Tiongkok Tak Izinkan Wilayahnya Jadi Sengketa, Termasuk Laut Cina Selatan
Hal itu dikatakan Presiden Tiongkok Xi Jinping telah mengatakan kepada Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) James Mattis selama pertemuan mereka.
Penulis:
Fitri Wulandari
Editor:
Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Presiden Tiongkok Xi Jinping telah mengatakan kepada Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) James Mattis selama pertemuan mereka. Negaranya tidak akan membiarkan sedikitpun wilayah seperti Laut Cina Selatan dan Taiwan 'disengketakan'.
"Sikap kami tegas dan jelas saat menyinggung kedaulatan Tiongkok dan integritas teritorial," kata Xi, menurut kantor berita Tiongkok, Xinhua.
"Setiap inci wilayah yang diwariskan dari leluhur, tidak bisa dihilangkan, sementara itu kita juga tidak menginginkan apapun dari orang lain," tambah Xi.
Dikutip dari laman Al Jazeera, Kamis (28/6/2018), dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok telah meningkatkan kehadirannya di Laut Cina Selatan yang kini disengketakan.
Negara itu mengklaim mayoritas wilayah tersebut dan membangun beberapa pangkalan militer di kawasan itu.
Mattis bertemu dengan Xi selama kunjungannya ke negeri tirai bambu itu, dimana keduanya menyerukan untuk memperkuat hubungan antara negara-negara, termasuk peningkatan hubungan militer.
Dalam pertemuan itu, Xi menyebut hubungan antara Tiongkok dan AS sebagai salah satu hubungan bilateral paling penting di dunia.
Ia menambahkan bahwa hubungan yang baik antara kedua negara itu bisa berimbas pada perdamaian dunia dan regional.
Sengketa di Laut Cina Selatan telah menyebabkan meningkatnya ketegangan antara Tiongkok dan AS dalam beberapa tahun terakhir.
Tiongkok telah dibentrokkan dengan tetangganya yang memiliki kekuatan lebih kecil dalam berbagai perselisihan di Laut Cina Selatan.
Bentrok itu terjadi di atas pulau-pulau, terumbu karang, serta laguna di perairan yang penting bagi perdagangan global, kaya sumber daya laut, cadangan minyak dan gas yang potensial.
Negara itu mulai membangun struktur militer di pulau-pulau yang disengketakan.
Hal itu membuat banyak negara di Asia Tenggara cemas dengan langkah yang diambil Tiongkok.
Negara-negara itu termasuk Filipina, Malaysia, Taiwan, Vietnam dan tentunya Indonesia.
Awal bulan ini, Mattis menuding Tiongkok melakukan intimidasi di Laut Cina Selatan.
Ia mengatakan militerisasi Tiongkok di pulau buatan manusia di daerah itu sangat kontras dengan keterbukaan strategi AS.
Mattis pun mempertanyakan tujuan lebih lanjut Tiongkok terkait langkah-langkah yang selama ini diambil di Laut Cina Selatan.
Komentar tersebut muncul ditengah serangkaian peristiwa yang terkait dengan ketegangan antara dua negara yang memiliki pengaruh ekonomi terbesar di dunia, yang tengah memperebutkan Laut Cina selatan itu.
Sementara akhir bulan lalu, Tiongkok memprotes apa yang disebutnya sebagai provokasi, setelah kapal perang AS mendekat dalam jarak 12 mil laut atau sekitar 22 km dari Kepulauan Paracel yang disengketakan, diantara serangkaian pulau, terumbu karang yang menjadi tempat perselisihan teritorial Tiongkok dengan negara tetangganya.
Kemudian awal pekan inj, AS menarik undangannya ke Tiongkok untuk berpartisipasi dalam latihan maritim multinasional terbesar dunia, RIMPAC.
Hal itu dilakukan sebagai tanggapan awal terhadap militerisasi lanjutan Tiongkok di wilayah tersebut.
Taiwan, wilayah lain yang diperebutkan Xi yang disebutkan dalam pernyataannya, dianggap sebagai provinsi yang memberontak dan subjeknya sensitif bagi Tiongkok.
Pada 1979 silam, AS mengadopsi kebijakan 'satu Tiongkok' di bawah Presiden Jimmy Carter dan menggeser pengakuan diplomatik Tiongkok dari pemerintahan Taiwan.
Di bawah kebijakan itu, AS mengakui Tiongkok sebagai negara yang mewakili Tiongkok itu sendiri, namun tetap mempertahankan hubungan tidak resminya dengan Taiwan.
Perlu diketahui, AS merupakan sekutu politik dan pemasok senjata utama paling penting bagi Taiwan, meskipun kedua negara itu secara formal tidak memiliki hubungan diplomatik.(*)