Minggu, 12 Oktober 2025

Kudeta di Turki

Siapakah Fethullah Gulen, Sekutu Erdogan yang Akhirnya Jadi Musuh

Gulen masih merupakan karib sekaligus sekutu Erdogan, yang saat itu masih menjabat perdana menteri

Editor: Hendra Gunawan
AP
Fethullah Gulen, ulama moderat Turki yang kini mengasingkan diri ke AS dan tinggal di Saylorsburg, Pennsylvania. 

Di masa-masa itu, Gulen juga bertemu dengan sejumlah politisi seperti Tansu Ciller (PM Turki 1993-1996) dan Bulent Ecevint (PM Turki 1999-2002), tapi dia menghindari pertemuan dengan para politisi berhaluan Islam.

Toh, Gullen harus meninggalkan Turki karena dianggap berupaya mendirikan negara Islam. Pada 1999 dia pergi ke AS dengan alasan untuk menjalani perawatan medis.

Banyak kalangan, langkah Gulen itu merupakan antisipasi upaya pemerintah menyeretnya ke pengadilan karena sejumlah pernyataan yang dianggap mendukung pendirian sebuah negara Islam.

Pada Juni 1999, setelah Gulen meninggalkan Turki, rekaman video dikirim ke sejumlah stasiun televisi yang isinya adalah salah satu pernyataan Gulen.

"Sistem yang ada saat ini masih berkuasa. Kawan-kawan kita yang memiliki kedudukan di badan legistlatif dan pemerintahan harus mempelajari sistem ini dan tetap siap setiap saat sehingga mereka bisa mengubah sistem ini agar lebih bermanfaat bagi Islam demi melaksanakan restorasi menyeluruh," kata Gulen dalam video itu.

"Namun, mereka harus menanti hingga kondisi benar-benar memungkinkan. Dalam kata lain, mereka jangan muncul terlalu cepat," tambah Gulen.

Gulen mengklaim, pernyataannya diartikan salah dan para pendukungnya mempertanyakan keaslian rekaman video tersebut yang disebut telah dimanipulasi.

Pemerintah Turki mengadili Gulen secara in absentia pada 2000, tetapi PM Erdogan dan partai Pembangunan dan Keadilan (AKP) yang baru berkuasa membebaskan Gulen dari hukuman pada 2008.

Dan terbukti, saat itu, Gulen dan ribuan pengikutnya di Turki sangat bermanfaat bagi Erdogan sebelum menjadi musuh pemerintah Turki.

Beberapa pandangan Gulen

Gulen dikenal sebagai pengkritik sekularisme Turki. Namun, secara umum Gulen menganggap sekularisme yang tidak anti-terhadap agama dan memberi kebebasan seseorang untuk memeluk agama atau kepercayaan sejalan dengan ajaran Islam.

Menurut Gulen, di negeri-negeri demokratis dan sekuler justru 95 persen prinsi-prinsip ajaran Islam dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, kata Gulen, tak ada manfaatnya untuk memperjuangkan sisa yang hanya lima persen itu.

Gulen juga dikenal sangat mendukung upaya pemerintah Turki menjadi anggota Uni Eropa. Dia berulang kali mengatakan Uni Eropa dan Turki tak memiliki masalah untuk dikhawatirkan tetap justru banyak hal yang bisa diraih bersama.

Gulen juga dikenal sangat mengecam terorisme dan kekerasan terhadap warga sipil karena hal-hal semacam itu tak mendapatkan tempat di dalam Islam.

Dia menulis artikel di harian Washington Post sehari setelah tragedi 11 September di New York yang menewaskan ribuan orang.

Sumber: Kompas.com
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved