Gempa Bumi Jepang
WNI di Kumamoto Jepang Dalam Kondisi Baik Meski Masih Stres dan Trauma
Wilayah Mashiki terkena dampak paling parah, namun telah dipastikan tidak ada WNI yang tinggal di wilayah tersebut.
Editor:
Dewi Agustina
KBRI Tokyo Pastikan Tak Ada WNI Tewas
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Penanganan korban gempa bumi di Kumamoto dan Beppu oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) TOkyo dilakukan dengan komprehensif meliputi semua warga Indonesia yang ada di daerah Kyushu tersebut.
"Kita memang sangat serius menangani hal ini prioritas penyelamatan warga Indonesia yang ada di Kumamoto dan Beppu," kata Ricky Suhendar, Atase Penerangan KBRI khusus kepada Tribunnews.com, Senin (18/4/2016).
KBRI menyampaikan beberapa langkah yang telah dilakukan sehubungan gempa bumi yang melanda Kumamoto.
Gempa bumi besar pada skala 6,4 telah terjadi di Prefektur Kumamoto (1.200 km dari Tokyo) dan wilayah sekitarnya pada hari Kamis, 14 April 2016 pukul 21.26 waktu setempat.
Gempa dalam skala kecil terus berlangsung sejak itu, dan pada Sabtu, 16 April 2016, pukul 01.27 dini hari terjadi gempa yang lebih besar, pada skala 7,4.
Gempa tersebut menyebabkan 28 orang meninggal dunia dan ribuan lainnya terluka.
Wilayah Mashiki terkena dampak paling parah, namun telah dipastikan tidak ada WNI yang tinggal di wilayah tersebut.
WNI di Kumamoto, yang jumlahnya sekitar 200 orang (termasuk 60 mahasiswa dan 46 pemagang) terpaksa harus mengungsi di tempat-tempat evakuasi yang aman, seperti di Universitas Kumamoto, sekolah-sekolah, masjid Kumamoto, balai kota atau tempat-tempat terbuka dekat rumah/apartemen.
Warga yang mengungsi sejak Kamis malam (14 April 2016) mulai pulang kembali ke rumah masing-masing pada Jumat siang (15 April 2016).
Namun gempa kedua yang lebih besar mengharuskan warga untuk kembali berlindung di tempat-tempat evakuasi (shelter penampungan) dan sampai saat ini belum dapat dipastikan kapan dapat kembali ke kediaman/rumah/apartemen masing-masing.
KBRI Tokyo terus memantau dan berkomunikasi dengan warga di Kumamoto sejak awal terjadinya gempa.
Pada Sabtu pagi (16 April 2016) Tim Bantuan KBRI Tokyo diberangkatkan dengan membawa bahan makanan, minuman, obat-obatan serta keperluan-keperluan darurat lainnya.
Tim Bantuan KBRI Tokyo merupakan tim pertama yang tiba di lokasi bencana Kumamoto dibanding negara-negara ASEAN lainnya.
Tim mengunjungi tujuh titik evakuasi warga Indonesia, yang terbanyak adalah di Universitas Kumamoto, 83 orang termasuk 24 anak-anak.
Dilaporkan ada dua orang mahasiswa yang terluka karena tertimpa lemari dan tersangkut sepeda pada saat evakuasi kedua.
Keduanya sudah mendapat perawatan medis. Satu orang warga melaporkan rumahnya rusak berat namun yang bersangkutan sudah berada di tempat evakuasi.
Rumah/apartemen warga banyak yang rusak mengingat gempa yang cukup besar.
Keadaan warga di lokasi evakuasi, khususnya di Universitas Kumamoto, secara umum baik dan aman.
Namun mengingat ketidakmenentuan kapan gempa akan berakhir dan dinyatakan aman untuk kembali ke rumah serta pembatasan air, makanan, air minum dan sebagainya, banyak warga yang stres dan trauma.
Terlebih ada anak-anak yang memerlukan perhatian lebih.
Mengingat fasilitas logistik umum di Kumamoto masih belum berjalan normal, KBRI Tokyo akan kembali mengirim Tim KBRI (Tahap 2) untuk kembali memberikan bantuan dan dukungan kepada WNI sampai situasi dapat kembali ke keadaan yang relatif lebih aman dan stabil.
Sementara pada hari Minggu (17 April 2016) Tim Bantuan KBRI Tokyo juga bergerak menuju Beppu (130 km dari Kumamoto), Prefektur Oita, untuk memberikan bantuan kepada warga dan mahasiswa Indonesia di Asia Pacific University(APU) yang jumlahnya sekitar 350 orang.
Berdasarkan komunikasi dengan Ketua PPI Beppu, kondisi di Beppu relatif lebih baik dibanding Kumamoto karena skala gempa hanya 3 sampai 5 skala richter.
Namun demikian, terjadi penipisan bahan makanan dan minuman di toko-toko karena diborong (panic buying) untuk menyimpan persediaan apabila terjadi gempa yang lebih besar.
Mahasiswa APU, termasuk dari Indonesia, harus mengungsi di titik evakuasi sekolah-sekolah yang ada di sekitar universitas.
Pada hari Minggu pagi, 17 April 2016, mahasiswa sudah diperbolehkan untuk kembali ke dormitory (asrama) masing-masing.
Keadaan mahasiswa Indonesia di APU pada umumnya baik, namun banyak yang shock, stres dan cemas akan terjadinya lanjutan gempa yang besar.
Pemantauan sampai dengan hari Senin, 18 April 2016, di Beppu, adalah bahwa sarana publikseperti air dan listrik tetap menyala, toko-toko tetap buka secara normal, dan Pemerintah setempat sudah membuka kembali sekolah untuk belajar mengajar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa situasi di Beppu sudah kembali normal dan tidak dalam keadaan darurat.
Dalam penanganan kondisi darurat gempa di Kumamoto dan sekitarnya, KBRI Tokyo melakukan koordinasi yang erat dengan Kemlu Jepang, Pemerintah Kota setempat, Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) dan tokoh masyarakat Indonesia.
Informasi penting pada kondisi darurat ditampilkan pada akun twitter@kbritokyo dan diharapkan dapat dipantau oleh warga dan keluarga masyarakat.
HotlineKBRI Tokyo selalu aktif dan merespon apabila terdapat panggilan dari warga.
Dari hasil pemantauan selama 5 hari terakhir, secara umum warga Indonesia dalam kondisi yang baik, masih memerlukan bantuan dan perhatian dari semua pihak.
Penggalangan KBRI Tokyo kepada tokoh WNI, organisasi mahasiswa dan organisasi kemasyarakatan telah membawa hasil yang baik dimana WNI saling bahu membahu dan saling menolong sehingga diharapkan semua keperluan darurat dapat tercukupi.
Kondisi psikis WNI seperti panik, ketakutan dan trauma sedapat mungkin dibantu dengan penjelasan lisan, penjelasan via hotline dan tampilan berita di twitter.
KBRI Tokyo akan terus berupaya maksimal dalam membantu warga Indonesia yang terkena dampak bencana gempa.