Rabu, 27 Agustus 2025

Virus Corona

Hasil Riset: 62 Persen Nakes Indonesia Sulit Pertahankan Ibu Menyusui untuk Beri ASI Eksklusif

Satu diantaranya adalah terkait upaya nakes dalam mempertahankan agar ibu menyusui dapat terus memberikan ASI eksklusif bagi bayinya.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
Foto:capture zoom meeting
Peneliti Utama serta Founder & Chairman dari Health Collaborative Center (HCC), Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, dalam paparan webinar bertajuk 'Kesiapan Tenaga Kesehatan Indonesia mensukseskan ASI Selama Pandemi', Rabu (4/8/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Begitu banyak tantangan yang dihadapi para tenaga kesehatan (nakes) Indonesia selama masa pandemi virus corona (Covid-19) yang telah berlangsung lebih dari satu tahun ini.

Satu diantaranya adalah terkait upaya nakes dalam mempertahankan agar ibu menyusui dapat terus memberikan ASI eksklusif bagi bayinya.

Peneliti Utama serta Founder & Chairman dari Health Collaborative Center (HCC), Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, pun melakukan penelitian cross-sectional secara daring.

Hasilnya, ia menemukan fakta bahwa 62 persen tenaga kesehatan yang bertugas di layanan primer Indonesia, kesulitan mempertahankan ibu untuk memberikan ASI eksklusif selama masa pandemi ini.

Ini mengindikasikan bahwa pandemi mempengaruhi kesiapan para nakes dalam melakukan tugasnya.

Mirisnya, kata dia, temuan penelitian ini ternyata 'antiklimaks' dengan momentum 'Pekan ASI Sedunia' yang berlangsung di tengah pandemi, padahal temanya adalah 'Lindungi ASI Tanggungjawab Bersama'.

Tingginya persentase nakes Indonesia yang mengalami kesulitan dalam mempertahankan agar para ibu tetap memberikan ASI eksklusif ini pun didorong sejumlah faktor.

Satu diantaranya yakni tidak tersedianya layanan pemantauan kehamilan dan menyusui (antenatal care) secara daring selama masa pandemi ini.

Baca juga: SYARAT Vaksin Covid-19 bagi Ibu Hamil, Pemberian Vaksinasi Ke-1 pada Trimester Kedua Kehamilan

"Penelitian kami menemukan data bahwa ternyata selama pandemi Covid-19, para tenaga kesehatan terutama di layanan primer mengakui kesulitan mempertahankan ibu untuk menyusui karena tidak tersedianya layanan antenatal care atau pemantauan kehamilan dan menyusui secara daring," ujar Dr. Ray, dalam paparan webinar bertajuk 'Kesiapan Tenaga Kesehatan Indonesia mensukseskan ASI Selama Pandemi', Rabu (4/8/2021).

Sementara hampir 50 persen pasien ibu hamil dan menyusui, memutuskan untuk mengurangi jumlah kunjungan mereka ke fssilitas layanan kesehatan (fasyankes).

Begitu pula Posyandu dan Puskesmas yang mengurangi pelayanan bagi ibu hamil dan menyusui.

"Akibatnya, kesempatan konseling laktasi menjadi terganggu, ini bisa mengakibatkan ibu menyusui gagal ASI eksklusif. Karena penelitian membuktikan peran tenaga kesehatan sangat kritikal dalam keberhasilan menyusui," tegas Dr. Ray.

Dokter yang meraih gelar 'Doktor Ilmu Kedokteran' dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dengan disertasi di bidang laktasi ini pun menyebutkan sejumlah temuan dan analisis statistik penting dari penelitian ini.

Yang pertama adalah 57 persen fasilitas kesehatan layanan primer tidak memiliki pelayanan antenatal care daring atau telemedicine selama pandemi Covid-19.

Sehingga berisiko 1,4 kali lebih besar mengganggu pelayanan laktasi dan kesehatan ibu anak.

"Lalu, 66 persen tenaga kesehatan di layanan primer ini ternyata tidak pernah mendapatkan pelatihan menyusui khusus manajemen laktasi untuk pandemi. Sehingga berisiko 1,2 kali lebih besar risiko ganggu pelayanan laktasi dan kesehatan ibu anak," papar Dr. Ray.

Selanjutnya, 42 persen nakes mengakui tidak ada ketersediaan informasi tentang menyusui yang aman selama masa pandemi di fasilitas kesehatan tempat mereka ditugaskan.

Kemudian, 64 persen fasilitas kesehatan primer tidak memiliki fasilitas menyusui khusus pasien Covid-19.

Statistik ini, kata dia, menunjukkan betapa besar pengaruh layanan antenatal care selama masa pandemi.

Selain itu, pelatihan dan sosialisasi mendasar untuk para dokter, bidan praktik mandiri maupun nakes di Puskesmas dan rumah sakit tingkat terkait proses menyusui pun sangat berpengaruh.

"Sehingga, bila aspek fasilitas antenatal care dan pelatihan terhadap tenaga kesehatan selama pandemi terlewatkan, maka konsekuensinya adalah ancaman turunnya angka ASI eksklusif Indonesia, dan ini adalah potensi risiko kesehatan jangka panjang," tegas Dr. Ray.

Perlu diketahui, penelitian mengenai kesiapan nakes dan fasilitas kesehatan dalam proses menyusui ini dilakukan oleh tim Dr. Ray Wagiu Basrowi bersama Dr. Levina Chandra Khoe, MPH dan Qisty melalui survey daring.

Survey daring ini dilakukan selama periode Februari hingga Mei 2021 dengan melibatkan sebanyak 1004 nakes.

Mayoritas nakes yang berpartisipasi merupakan bidan dan dokter umum.

Lalu 45 persen diantaranya adalah nakes layanan primer yang bekerja di Puskesmas, sedangkan 17 persen bidan praktik mandiri yang bertugas di 22 provinsi di Indonesia.

Rekomendasi pun kemudian diberikan tim peneliti HCC terkait hasil penelitian ini.

Terkait praktik Konsultasi Pemberian ASI Eksklusif selama masa pandemi Covid-19, kompilasi deskriptif penelitian ini menyimpulkan bahwa penting untuk melakukan sistem penjadwalan kunjungan yang sebelumnya telah disepakati dengan ibu menyusui.

Lalu opsi lainnya adalah konsultasi bisa dilakukan melalui kunjungan rumah atau konseling daring seperti Whatsapp, SMS dan telepon.

Begitu pula nakes bisa memberikan saran inovasi antenatal care serta konseling menyusui selama masa pandemi.

Ini bisa diperoleh dari respons para nakes melalui penyediaan fasilitas telemedicine atau konsultasi daring yang mudah digunakan dan gratis, Posyandu secara daring, kelas ibu menyusui secara daring, hingga pengawasan ibu hamil dan menyusui berbasis daring.

Semua bisa dilakukan melalui instrumen seperti penggunaan aplikasi ponsel maupun kalender online.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan