Virus Corona
PSBB Jakarta Dikhawatirkan Semakin Melemahkan Sektor Perekonomian
Penerapan PSBB takkan efektif karena masyarakat telah terbiasa menjalankan aktivitas ekonomi di tengah pandemi Covid-19 untuk memenuhi kebutuhan dasar
Penulis:
Hasanudin Aco
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah, menilai, keputusan kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta akan berdampak besar terhadap hajat hidup orang banyak.
Karenanya, dirinya tidak sepakat dengan langkah itu.
"Menurut saya, belum tepat kembali ke PSBB awal," ujar akademisi Universitas Trisakti ini saat dihubungi, Kamis (10/9/2020).
Trubus beralasan sektor ekonomi akan semakin melemah. Berpeluang terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara masif.
"Kalau diterapkan betul, itu muncul daya beli ekonomi akan anjlok karena kegiatan ekonomi tutup semua. Kalau ditutup, karyawan mau makan apa? Kan, di-PHK. Kalau PHK, pelaku usaha bangkrut, masyarakat mau makan apa?" tanya Trubus.
Baca: AP II: PSBB DKI Jakarta Tidak Akan Berdampak Terhadap Pergerakan Penumpang Pesawat
"Ada kemungkinan menimbulkan kemiskinan ekstrem karena resesi, kan? Daya beli masyarakat jeblok, enggak mampu lagi," sambungnya.
Dia juga berpendapat, penerapan PSBB juga takkan efektif.
Pertama, masyarakat telah terbiasa menjalankan aktivitas ekonomi di tengah pandemi coronavirus baru (Covid-19) untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Kedua, pengawasan dan penindakan lemah.
Dicontohkannya dengan penerapan PSBB transisi sejak 5 Juni hingga sekarang.
"Jangankan penindakan yang sifatnya jaga jarak, yang menindak tidak pakai masker aja sulit, meskipun aturannya sudah ada," jelas Trubus.
Padahal, ungkapnya, telah ada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 sebagai dasar agar pengawasan dilakukan.
"Kenapa itu enggak dilaksanakan?"
Ketidakefektifan PSBB menekan penularan Covid-19 pun dilatarbelakangi kebijakan hanya dilakukan di Jakarta.
Pangkalnya, 11 sektor masih diperkenankan beraktivitas dan pekerjanya berasal dari "kota satelit".
"Ada 11 sektor yang masih berjalan. Berarti karyawan atau buruhnya dari mana? Dari wilayah penyangga," katanya.
Baca: Jubir PKPI: Keputusan PSBB di DKI Bukan Soal Istana atau Balai Kota, Tapi Tentang Keselamatan
Jika tetap memberlakukan PSBB, Pemprov Jakarta diyakini akan kesulitan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, terutama kelas bawah dan terdampak.
"Karena anggarannya juga enggak ada," tegasnya.
"Sekarang, kan, Jakarta enggak punya anggaran. APBD DKI cuma Rp 87 triliun. Selama enam bulan ini sudah terpakai sekitar 53 persen. Jadi, anggarannya dari mana?" tanyanya.
Karenanya, Trubus menyarankan Pemprov Jakarta tetap memberlakukan PSBB transisi.
Namun, disertai pengawasan ketat dan sanksi tegas kepada para pelanggar protokol kesehatan.
"Mereka yang melanggar dikasih sanksi. DKI punya Pergub Nomor 31 Tahun 2020 tentang Sanksi Pelanggaran PSBB. Sekarang pergub itu untuk apa kalau enggak dilaksanakan," tandasnya.