Kantor PM Jepang Melanggar Pedoman Keharusan Pembuatan Notulensi Rapat
Pembuatan notulensi pertemuan PM Jepang dengan para pejabat atau tamu yang bertemu dengan PM Jepang harus dibuat agar bisa menjadi catatan sejarah
Editor:
Johnson Simanjuntak
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Seorang pengacara senior kawakan Jepang yang juga pensiunan pejabat Kantor PM Jepang, Hiroshi Miyake (66) kepada Tribunnews.com khusus menyatakan bahwa kantor PM Jepang saat ini melanggar Pedoman (guidelines) yang seharusnya dilakukan melakukan pencatatan (notulensi) setiap kali ada kunjungan pejabat kementerian atau pejabat tinggi lain atau tamu khusus menghadap PM Jepang.
"Saat ini tidak ada notulensi yang dilakukan kantor PM Jepang, padahal itu sangat penting. Artinya kantor PM Jepang kini melanggar UUD khususnya Artikel 4 yang menuliskan perlunya pencatatan dan pengarsipan organ administratif termasuk kantor PM Jepang agar dapat mengambil keputusan negara dengan baik," papar Miyake kepada Tribunnews.com Selasa ini (20/8/2019).
Pembuatan notulensi pertemuan PM Jepang dengan para pejabat atau tamu yang bertemu dengan PM Jepang harus dibuat agar bisa menjadi catatan sejarah dengan baik di kantor PM Jepang dan hal itu dituliskan di dalam Guidelines yang dibuat berdasarkan Artikel Pasal 4 tersebut, tekannya lagi.
"Dengan demikian yang dilakukan kantor PM Jepang saat ini sebenarnya telah melakukan pelanggaran hukum dan harus dibenarkan segera," tekannya lagi.
Apalagi PM Jepang Shinzo Abe merupakan PM Jepang paling terkenal dan paling panjang kekuasaannya saat ini, jadi semua pertemuan harus bisa dicatatkan dan disimpan dengan baik.
"Saat saya bekerja di Kantor PM Jepang saya kira sudah ada catatan notulensi tersebut, ternyata belakangan setelah muncul kasus Moritomo Gakuen baru sadar kalau catatan itu ternyata tidak ada. Itulah akhirnya kemudian muncul kasus notulensi kementerian keuangan yang diubah-ubah setelah konsultasi dengan kantor PM Jepang," lanjutnya.
Tak lama kemudian Miyake pensiun, berhenti bekerja dari kantor PM Jepang saat berusia 64 tahun atau benhenti per 31 Maret 2018.
"Kalau tak ada catatan semua pertemuan PM Jepang kan susah kita di masa depan tak tahu apa yang terjadi di sana, bagaimana mengambil keputusan lebih lanjut."
Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga sendiri pernah menyampaikan mengenai masalah Guidelines tersebut tanggal 3 Juni 2019.
"Tidak ada notulensi di Kantor PM Jepang sama sekali tidak melanggar Guidelines," tekan Suga dalam jumpa persnya.
Hal itu menurut Miyake jelas bertentangan dengan hukum dan ketentuan yang ada mengacu kepada artikel Pasal 4 UUD Jepang.
"Jelas tidak benar yang disampaikan Sekretaris Kabinet tersebut. Tidak ada notulensi artinya melanggar ketentuan hukum yang ada di Jepang."
Miyake sangat berharap hal tersebut diluruskan agar kantor PM Jepang membuat notulensi setiap pertemuan yang dilakukan PM Jepang dengan siapa pun sebagai bagian dari arsip nasional.
Memang diakuinya menjadi agak menambah kesibukan, tetapi harus dijalankan karena sudah diputuskan oleh UUD pasal 4 tersebut, tekannya berulang kali.
Apakah PM Jepang harus mundur dengan pelanggaran hukum tersebut, tanya Tribunnews.com kepadanya.
"Yang saya minta hanya agar dibuatkan Notulensi setiap pertemuan PM Jepang dengan siapa pun agar dapat diarsip jadi catatan sejarah yang penting, apalagi PM Abe orang besar, populer dan paling panjang kuasanya hingga kini," tekannya lagi.