Virus Corona
Indikator Kematian Covid-19 Dihapus, Guru Besar FKUI: Jika Data Tak Baik Segera Perbaiki
Tjandra Yoga Aditama mengatakan, indikator angka kematian diperlukan dalam penilaian situasi epidemiologi.
Penulis:
Rina Ayu Panca Rini
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Direktur Badan Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama mengatakan, indikator angka kematian diperlukan dalam penilaian situasi epidemiologi.
"Kalau data yang tersedia dianggap tidak baik maka datanya yang harus diperbaiki," ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (11/8/2021).
Ia menuturkan, angka kematian menjadi amat penting.
Di negara lain dan untuk berbagai penyakit, data kematian merupakan indikator epidemiologik utama.
"Apabila angka kematian kita (Indonesia) adalah tinggi," imbuhnya.
Misalnya saja pada waktu India sedang tinggi-tingginya kasus, jumlah kematian paling tinggi sekitar 5 ribu sehari.
Baca juga: Luhut Hapus Angka Kematian Covid-19, Epidemiolog Sebut Berbahaya: Bisa Salah Strategi dan Ekspektasi
Penduduk India 4 kali Indonesia.
"Jadi kalau jumlah kematian pada 10 Agustus adalah 2 ribu orang maka kalau dikali 4 angkanya menjadi 8 ribu," ungkap guru besar FKUI ini.
Kemudian, pada waktu awal PPKM Darurat tanggal 3 Juli jumlah yang meninggal sehari adalah 491 orang, dan angka 10 Agustus adalah 4 kali angka dari hari pertama awal PPKM darurat.
Baca juga: Tuai Kritikan, Pemerintah Beberkan Alasan Hapus Angka Kematian dari Indikator Penanganan Covid-19
"Indikator angka kematian per 100 ribu penduduk per minggu merupakan salah satu variabel dalam penentuan level 4, 3, dan seterusnya yang sekarang dipakai, sesuai SK Menkes," jelas Prof Tjandra.