Senin, 25 Agustus 2025

Virus Corona

Tingkat Keparahan Varian Omicron Dibandingkan Mutasi Lain Masih Belum Diketahui, Tetap Jaga Prokes

Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19, dr. Reisa Broto Asmoro mengungkapkan tentang varian baru yaitu Omicron.

AFP
Awak pesawat Qantas tiba di Bandara Tullamarine Melbourne pada 29 November 2021 saat Australia mencatat kasus pertama varian Omicron dari Covid-19.Tingkat Keparahan Varian Omicron Dibandingkan Mutasi Lain Masih Belum Diketahui, Tetap Jaga Prokes 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19, dr. Reisa Broto Asmoro mengungkapkan tentang varian baru yaitu Omicron.

Pada Minggu (28/11/2021) WHO mengeluarkan pernyataan jika belum ada kejelasan apakah Omicron lebih menular atau menyebabkan penyakit lebih parah dibandingkan varian lainnya.

Baca juga: Muncul Omicron, Mutasi Baru Covid-19, Benarkah Lebih Menular dari Delta? Ini Ulasan Pakar dan WHO

Baca juga: Penjelasan Kemenkes soal Covid-19 Varian Omicron, dari Tingkat Keparahan hingga Kemanjuran Vaksin

"Ahli epidomolig Afrika Selatan belum cukup data yang dikumpulkan untuk menentukan implikasi klinis Omicron dengan varian lain," ungkapnya pada konferensi pers virtual.

Reisa mengunakan jika para ahli akan menyediakan informasi yang cukup banyak dalam beberapa hari atau beberapa minggu mendatang.

Ilustrasi virus corona
Ilustrasi virus corona (Freepik)

Sambil menunggu para peneliti dunia dalam mempelajari mutasi Omicron WHO menyarankan kepada seluruh warga untuk melindungi diri. Dan juga keluarga dan orang- orang tercinta.

Caranya dengan memutus penyebaran Covid-19. Caranya menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan, tidak berkerumun dan membatasi mobilitas dengan selektif bepergian.

Polisi saat menggelar operasi yustisi protokol kesehatan ke sejumlah hotel di Pangandaran. Ada tiga hotel yang dikenai sanksi tipiring.
Polisi saat menggelar operasi yustisi protokol kesehatan ke sejumlah hotel di Pangandaran. Ada tiga hotel yang dikenai sanksi tipiring. (Dok Polres Ciamis)

"Dan jangan lupa ada tambahan nih. Perhatikan ventilasi dalam ruangan. Sanitasi dan kebersihan harus dijaga. Jangan memaksakan untuk keluar rumah apa bila anda merasa sakit," katanya lagi.

Pastikan tetap di rumah dan segera lakukan tes.

Apa bila hasil positif, namun gejala ringan segera lakukan isolasi mandiri secara benar yang akan mempercepat penyembuhan.

Benarkah Lebih Ringan Dari Varian Delta?
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin tidak memungkiri bahwa perhatian dunia, termasuk Indonesia kini berfokus pada varian baru virus corona (Covid-19) 'omicron'.

Varian yang kali pertama diidentifikasi di Afrika Selatan ini dianggap sebagai varian yang berbahaya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun memasukkan varian ini ke dalam kategori varian yang menjadi perhatian atau Variant of Concern (VoC), meskipun saat ini penelitian masih dilakukan terhadap omicron.

Budi Gunadi menjelaskan bahwa varian ini diduga lebih cepat menular dan menurunkan antibodi dari infeksi maupun vaksinasi.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam Evaluasi PPKM, Senin (15/11/2021)
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam Evaluasi PPKM, Senin (15/11/2021) (Tangkap Layar Youtube Sekretariat Presiden)

"Nah sekarang keluar omicron ini, kenapa cepat sekali dikategorikan sebagai varian berbahaya? jadi (diduga) lebih cepat transmisinya atau meningkatkan keparahan atau dia bisa mengelak imunisasi yang ada," ujar Budi Gunadi, dalam Podcast 'BGS: Kapan Covid-19 Berakhir?', Rabu (1/12/2021).

Ia menyampaikan bahwa varian baru ini hampir bisa dipastikan memiliki sifat penularan yang lebih cepat dibandingkan varian sebelumnya, termasuk delta.

Ilustrasi Covid-19  Varian Delta
Ilustrasi Covid-19 Varian Delta (shutterstock)

Selain itu juga berpotensi kebal terhadap vaksin Covid-19 yang ada saat ini.

