Perdana Menteri Malaysia
Rencana Mahathir untuk Lawan PM Muhyiddin Yassin Tertunda, Sidang Parlemen Diundur hingga Mei 2020
Rencana Mahathir untuk Lawan PM Muhyiddin Yassin Tertunda, Sidang Parlemen Diundur hingga Mei 2020
Penulis:
Tiara Shelavie
Editor:
Ifa Nabila
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri baru Malaysia, Muhyiddin Yassin menunda jadwal sidang parlemen hingga 18 Mei mendatang.
Seperti yang dilansir South China Morning Post, dalam pernyataan yang dirilis Rabu (4/3/2020), juru bicara Dewan Rakyat, Mohamad Ariff Md Yusof membenarkan sidang yang seharusnya digelar Senin (9/3/2020) mendatang, ditunda hingga Mei.
Ditundanya sidang ini mengakibatkan tertundanya pula kemungkinan koalisi baru Muhyiddin, Perikatan Nasional, tersingkir dari pemerintahan dengan cepat.
Mahathir Mohamad dan teman sekaligus rivalnya, Anwar Ibrahim, beserta koalisi Pakatan Harapan, mengklaim pihaknya mendapatkan dukungan mayoritas 112 dari 222 suara yang ada.
Baca: Perdana Menteri Baru Malaysia Sudah Disumpah, tapi Pengamat Sebut Krisis Politik Masih Belum Selesai

Klaim itu awalnya akan mereka ajukan pada sidang 9 Maret.
Analis berkata dengan penundaan itu akan memberikan waktu bagi Muhyiddin untuk membela diri.
Muhyiddin diharapkan mendapat dukungan sebelum klaim mayoritasnya dibantah oleh Mahathir pada sidang parlemen mendatang.
"Penundaan ini masih masuk dalam ketentuan Konstitusi Malaysia," kata Keith Leong, kepala penelitian di KRA Group, Asia Tenggara konsultasi urusan publik.
"Tapi tentu saja, hal itu secara politik akan dianggap sebagai memberi waktu kepada Perdana Menteri untuk memperkuat koalisinya, menamai kabinetnya dan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang tantangan yang dihadapi bangsa ini.”
"Dia membutuhkan persiapan yang cermat karena pada sesi Parlemen berikutnya, kapan pun itu terjadi, akan penuh energi” tambah Leong.
Baca: Cerita Pasien Virus Corona Sebelum Akhirnya Sembuh: Batuk-batuk Seperti Mau Mati
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Muhyiddin ditunjuk oleh raja sebagai perdana menteri Sabtu (29/2/2020) lalu, setelah diwarnai intrik politik pasca Mahathir Mohamad mengundurkan diri.

Muhyiddin pernah menjabat sebagai menteri dalam negeri dalam aliansi Pakatan Harapan yang mengembalikan Mahathir ke kekuasaan dalam pemilihan Mei 2018.
Tetapi koalisi Pakatan Harapan mendadak pecah minggu lalu akibat pertikaian politik.
Anggota yang berpengaruh, termasuk Muhyiddin, bergabung dengan kaukus bipartisan yang didominasi oleh anggota parlemen Melayu untuk membentuk kembali pemerintahan.
Baca: Mahathir Mohamad Sebut Obsesi Anwar Ibrahim Jadi Perdana Menteri Pemicu Krisis Politik di Malaysia
Mereka menghilangkan Partai Aksi Demokratis (DAP) yang didominasi etnis China serta mengesampingkan Anwar Ibrahim, sosok yang dijanjikan Mahathir Mohamad akan menjadi perdana menteri selanjutnya.

Setelah berhari-hari terjadi perselisihan politik, Raja Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah menunjuk Muhyiddin sebagai perdana menteri, setelah sang raja mewawancarai setiap anggota parlemen.
Raja kemudian menyimpulkan bahwa Muhyiddin lah yang mendapat dukungan mayoritas dari parlemen.
Kemenangan koalisi Pakatan Harapan dalam pemilu 2018 lalu sekaligus mengakhiri dominasi enam dekade koalisi Barisan Nasional.
Barisan Nasional didominasi oleh Organisasi Nasional Melayu Bersatu (Umno).
Di saat Mahathir tetap menentang Umno selama masa pemerintahannya sebagau perdana menteri, koalisi baru Muhyiddin justru sangat bergantung pada dukungan Umno.
Baca: PM Malaysia Muhyiddin Bantah Tuduhan Pengkhianat hingga Sebut akan Menyelamatkan Situasi
Hal ini meningkatkan kekhawatiran di kalangan pendukung Pakatan Harapan bahwa Umno mungkin siap kembali lagi ke pemerintahan.
Muhyiddin juga memiliki hubungan dekat dengan Partai Islam Malaysia (PAS), yang makin memicu kekhawatiran tentang munculnya pemerintahan sayap kanan yang lebih daripada Pakatan Harapan yang progresif.
Hingga kini Muhyiddin belum menunjuk menteri kabinet.
Distribusi portofolio mungkin belum dibahas oleh berbagai pihak dalam koalisi Perikatan Nasional yang baru.
Ketika Muhyiddin pertama kali berbicara kepada negara pada hari Senin, ia meminta waktu untuk menetapkan arah bagi pemerintah dan kesempatan untuk membuat aturan.
Perdana Menteri Baru Malaysia Sudah Disumpah, tapi Pengamat Sebut Krisis Politik Masih Belum Selesai
Satu minggu setelah pengunduran diri Mahathir Mohamad sebagai Perdana Menteri Malaysia, kini perdana menteri yang baru telah terpilih.
Muhyiddin Yassin ditunjuk sebagai perdana menteri Malaysia.
Ia telah disumpah Minggu (1/3/2020).

Namun, beberapa analis menyebut krisis politik di Malaysia belum selesai.
Baca: Anggota Parlemen Malaysia Diduga Terinfeksi Virus Corona, Ada yang Dikarantina Mandiri
Seperti yang dilansir CNBC, Mahathir mengklaim bahwa dirinya lah yang mendapat dukungan mayoritas di parlemen, bukan Muhyiddin.
“Kami menganggap krisis politik Malaysia masih jauh dari selesai karena kami sedang menghadapi koalisi rapuh lainnya di sini. Dan ini tidak baik bagi investor dan pasar," ujar Prakash Sakpal, ekonom Asia di bank ING Belanda.
Selama puluhan tahun, pemerintah Malaysia terdiri dari koalisi partai politik.
Partai Muhyiddin, Parti Pribumi Bersatu Malaysia atau Bersatu, adalah mantan bagian dari koalisi yang sebelumnya berkuasa, Pakatan Harapan.
Muhyiddin menarik partainya keluar dari koalisi minggu lalu setelah pengunduran diri Mahathir.
Akibatnya, Pakatan Harapan pecah kongsi.
Baca: Hari Pertama Muhyiddin Yassin sebagai Perdana Menteri Malaysia, Disambut Sebelum Masuk Kantor
Ia kemudian terikat dengan beberapa pihak, termasuk Organisasi Nasional Malaysia Bersatu atau UMNO, yang kehilangan kekuasaan dalam pemilihan umum 2018 lalu.
Muhyiddin dipercaya memiliki 113 anggota parlemen di pihaknya, menurut berbagai laporan media setempat, mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya.
Jumlah itu lebih dari 112 anggota parlemen yang dibutuhkan untuk membentuk pemerintahan di Malaysia.
Namun, menjelang upacara pelantikan, Mahathir yang membentuk Bersatu bersama Muhyiddin, mengatakan sebanyak 113 anggota parlemen telah berjanji mendukung Mahathir untuk kembali sebagai perdana menteri.

