Rabu, 13 Agustus 2025

Penanganan Covid

Dari Sini Awalnya Ivermectin, Obat Cacing Diklaim Bisa Terapi Covid-19, Layakkah Diproduksi Massal?

Ivermectin kerap disebut obat terapi Covid-19. Padahal, obat ini terdaftar sebagai obat cacing. Dari mana disimpulkan? Layakkah diproduksi massal?

Penulis: Anita K Wardhani
google images
Sempat Dianggap Sebagai Obat Ajaib, WHO Larang Ivermectin Digunakan Pada Pasien Covid-19 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --Obat Ivermectin beberapa waktu terakhir ini kerap disebut obat terapi Covid-19. Padahal, obat ini terdaftar sebagai obat cacing.

Dari mana kesimpulan ini diambil? Jika benar, layakkah diproduksi masal seperti dikatakan Menteri BUMN Erick Thohir?

Bagaimana sebenarnya obat ini bisa bekerja dan diklaim sebagai obat Covid-19.

Baca juga: Ivermectin, Obat Cacing untuk Atasi Covid-19, Bagaimana Cara Kerjanya, Benarkah Ampuh? Ini Kata Ahli

Baca juga: Politikus PKS Kritik Erick Thohir Promosikan Ivermectin Sebagai Obat Terapi Covid-19

Ketua Satuan Gugus Tugas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Zubairi Djoerban mengatakan, awal Ivermectin menjadi populer disebut-sebut sebagai obat yang dapat menghambat perkembangan SARS-CoV-2.

Semua bermula dari studi di Australia yang mengklaim bahwa obat ini bekerja dengan cara menghambat protein yang membawa virus penyebab Covid-19 ke dalam inti tubuh manusia.

Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban.
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban. (Tangkap layar YouTube Kompas TV)

"Hal ini yang kemudian diyakini bahwa Ivermectin mencegah penambahan jumlah virus di tubuh sehingga infeksi tidak makin parah.

Persoalannya studi ini baru dilakukan terhadap sel-sel yang diekstraksi di laboratorium. Uji coba Ivermectin pada tubuh manusia belum dilakukan," jelas Guru Besar FKUI ini.

Kemudian, studi berikutnya adalah di Bangladesh, yang juga mengklaim Ivermectin dapat mempercepat proses pemulihan pasien Covid-19.

Tapi penelitinya pun menyatakan terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa Ivermectin efektif untuk pengobatan Covid-19.

"Lalu bagaimana Ivermectin di Eropa dan Amerika? Yang jelas, European Medicines Agency (EMA) dan Food and Drug Administration (FDA) belum mengizinkan Ivermectin digunakan untuk mengobati Covid-19," kata Zubairi.

EMA atau BPOM-nya Eropa telah meninjau beberapa studi terkait penggunaan Ivermectin.

ILUSTRASI. Obat anti parasit Ivermectin produksi Indofarma (INAF).
ILUSTRASI. Obat anti parasit Ivermectin produksi Indofarma (INAF). (Kontan)

"Mereka menemukan kalau obat ini memang dapat memblokir replikasi SARS-CoV-2. Tapi pada konsentrasi Ivermectin yang jauh lebih tinggi daripada yang dicapai dengan dosis yang diizinkan saat ini," ungkapnya.

Pada kesimpulannya, EMA menyatakan bahwa sebagian besar studi yang ditinjau memiliki keterbatasan.

Mereka belum menemukan bukti cukup untuk mendukung penggunaan Ivermectin pada Covid-19 di luar uji klinis.

Kalau FDA, pada beberapa pernyataannya mengingatkan bahwa dosis besar dari Ivermectin itu berbahaya.

Apalagi jika berinteraksi dengan obat lain seperti pengencer darah, dan bisa menyebabkan overdosis.

"Prinsipnya, studi Ivermectin sebagai obat Covid-19 masih sangat terbatas dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Pun, bisa saja nanti Ivermectin digunakan ketika studi terbaru menemukan bukti yang cukup. Kan tidak menutup kemungkinan itu juga," terang Prof.Zubairi.