"Nah si omicron ini, dia sudah hampir pasti ya, kemungkinan besar dia transmisinya lebih cepat. Kemungkinan besar dia bisa mengelak dari imunitas vaksinasi yang ada sekarang," jelas Budi Gunadi.

Kendati demikian, terkait tingkat keparahannya, Budi Gunadi menyebut ada kemungkinan varian omicron ini hanya menimbulkan gejala yang lebih ringan dibandingkan varian delta.

"Nah cuma kemungkinan besar dia juga tidak lebih parah, atau (bersifat) lebih ringan dari delta," pungkas Budi Gunadi.

Tangkal Omicron, Perlukah Vaksin Booster Disegerakan?

Pemerintah belum akan pemberian vaksin booster Covid-19 di tengah kemunculan varian baru Omicron.

Hal itu disampaikan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi dalam kegiatan virtual KCPEN, Rabu (1/12/2021).

Ia mengatakan, fokus pemerintah kini menyelesaikan target vaksinasi Covid-19 dosis lengkap kepada 208,5 juta sasaran.

"Untuk vaksinasi booster itu sampai saat ini belum diperlukan, yang paling penting adalah seluruh sasaran vaksinasi itu mendapatkan vaksinasi dosis lengkap," ujar Nadia.

Petugas medis saat menyuntikkan vaksin Covid-19 ketiga atau vaksin booster kepada tenaga kesehatan di Puskesmas Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Senin (9/8/2021). Penyuntikan dosis ketiga itu dimaksudkan untuk memberikan proteksi tambahan kepada petugas kesehatan, terutama bagi yang merawat pasien Covid-19.?Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan?booster? vaksin untuk tenaga kesehatan (nakes) ditargetkan selesai pada minggu kedua Agustus 2021 dengan jumlah nakes yang menjadi prioritas penerima vaksin sebanyak 1.468.764 orang. Tribunnews/Jeprima
Petugas medis saat menyuntikkan vaksin Covid-19 ketiga atau vaksin booster kepada tenaga kesehatan di Puskesmas Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Senin (9/8/2021). Penyuntikan dosis ketiga itu dimaksudkan untuk memberikan proteksi tambahan kepada petugas kesehatan, terutama bagi yang merawat pasien Covid-19.?Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan?booster? vaksin untuk tenaga kesehatan (nakes) ditargetkan selesai pada minggu kedua Agustus 2021 dengan jumlah nakes yang menjadi prioritas penerima vaksin sebanyak 1.468.764 orang. Tribunnews/Jeprima (TRIBUNNEWS/Jeprima)

Berkaca dari negara-negara yang memiliki cakupan vaksinasi di atas 56 persen, gelombang ketiga bisa terjadi.

Pasalnya, masih menyisakan kelompok sasaran yang belum mendapatkan vaksinasim

"Itulah yang menjadi celah atau peluang daripada virus tadi menularkan dan berkembang di dalam masyarakat. Maka menjadi penting saat ini kita menyegerakan saudara-saudara kita yang belum mendapatkan vaksinasi. Supaya tidak ada celah lagi untuk virus tadi untuk berkembang dan kemudian malah menyesuaikan diri dan menghasilkan varian baru," jelas Nadia.

Hal senada juga diungkap Dokter Spesialis Penyakit Dalam / Vaksinolog dr. Dirga Sakti.

Menurut Dirga, pemberian vaksinasi booster berdasarkan panduan WHO memerlukan sejumlah pertimbangan

Pertama, cakupan vaksinasi secara nasional.

"Sekarang cakupan kita masih perlu ditingkatkan, itu yang kita kejar. Enggak ada gunanya satu orang disuntik 3 kali 4 kali tapi kemudian masih banyak orang yang belum vaksinasi," kata dia.

Kedua, melihat situasi di lapangan yakni ketersediaan vaksin.

Meski demikian ia menegaskan, prinsip secara medis vaksinasi booster pada kondisi tertentu misalkan pada populasi yang rentan contohnya lansia maupun pada orang dengan kondisi kekebalan rendah, masih terus dipertimbangkan pemerintah dan para ahli.

"Kita sebagai masyarakat kita menunggu saja, kalau sekarang belum di rekomendasikan maka kita pakai masker, kita lebih disiplin lagi," imbuh dokter Dirga.

--

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan