Virus Corona
Survei LSI: 76 Persen Masyarakat Tolak Vaksin Berbayar
Mayoritas masyarakat Indonesia menyatakan menolak vaksin berbayar yang sempat diwacanakan pemerintah.
Penulis:
Igman Ibrahim
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mayoritas masyarakat Indonesia menyatakan menolak vaksin berbayar yang sempat diwacanakan pemerintah.
Mereka menuntut adanya vaksin yang disediakan secara cuma-cuma atau gratis.
Hal ini terlihat dalam temuan survei nasional Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang digelar pada 20-25 Juni 2021 lalu.
Adapun masyarakat yang menolak vaksin berbayar sebanyak 76 persen.
Sementara itu, masyarakat yang bersedia untuk membeli vaksin hanya 23,3 persen dan tidak menjawab 0,7 persen.
"Wajarlah kemarin vaksin berbayar sempat ramai, karena publik 76 persen tidak menyetujui untuk membayar vaksin diri mereka masing-masing," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam paparannya, Minggu (18/7/2021).
Ia menuturkan masyarakat yang menjawab bersedia membayar berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas.
Baca juga: Cegah Penularan, Satgas Covid-19 Larang Lansia dan Anak Datang ke Lokasi Pemotongan Hewan Kurban
Sementara itu, masyarakat dengan kelas bawah menolak vaksin berbayar.
"Tingkat kemauan membayar hanya cukup tinggi di kalangan menengah atas, masyarakat kelas bawah dan pendidikan agak rendah tidak bersedia kalau vaksin berbayar. Jadi ini ada kesediaan membayar itu terpola dari berbagai kategori demografi," katanya.
Sebagai catatan, survei LSI menggunakan metode survei simple random sampling dengan margin of eror +/- 2,88 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Adapun sampel dari survei ini berjumlah 1.200 responden.
Baca juga: 4.431 WNI di Luar Negeri Dinyatakan Sembuh Dari Covid-19
Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional. Sebaliknya, survei digelar pada 20-25 Juni 2021 lalu.
Jokowi Batalkan Program Vaksinasi Covid-19 Berbayar
Presiden Joko Widodo (Jokow) memutuskan untuk membatalkan program vaksin Covid-19 berbayar bagi individu yang sebelumnya direncanakan akan disalurkan melalui Kimia Farma.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung seperti yang dikutip Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (16/7/2021).
"Setelah mendapatkan masukan dan juga respons dari masyarakat, Presiden telah memberikan arahan dengan tegas untuk vaksin berbayar yang rencananya disalurkan melalui Kimia Farma semuanya dibatalkan dan dicabut," kata Pramono.
Dengan keputusan tersebut, seluruh vaksinasi akan tetap menggunakan mekanisme seperti yang telah berjalan saat ini yakni gratis bagi seluruh masyarakat.
"Semua vaksin tetap dengan mekanisme yang digratiskan seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden sebelumnya," katanya.
Baca juga: Kaget Dengar Kabar Vaksin Berbayar, Anggota DPR: Pandemi Gini Kok Mau Cari Untung dari Rakyat
Sementara itu, terkait dengan Vaksinasi Gotong Royong, mekanismenya tetap dilakukan melalui perusahaan di mana perusahaan yang akan menanggung seluruh biaya vaksinasi bagi karyawannya.
"Sehingga dengan demikian mekanisme untuk seluruh vaksin, baik itu yang gotong royong maupun yang sekarang mekanisme sudah berjalan digratiskan oleh pemerintah," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Sekretaris Kabinet juga menyampaikan arahan tegas Presiden kepada seluruh jajarannya di kabinet untuk memiliki rasa kepekaan sosial dalam suasana pandemi ini.
"Presiden telah menegaskan bahwa dalam PPKM Darurat ini tentunya sense of crisis seluruh kementerian/lembaga, para pemimpin itu harus ada," ujarnya.
Terkait hal tersebut, Presiden melarang seluruh menteri maupun kepala lembaga untuk bepergian ke luar negeri jika tidak ada hal yang bersifat khusus serta tanpa ada izin dari Presiden.
"Yang boleh bepergian ke luar negeri hanya Menteri Luar Negeri karena memang sesuai dengan bidang tugasnya. Yang lainnya, kalau ada hal yang bersifat khusus harus mendapatkan izin secara langsung dari Bapak Presiden," kata Pramono.
Presiden juga mengimbau kepada kementerian/lembaga untuk proaktif membuat dan memfasilitasi isolasi mandiri (isoman) bagi pegawainya yang terpapar Covid-19.
Pramono memperkirakan setiap kementerian/lembaga atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi 300-500 pasien.
"Untuk itu, dibuat secara baik, dipersiapkan, dan kemudian nanti pemerintah juga bertanggung jawab untuk mempersiapkan seluruh obat-obatan kepada isoman yang akan bergabung itu," pungkasnya.