Beberapa dari mereka yang ada dalam daftar Mahathir membantah mendukung mantan perdana menteri itu.
Tetapi jika jumlahnya tetap, analis mengatakan Mahathir dapat mengajukan mosi tidak percaya dalam sidang berikutnya yang akan diadakan Senin depan, pada 9 Maret.
"Apakah Muhyiddin akan menghadapi mosi tidak percaya atau tidak, benar-benar bergantung pada apakah 113 anggota parlemen yang menjanjikan dukungan untuk Mahathir benar-benar menepati janjinya," kata Harrison Cheng, direktur asosiasi dan analis utama Malaysia di konsultan Control Risks.
"Para oportunis yang tidak ingin ketinggalan jabatan kabinet sekarang mungkin tergoda untuk melompat kapal, meskipun daftar anggota parlemen yang diterbitkan Mahathir dapat menarik garis sehingga sekarang tidak masuk akal untuk pindah, mengingat bahwa mereka telah secara eksplisit diidentifikasi sebagai pendukung Mahathir," tulis Cheng dalam sebuah catatan.
Baca: Profil Lengkap Muhyiddin Yassin, Perdana Menteri Malaysia Baru yang Gantikan Mahathir Mohamad
Tetapi Adib Zalkapli, seorang direktur di kantor konsultasi BowerGroupAsia Malaysia, mengatakan bahwa tidak mungkin pembicara parlemen akan mengizinkan parlemen untuk memberikan suara pada mosi tidak percaya.
"Parlemen diadakan terutama untuk transaksi bisnis pemerintah dan memutuskan agenda parlemen, sehingga tidak mungkin penunjukan (Muhyiddin) ditantang," katanya kepada CNBC "Squawk Box Asia" pada hari Senin.
Kembalinya pihak-pihak yang tercemar skandal
Bahkan jika Muhyiddin memiliki suara terbanyak, tidak bisa dipastikan pemerintah koalisi baru akan memiliki perjalanan yang mulus.
Partai sang perdana menteri sendiri, Bersatu, masih terpecah.
Beberapa anggota secara terbuka menyatakan dukungan mereka untuk Mahathir.
Salah satu mitra koalisi, partai Islamis PAS, dapat berusaha untuk mendorong "kebijakan yang diilhami oleh agama" yang akan menyebabkan perselisihan dengan sekutu lain, kata Cheng.
Selain itu, kembalinya partai-partai politik yang pernah diwarnai skandal korupsi akan menghambat reformasi yang telah dimulai oleh pemerintah sebelumnya serta membuat marah masyarakat Malaysia.
"Saya harap kemajuan reformasi anti-korupsi di bawah PH (Pakatan Harapan) bisa terselesaikan," kata Cheng.
Analis menambahkan bahwa tidak jelas apakah pengadilan korupsi yang melibatkan mantan Perdana Menteri Najib Razak dan para pemimpin UMNO lainnya akan berlanjut di bawah pemerintahan yang dipimpin Muhyiddin.

Najib menghadapi dakwaan korupsi terkait miliaran dolar yang diduga dicuri dari perusahaan investasi negara Malaysia 1MDB.
Muhyiddin sendiri adalah bagian dari UMNO dan merupakan wakil perdana menteri di bawah Najib dari 2009 hingga 2015.
Ia dipecat setelah secara terbuka mengkritik penanganan skandal 1MDB yang saat itu dilakukan pemerintah.
UMNO bersama dengan sekutunya, lengser dari kekuasaan pada tahun 2018, seiring dengan kemarahan publik atas skandal 1MDB.
Tetapi keputusan partai untuk mendukung Muhyiddin telah mengubahnya menjadi pemain dominan dalam koalisi yang akan membentuk pemerintahan baru Malaysia.
"UMNO akan memiliki suara terbesar karena merupakan partai terbesar dalam koalisi dengan 39 kursi," kata Cheng.(*)
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)