Mengutip artikel Kompas.com berjudul "Benarkah Obat Cacing Ivermectin Bisa Mengobati COVID-19?", 

Ivermectin pertama kali dikembangkan pada 1970-an dari bakteri dalam sampel tanah yang dikumpulkan dari hutan di sepanjang lapangan golf di Jepang.

Dalam tahun-tahun berikutnya, efektivitas ivermectin dan turunannya dalam mengobati infeksi cacing parasit mengubah kedokteran manusia dan hewan, yang mengarah ke Hadiah Nobel untuk penemunya, William C Campbell dan Satoshi Ömura.

Merangkum dari Gavi, pada manusia, ivermectin saat ini diresepkan dalam bentuk tablet untuk mengobati infeksi cacing gelang tertentu yang menyebabkan penyakit seperti Onchocerciasis atau yang dikenal sebagai river blindness.

Obat ini juga dapat diterapkan sebagai krim untuk mengontrol kondisi kulit yang mengalami inflamasi, seperti rosacea papulopustular.

Namun, ivermectin paling sering digunakan untuk penyakit parasit hewan, terutama infestasi cacing gastrointestinal.

Akibatnya, itu mudah tersedia dan relatif murah.

Lalu, bagaimana obat ini bisa diklaim dapat mengatasi pasien COVID-19?

Pada awal 2020, sebuah makalah berjudul “The FDA-approved drug ivermectin inhibits the replication of SARS-CoV-2 in vitro” dipublikasikan.

Makalah tersebut menunjukkan bahwa ivermectin dapat menekan replikasi virus SARS-CoV-2, yang menyebabkan COVID-19, dalam penelitian laboratorium.

Penelitian ini merupakan salah satu dari banyak penelitian selama 50 tahun terakhir yang menunjukkan bahwa obat antiparisit juga dapat memiliki kegunaan antivirus.

Ada dua cara ivermectin dapat mencegah replikasi virus corona.

Pertama, mencegah virus dengan menekan respons antivirus alami sel manusia.
Kedua, ada kemungkinan obat tersebut mencegah “lonjakan” protein pada permukaan virus untuk mengikat reseptor yang memungkinkannya memasuki sel manusia.

Oleh karena sifat anti-inflamasi yang terlihat dari respons ivermectin terhadap rosacea, ini mungkin menunjukkan efek yang berguna pada penyakit virus yang menyebabkan peradangan signifikan.

Temuan awal ini digunakan sebagai dasar dari banyak rekomendasi untuk penggunaan ivermectin untuk mengobati COVID-19, terutama di Amerika Latin, yang kemudian ditarik kembali.

Sejak itu, ada banyak penelitian tentang ivermectin sebagai pengobatan potensial untuk COVID-19.

Pada akhir tahun 2020, sebuah kelompok penelitian di India mampu merangkum hasil dari empat penelitian kecil tentang ivermectin berjudul “Therapeutic potential of ivermectin as add-on treatment in COVID 19: A systematic review and meta-analysis”.

Dalam studi tersebut, ivermectin digunakan sebagai pengobatan tambahan pada pasien COVID-19.

Ulasan ini menunjukkan peningkatan yang signifikan secara statistik dalam kelangsungan hidup di antara pasien yang menerima ivermectin di samping pengobatan lain.

Tetapi penulis menyatakan dengan jelas bahwa kualitas buktinya rendah dan bahwa temuannya harus diperlakukan dengan hati-hati.

Seperti yang sering terjadi pada tinjauan beberapa penelitian kecil, makalah tersebut menyarankan bahwa percobaan lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah ivermectin memang efektif secara klinis.

Golongan Obat Keras
Ivermectin untuk mengobati infeksi cacing gelang di dalam tubuh manusia.

Ivermectin masuk golongan antihelmintik yang kadang dipakai mengatasi scabies atau kudis dan hanya diresepkan dokter

"Ivermectin belum bisa dan cenderung tidak efektif untuk mengobati Covid-19.Bahkan India baru saja menghapus Ivermectin dari daftar pengobatan Covid-19," kata Prof. Zubairi Djoerban saat dikonfirmasi Tribunnews.com, beberapa waktu lalu.

Faktanya, sampai saat ini BPOM RI sampai saat masih melakukan uji klinik terkait obat yang di Indonesia terdaftar sebagai obat cacing dan termasuk dalam kategori obat keras ini.

BPOM Ingatkan Efek Samping Ivermectin, Bisa Alami Sindrom Ini 
BPOM dalam keterangannya beberapa waktu lalu menyatakan, Ivermectin sendiri di Indonesia terdaftar sebagai obat cacing.

"Ivermectin kaplet 12 mg terdaftar di Indonesia untuk indikasi infeksi kecacingan (Strongyloidiasisdan Onchocerciasis). Ivermectin diberikan dalam dosis tunggal 150-200 mcg/kg Berat Badan dengan pemakaian 1 (satu) tahun sekali," tulis BPOM.

Atasi sembelit tanpa obat, gunakan cara ini yuk!
Atasi sembelit tanpa obat, gunakan cara ini yuk! (Grid.ID)

BPOM menegaskan, Ivermectin merupakan obat keras yang pembeliannya harus dengan resep dokter dan penggunaannya di bawah pengawasan dokter.

Ivermectin yang digunakan tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, antara lain nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.

Belum Ada Izin Edar
Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan COVID-19 Brigjen TNI (Purn) dr Alexander K Ginting mengatakan, sampai saat ini belum ada izin edar dari BPOM terkait obat Ivermectin sebagai obat terapi Covid-19.

Ia menerangkan, jika untuk indikasi sebagai obat anti virus tentunya harus lewat jalur penelitian dan harus ada rekomendasi BPOM.

"Belum ada izin edar dari BPOM, obat ini masih dalam status penelitian dan bukan obat bebas," ujar dr Alexander saat dikonfirmasi melalui pesan singkatnya, Selasa (22/6/2021).

dr Alexander melanjutkan, sampai saat ini penelitian dan proses uji klinik terhadap Ivermectin masih berlangsung.

"Sehingga obat ini harus tetap di sediakan di apotik sebagai obat anti parasit yaitu obat cacing," terangnya.

Ilustrasi anak cacingan
Ilustrasi anak cacingan (NET)

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menyebut PT Indofarma Tbk (Persero) akan memproduksi produk generik dari Ivermectin 12 mg atau obat terapi Covid-19 secara massal.

Uji Klinik Kelayakan Ivermectin sebagai Obat Covid-19
Sampai saat ini BPOM masih memastikan khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19, di Indonesia akan dilakukan uji klinik di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, dengan melibatkan beberapa Rumah Sakit.

Badan POM RI terus memantau pelaksanaan dan menindaklanjuti hasil penelitian serta melakukan update informasi terkait penggunaan obat Ivermectin untuk pengobatan COVID-19 melalui komunikasi dengan World Health Organization(WHO) dan Badan Otoritas Obat negara lain.

Badan POM buka suara terkait publikasi penggunaan Ivermectin yang menunjukkan potensi efek penyembuhan terhadap Covid-19.

BPOM menegaskan, Ivermectin kaplet 12 mg terdaftar di Indonesia untuk indikasi infeksi kecacingan (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis).

Ivermectin diberikan dalam dosis tunggal 150-200 mcg/kg Berat Badan dengan pemakaian 1 (satu) tahun sekali.

Ivermectin merupakan obat keras yang pembeliannya harus dengan resep dokter dan penggunaannya di bawah pengawasan dokter.

"Data uji klinik yang cukup untuk membuktikan khasiat Ivermectin dalam mencegah dan mengobati COVID-19 hingga saat ini belum tersedia. Dengan demikian, Ivermectin belum dapat disetujui untuk indikasi tersebut," ujar keterangan resmi yang diterima, Selasa (22/6/2021).

