Virus Corona
Keliru, Rencana Menkes Bolehkan yang Divaksinasi Covid-19 Terbang Tanpa Tunjukkan Hasil Tes PCR
Sertifikat digital itu nantinya bisa digunakan oleh warga yang hendak melakukan perjalanan tanpa menunjukkan PCR test atau antigen.
Penulis:
Rina Ayu Panca Rini
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo mengkritisi rencana Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang memberikan insentif berupa sertifikat kesehatan digital kepada warga yang sudah mendapat vaksinasi virus corona (Covid-19).
Sertifikat digital itu nantinya bisa digunakan oleh warga yang hendak melakukan perjalanan tanpa menunjukkan PCR test atau antigen.
Menurut Windhu, hal tersebut kurang tepat, lantaran seseorang yang telah divaksinasi masih berpotensi tertular dan menulari ke orang lain.
"Menkes akan memberikan serifikat Covid-19 supaya bebas terbang kemana saja tanpa tes PCR, swab antigen itu keliru. Enggak boleh seperti karena dia (orang yang divaksin) masih bisa menular, meski dirinya terlindungi. Dia tidak akan sakit tapi masih bisa menulari orang lain," ujarnya saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (16/1/2021).

Baca juga: Soal Vaksinasi, Epidemiolog: Jangan Seperti Raffi Ahmad Paginya Disuntik Malamnya Bergerombol
Baca juga: Kaget Ada Ahok di Acara Kerumunan Bersama Raffi Ahmad, dr Tirta: Pasti Narasinya Geser ke Politik
Ia menerangkan, meski telah divaksin penerima harus displin protokol kesehatan sampai 70 persen masyarakat Indonesia telah divaskinasi untuk membentuk herd imunity atau sekitar 15 bulan ke depan.
"Jadi betul-betul kalau orang sudah divaksinasi supaya melindung dirinya maka dia harus protokol kesehatan 3Mnya sampai 15 bulan ke depan untuk melindungi orang lain," ungkap Windhu.
Ia menerangkan, hasil efikasi vaskin Covid-19 Sinovac belum memberikan bukti bahwa vaksin tersebut mampu melindungi orang dari terinfeksi virus corona.
Windhu melanjutkan dari hasil efikasi yang diumumkan BPOM lalu, vaksin tersebut mampu memberikan perlindungan agar jika terinfeksi maka sakitnya tidak menjadi parah.
"Orang yang divaksin belum ada bukti bahwa tidak bisa tertular. Sekarang antibody belum bisa mencapai mukosa hidung dan tenggorokan. Antibody (vaksin Sinova sudah melindungi paru-paru. Jadi kalau terinfeksi tidak memiliki gejala bahkan terhindar dari gejala berat artinya terlindungi dari sakit," jelas Windhu.
"Belum ada bukti sudah divaksin tidak tertular. Orang divaksin mungkin saja kemasukan virus tapi tidak membuat dia sakit," sambungnya.
Diketahui Budi meyampaikan rencana tersebut saat Rapat Kerja Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (14/1/2021).
Budi mengatakan, pemberian sertifikat itu dilakukan agar masyarakat bersedia divaksinasi. Menurutnya, pemerintah tak akan lagi menggunakan narasi sanksi dalam mengampanyekan vaksinasi.
"Sehingga kalau mau terbang atau pesan tiket pesawat, tidak usah menunjukkan PCR test atau antigen," kata Budi.
Baca juga: Tak Bisa Sembarangan, Begini Sudut Jarum Suntik Saat Memberikan Vaksin Sinovac ke Tubuh Manusia
Serifikat Digital
Baca juga: Kumpulan Video Paska Gempa di Majene, Anak Kecil Hingga Pasien RS Diduga Tertimbun Reruntuhan
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin berencana memberikan insentif berupa sertifikat kesehatan digital kepada warga yang sudah mendapat vaksinasi virus corona (Covid-19).
Sertifikat digital itu nantinya bisa digunakan oleh warga yang hendak melakukan perjalanan.
"Sehingga kalau mau terbang atau pesan tiket pesawat, tidak usah menunjukkan PCR test atau antigen," kata Budi saat Rapat Kerja Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (14/1/2021).
Budi mengatakan, pemberian sertifikat itu dilakukan agar masyarakat bersedia divaksinasi. Menurutnya, pemerintah tak akan lagi menggunakan narasi sanksi dalam mengampanyekan vaksinasi.
