Virus Corona
Abaikan Seruan WHO, Jerman, Prancis dan Israel Tetap Berencana Gunakan Vaksin Booster
Jerman, Prancis dan Israel akan tetap melanjutkan rencana mereka untuk memberikan vaksin tambahan (booster).
Penulis:
Fitri Wulandari
Editor:
Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Jerman, Prancis dan Israel akan tetap melanjutkan rencana mereka untuk memberikan vaksin tambahan (booster) virus corona (Covid-19) dan mengabaikan seruan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Sebelumnya, WHO meminta negara besar atau maju untuk menunda pemberian booster hingga lebih banyak orang di seluruh dunia mendapatkan vaksinasi.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (6/8/2021), keputusan untuk tetap memberikan booster ini tentunya merupakan hal yang sangat kontroversial.
Baca juga: Vaksinolog : Booster Tak Bermanfaat Jika Orang di Sekitarnya Belum Divaksin
Terlepas dari pernyataan terkuat WHO yang menentang rencana booster di negara maju, hal yang paling disorot adalah tingginya ketidakadilan dalam upaya penanganan pandemi, saat negara-negara kaya meningkatkan program vaksinasinya untuk melindungi warga mereka dari varian Delta yang lebih menular.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa negaranya sedang berupaya untuk meluncurkan vaksinasi booster mulai September mendatang untuk kelompok orang tua dan mereka yang rentan terinfeksi Covid-19.
Begitu pula Jerman yang berencana memberikan booster kepada pasien dengan kondisi gangguan sistem imun tubuh (immunocompromised), kelompok lanjut usia (lansia) serta penghuni panti jompo mulai September mendatang.
Seperti yang disampaikan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) negara itu.

Kemudian Perdana Menteri (PM) Israel Naftali Bennett mendesak warganya yang termasuk dalam kategori lanjut usia (lansia) untuk mendapatkan booster, setelah pemerintah negeri zionis tersebut memulai kampanye pemberian dosis booster pada bulan lalu.
"Siapapun yang berusia di atas 60 tahun, dan belum menerima dosis ketiga, dia enam kali lebih rentan terhadap gejala parah Covid-19," kata Bennett dalam sebuah pernyataan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Rabu lalu menyerukan penghentian penggunaan vaksin booster hingga setidaknya akhir September mendatang.
"Tidak dapat diterima jika negara-negara kaya yang telah menggunakan sebagian besar vaksin untuk warganya, kembali menggunakan lebih banyak pasokan vaksin global," kata Tedros.

Tingkat Ketimpangan
Menurut WHO, negara-negara berpenghasilan tinggi telah memberikan sekitar 50 dosis untuk setiap 100 warganya pada Mei lalu, dan jumlah itu kemudian meningkat dua kali lipat.
Mirisnya, negara-negara berpenghasilan rendah hanya mampu memberikan 1,5 dosis untuk setiap 100 warganya, karena kurangnya pasokan.
Kementerian Kesehatan Jerman pun menolak tuduhan itu dan mengatakan pihaknya juga akan menyumbangkan setidaknya 30 juta dosis vaksin ke negara-negara miskin.
"Kami ingin memberikan vaksinasi booster pada kelompok rentan di Jerman dan pada saat yang sama juga mendukung vaksinasi sebanyak mungkin orang di dunia," kata kementerian itu.
Menanggapi pernyataan Tedros, Amerika Serikat (AS) mengatakan pada hari Rabu lalu bahwa negara itu siap untuk memberikan vaksin booster jika diperlukan.
Ini mengindikasikan bahwa AS juga tidak akan mendengarkan seruan WHO.
Sementara itu, raksasa farmasi AS, Pfizer mengatakan pemberian booster kemungkinan besar diperlukan karena berkurangnya respons antibodi, terutama setelah enam bulan pemberian vaksin.
Di sisi lain, regulator kesehatan AS menyampaikan bahwa diperlukan lebih banyak bukti ilmiah untuk memastikan booster tertentu memang benar-benar diperlukan.
Namun pernyataan ini juga telah mengindikasikan bahwa regulator kesehatan AS meyakini booster mungkin diperlukan untuk diberikan kepada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (immunocompromised).
Pemerintahan Macron saat ini sedang mencoba untuk meningkatkan program vaksinasinya, saat negara itu menghadapi gelombang keempat Covid-19 dan aksi protes warganya terhadap kebijakan pemerintah terkait penanganan virus ini.
Perlu diketahui, Prancis dan Jerman sejauh ini telah memberikan setidaknya satu dosis vaksin kepada 64,5 persen dan 62 persen dari masing-masing populasi, dengan 49 persen warga Prancis dan 53 persen warga Jerman telah divaksinasi secara penuh.