 buatan Rusia berbahaya, karena dapat mematikan kepercayaan pada vaksin di masa depan.
Penulis:
Citra Agusta Putri Anastasia
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Kesehatan Jerman, Jens Spahn, memberikan komentar mengenai vaksin Covid-19 buatan Rusia yang akan diproduksi massal.
Spahn memperingatkan, vaksin kontroversial bernama Sputnik V itu belum diuji dengan benar.
Ia juga menyebut, jika ternyata vaksin buatan Rusia itu tidak aman atau tidak efektif, vaksin lainnya di masa depan akan sulit diterima warga dunia.
"Bisa berbahaya untuk mulai memvaksinasi jutaan atau miliaran orang. Itu terlalu dini dan bisa mematikan penerimaan jika terjadi kesalahan," tutur Spahn kepada stasiun radio Jerman, Deutschlandfunk, Rabu (12/8/2020).
"Jadi, saya sangat skeptis tentang apa yang terjadi di Rusia," imbuhnya, dilansir Business Insider dari Reuters.
Baca: Begini Tanggapan WHO Soal Vaksin Virus Corona Milik Rusia
Baca: Media Rusia Jawab Sikap Negatif Media Besar AS dan Inggris Terkait Vaksin Sputnik V
Menkes Jerman itu mengaku, dirinya senang apabila vaksin Covid-19 tersedia.
Asalkan, vaksin benar-benar teruji bagus hingga tahap akhir.
Sedangkan, diketahui, vaksin buatan Rusia itu belum selesai uji coba Tahap Tiga.
Padahal, Tahap Tiga dianggap penting dalam menunjukkan keamanan dan kemanjuran vaksin.
Biasanya, tahap ini diselesaikan sebelum pengobatan disetujui oleh peraturan.
Namun, Presiden Rusia, Vladimir Putin, telah menyatakan bahwa pemerintahnya memberikan persetujuan regulasi vaksin Covid-19 pertama di dunia pada Selasa (11/8/2020) lalu.
"Saya akan senang jika kita memiliki vaksin awal yang bagus, tetapi berdasarkan semua yang kita ketahui, bahwa itulah masalah mendasar, yaitu Rusia tidak memberi tahu kita banyak."
"Vaksin ini belum cukup diuji," ujar Spahn.

Pernyataan Spahn menggemakan pernyataan ahli penyakit menular terkemuka AS, Dr Anthony Fauci.
Pasalnya, Fauci sangat meragukan bahwa Moskow telah mengembangkan vaksin yang aman dan efektif, serta siap digunakan.
Di AS, sejumlah vaksin saat ini sedang dikembangkan.
"Jika kami ingin mengambil risiko menyakiti banyak orang atau memberi mereka sesuatu yang tidak berhasil, kami bisa mulai melakukannya, minggu depan jika kami ingin. Tapi bukan begitu cara kerjanya," kata Fauci.

Sementara itu, Putin menegaskan, vaksin buatan negaranya telah diuji sepenuhnya.
"Saya tahu bahwa ini bekerja cukup efektif, membentuk kekebalan yang kuat, dan saya ulangi, vaksin telah melewati semua pemeriksaan yang diperlukan," jelas Putin.
Dia menambahkan, putrinya telah diinokulasi dengan suntikan pengobatan dan merasa sehat.
Namun, peringatan yang dikeluarkan oleh orang-orang seperti Fauci dan Spahn telah menggarisbawahi kekhawatiran bahwa Rusia telah mengambil jalan pintas untuk mencetak poin melawan rival geopolitik mereka.
Vaksin itu bahkan bernama Sputnik V.
Diketahui, Sputnik V adalah satelit bumi yang dikirim Rusia ke luar angkasa sebelum AS meluncurkannya.
Baca: Vaksin Antivirus Corona Sputnik V Buatan Rusia Dua Minggu Lagi Siap Dipakai
Baca: Brasil Mulai Pembicaraan dengan Rusia untuk Produksi Vaksin Sputnik V
Permasalahan Vaksin Sputnik V dari Rusia
Kemajuan vaksin Rusia telah menjadi kontroversi sejak awal.
Percobaan Sputnik V telah ditandai dengan masalah opasitas dan etika yang mengkhawatirkan, seperti yang dikatakan oleh Asosiasi Organisasi Uji Klinis Rusia pada akhir Mei 2020 lalu.
Pengujian awal vaksin ini disebut sebagai pelanggaran norma penelitian.
Dilansir Guardian, uji coba terhadap terhadap relawan, termasuk di militer, juga mengangkat masalah etika.
Pasalnya, tidak diketahui apakah relawan yang berpartisipasi ditekan untuk tidak menjelaskan efek samping vaksin, mengingat perbedaan tanggaan yang diberikan oleh militer dan warga sipil.

Kini, muncul adanya dorongan produksi massal tanpa menyelesaikan uji coba Tahap Tiga.
Ini dari uji coba Tahap Tiga adalah untuk menguji keefektifan dan kemanjuran vaksin dalam sampel seluas mungkin.
Selain itu, fase ini juga untuk menilai efek samping yang berisiko.
Yang paling krusial dari semuanya adalah bahwa meskipun ada saran yang berlawanan, hanya sedikit yang diketahui tentang seberapa berguna vaksin ini nantinya.
Pejabat Rusia telah menyatakan harapan bahwa respons antibodi dapat bertahan hingga dua tahun, meskipun kurangnya bukti kuat untuk mendukungnya.
Faktanya, sedikit yang diketahui tentang berapa lama antibodi dapat bertahan melawan virus Corona di dalam tubuh, perlindungan apa yang diberkannya, atau untuk berapa lama.
Juga tidak jelas seberapa besar perlindungan yang akan diberikan kepada pasien yang paling rentan.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)