Budi mengatakan pemberian insentif tersebut juga bisa mendukung penerapan protokol kesehatan.
Ia menyebut warga yang hendak datang ke pusat perbelanjaan atau menghadiri kerumunan bisa menunjukkan sertifikat tersebut.
Menurut mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu, pemerintah akan membuat aplikasi sendiri apabila rencana pemberian sertifikat digital ini berjalan.
Ia mengaku akan melibatkan pengembang aplikasi dalam negeri.
Baca juga: Vaksin Sinovac Miliki Efikasi 63,5 Persen, Pemerintah Ingin Herd Immunity Tercapai dengan Vaksinasi
Baca juga: Cerita Dokter Lari Tinggalkan Rumah Sakit Saat Gempa Majene Sulawesi Barat
Namun baru saja ide itu dilontarkan, anggota dewan langsung melancarkan kritik.
Anggota Fraksi PDIP Rahmad Handoyo mengingatkan Budi bahwa pandemi tidak langsung selesai setelah sebagian warga divaksinasi.
"Hati-hati, divaksin belum berarti bebas. Divaksin kemudian mlayu (pergi) sana-sini, kena virus, naik pesawat, nularin semua Pak, hati-hati," kata Handoyo.
"Tetap pakai masker, jaga jarak, harus pakai, Pak," timpal Budi.
Rencana pemerintah memberikan insentif kepada masyarakat yang mengikuti program vaksinasi dilakukan setelah adanya kritik terhadap pernyataan Wamenkumham, Eddy Hiariej yang menyebut bahwa berdasarkan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan, siapa pun yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan bisa dipidana.
Eddy menyebut alasan adanya ancaman sanksi lantaran di UU Kekarantinaan Kesehatan, terdapat kewajiban yang harus dilakukan warga negara ketika masa wabah, salah satunya mengikuti vaksinasi.
"Ketika kita mengatakan vaksinasi ini kewajiban maka secara mekanisme jika ada warga negara tidak mau divaksin bisa kena sanksi pidana. Bisa denda, bisa penjara, bisa juga kedua-duanya," jelas Eddy.

Budi mengatakan, pernyataan Eddy itu sudah dibahas di internal kabinet.
"Saya paham bahwa ada salah satu wakil menteri yang mengucapkan hal-hal yang sifatnya mengancam. Sudah kita bicarakan di kabinet juga agar komunikasi publiknya lain kali sifatnya lebih merangkul, mengajak dan meyakinkan agar bisa memberikan dampak yang lebih baik untuk ajak rakyat ikut vaksinasi ini," jelas Budi.
Pemerintah sendiri sudah memulai program vaksinasi Covid-19 sejak Rabu (13/1/2021) lalu.
Presiden Joko Widodo menjadi orang Indonesia pertama yang disuntik dengan vaksin Covid-19 buatan perusahaan asal China, Sinovac.
Kemudian mulai Kamis (14/1/2021) kemarin sejumlah kepala daerah dan tenaga kesehatan juga disuntik vaksin Covid-19.
Pemerintah sendiri sudah memiliki sekitar 3 juta dosis vaksin Covid-19 Sinovac dan sudah terdistribusi ke sejumlah daerah.
Baca juga: Lihat Raffi Ahmad, Ivan Gunawan Siap Divaksin, Percaya Pada Upaya Pemerintah Tanggulangi Pandemi
Terkait program vaksinasi itu, Budi juga menegaskan bahwa pemerintah bakal menanggung biaya pengobatan peserta vaksinasi Covid-19 yang mengalami Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
Budi memastikan peserta vaksinasi yang tidak terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mengalami gangguan kesehatan akibat vaksinasi akan menerima pengobatan dan perawatan selama proses investigasi dan pengkajian secara gratis.
"KIPI ini kita akan mengikuti pedoman yang selama ini sudah jalan, sudah ada komite daerah dan nasional yang mengamati KIPI. Khusus treatment anggaran yang anggota JKN akan dicover oleh BPJS, sedangkan non JKN akan dicover oleh negara," kata Budi.
Budi mengaku saat ini pihaknya tengah menggodok aturan baru soal revisi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Aturan itu bakal disesuaikan dengan masukan ahli dan tenaga kesehatan soal pemerintah yang akan menanggung seluruh biaya pengobatan peserta vaksin yang mengalami KIPI tersebut.
"Sekarang kami sedang mempersiapkan PP khusus untuk penanggungan kalau terjadi KIPI tersebut," katanya.(tribun network/dit/dod)