Pengobatan Ivermectin untuk Manusia di Indonesia Masih Baru, Jangan Beli Sembarangan, Wajib Resep Dokter
Produksi Ivermectin untuk pengobatan pada manusia di Indonesia masih baru.

Untuk itu, Badan POM memberikan batas waktu kedaluwarsa selama 6 (enam) bulan terhadap obat tersebut.

Apabila masyarakat mendapati obat ini dengan label tertulis batas kedaluwarsa di atas 6 (enam) bulan, masyarakat diimbau untuk tidak menggunakan obat tersebut lebih dari 6 (enam) bulan dari tanggal produksi yang tertera.

Sebagai tindak lanjut untuk memastikan khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19, di Indonesia akan dilakukan uji klinik di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, dengan melibatkan beberapa Rumah Sakit.

Badan POM RI terus memantau pelaksanaan dan menindaklanjuti hasil penelitian serta melakukan update informasi terkait penggunaan obat Ivermectin untuk pengobatan COVID-19 melalui komunikasi dengan World Health Organization(WHO) dan Badan Otoritas Obat negara lain.

Untuk kehati-hatian, Badan POM RI meminta kepada masyarakat agar tidak membeli obat Ivermectin secara bebas tanpa resep dokter, termasuk membeli melalui platform online.

Indofarma Akan Produksi Massal Ivermectin
Menteri BUMN Erick Thohir menyebut PT Indofarma Tbk (Persero) akan memproduksi produk generik dari Ivermectin 12 mg atau obat terapi Covid-19 secara massal.

Ivermectin merupakan obat minum anti parasit yang secara in vitro memiliki kemampuan anti-virus yang luas dengan cara menghambat replikasi virus SARS-CoV-2.

"Di tengah upaya kita memerangi pandemi Covid-19 yang masih tinggi melalui program vaksinasi, baik
penyuntikan dan mendatangkan ragam jenis vaksin dari berbagai negara, saya apresiasi kemampuan Indofarma yang sudah mendapat izin edar dari BPOM RI untuk produk generik Ivermectin 12 mg dalam kemasan botol isi 20 tablet," ujar Erick dalam keterangannya, Senin (21/6/2021).

Erick mengingatkan, penggunaan Ivermectin harus dilakukan dengan resep, serta pengawasan dokter.

Saat ini, Ivermectin dalam tahap penelitian di Balitbangkes dan bekerjasama dengan beberapa rumah sakit, termasuk di antaranya rumah sakit di bawah Kementerian Pertahanan.

Erick Thohir menyebut Obat anti parasit Ivermectin digunakan terbatas untuk terapi penanganan COVID-19. (Tangkap Layar Kontan dan Tribunnews/Herudin)
Erick Thohir menyebut Obat anti parasit Ivermectin digunakan terbatas untuk terapi penanganan COVID-19. (Tangkap Layar Kontan dan Tribunnews/Herudin) ((Tangkap Layar Kontan dan Tribunnews/Herudin))

Penelitian dilakukan untuk membuktikan Ivermectin dapat digunakan dalam management Covid-19, baik sebagai pencegahan (profilaksis) ataupun pengobatan.

Dengan diperolehnya izin edar BPOM RI bernomor GKL2120943310A1, Indofarma akan memproduksi hingga 4 juta tablet Ivermectin 12 mg per bulan.

Harga obat terapi Covid-19 dinilai sangat terjangkau, yakni Rp 5.000 hingga Rp 7.000 per tablet.

Sebelumnya, PT Indofarma Tbk telah memiliki ragam produk untuk penanggulangan Covid-19.

Untuk kategori obat, Indofarma telah memproduksi dan memperoleh izin edar antara lain Oseltamivir 75 mg kapsul, dan Remdesivir 100 mg injeksi dengan merek Desrem.

(Tribunnews.com/Rina Ayu/Seno Tri Sulistiyono/Anita K Wardhani) (Kompas.com/Galih Pangestu Jati)

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan