Sekretaris Kabinet Jepang Bantah Ada Pengumpulan Dana Khusus untuk Korea Selatan
Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshihide Suga (70) membantah keras adanya upaya mengumpulkan dana khusus untuk Korea Selatan.
Editor:
Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshihide Suga (70) membantah keras adanya upaya kedua negara, Jepang dan Korea mengumpulkan dana khusus untuk Korea Selatan terkait tuntutan pengadilan di Korea Selatan terhadap perusahaan-perusahaan Jepang dan jugun ianfu (wanita korban perang dunia kedua).
"Tidak benar itu. Tidak ada pengumpulan dana dari Jepang, atau tidak ada proposal kerja sama pengumpulan uang untuk masalah kedua negara," kata Yoshihide Suga dalam jumpa pers, Selasa (29/10/2019).
Setelah pertemuan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dengan pimpinan Korea Sealatan yang datang terkait penobatan Kaisar Baru Naruhito 22 Oktober lalu, muncul rumor kuat di Jepang bahwa kedua negara sepakat mengumpulkan uang kerja sama untuk menyelesaikan kasus keputusan mahkamah agung Korea Selatan yang meminta beberapa perusahaan Jepang melakukan ganti rugi terhadap mantan pekerja, orang Korea saat Perang Dunia II.
Baca: Konsep Hak Veto Menko karena Banyak Fungsi Kementerian Tumpang Tindih
Baca: Tips Cegah Penyakit saat Musim Pancaroba, Makan Bergizi hingga Pakai Masker saat Keluar Rumah
Pengumpulan dana bersama itu akan dilakukan kedua pemerintahan dan sekaligus juga kerja sama pengumpulan dana dari pihak swasta, perusahaan besar Jepang berharap terkumpul dana dalam satu proposal pengumpulan dana kerja sama kedua negara.
Rumor tersebut dibantah keras setelah pembicaraan pihak Jepang dengan Korea Selatan belum lama ini seusai penobatan kaisar Jepang lalu.
Pihak masyarakat Korea Selatan masih terus menunggu pembayaran ganti rugi perusahaan Jepang kepada korban warga Korea saat dipekerjakan saat Perang Dunia II.
Keputusan Mahkamah Agung Korea Selatan mengharuskan perusahaan-perusahaan Jepang membayar miliaran yen kepada warga Korea, korban Perang Dunia II tersebut.
Namun Jepang menganggap hal itu semua sudah diselesaikan keseluruhan, sesuai kesepakatan kedua negara tahun 1965 dengan pembayaran sejumlah uang saat itu.