Pemilihan Presiden Amerika Serikat
Donald Trump Kesal Joe Biden Unggul dan Sedikit Orang yang Bela Argumennya soal Kecurangan Pemilu
Presiden AS petahana, Donald Trump tidak memberikan indikasi bahwa dia siap mengakui kekalahan, membuat orang bertanya-tanya pada Jumat (6/11/2020).
Penulis:
Ika Nur Cahyani
Editor:
Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Presiden AS petahana, Donald Trump tidak memberikan indikasi bahwa dia siap mengakui kekalahan, membuat orang bertanya-tanya pada Jumat (6/11/2020) lalu.
Diketahui, hingga Sabtu (7/11/2020) pukul 10.42 WIB kandidat Demokrat Joe Biden masih unggul dengan 264 suara elektoral menurut perhitungan Associated Press.
Bahkan ketika perolehan suaranya tertinggal dari Biden di negara bagian utama, Trump belum menyiapkan pidato konsesi.
Bahkan dalam perbincangannya dengan sekutu beberapa hari terakhir ini, Trump mengaku tidak berniat mengakui kekalahan, menurut orang yang mengetahui soal ini dikutip dari CNN.
Sejauh ini, presiden didukung orang-orang terdekatnya termasuk penasihat senior dan anaknya yang sudah dewasa.
Mereka melakukan upaya agresif di pengadilan untuk menantang hasil perhitungan suara dan menekan politikus Partai Republik lain untuk ikut membela.
Para pembantunya, termasuk kepala stafnya Mark Meadows, tidak berusaha memahami realitas yang terjadi.
Sebaliknya, mereka memberikan klaim tak berdasarnya bahwa pemilu sedang 'dicuri'.
Baca juga: Tipisnya Selisih Suara Biden-Trump, Sekretaris Negara Bagian Sebut Kemungkinan Penghitungan Ulang
Baca juga: Bila Joe Biden Menang, Akankah Trump Memberi Selamat? Jika Tidak, Presiden Bakal Rusak Tradisi AS

Hal itu menimbulkan gangguan di antara staf, yang percaya Meadows menyuarakan klaim tak berdasar Presiden bahwa pemilu itu tidak sah.
Wakil Presiden Mike Pence, yang tidak terlihat sejak Rabu dini hari menenangkan Trump dengan meminta dana untuk dana pembelaan hukumnya.
Trump tidak dijadwalkan untuk tampil di depan umum pada Jumat (6/11/2020).
Presiden menghabiskan Jumat pagi dengan marah dan frustrasi, menonton televisi sambil mengeluh karena banyak orang yang tidak membelanya.
Dalam pernyataan tertulis pada Jumat sore, Trump mengisyaratkan niatnya untuk terus melakukan pertarungan hukum.
"Ini bukan lagi tentang pemilihan tunggal. Ini tentang integritas seluruh proses pemilihan kita," tulisnya.
"Kami akan melanjutkan proses ini melalui setiap aspek hukum untuk menjamin rakyat Amerika memiliki kepercayaan pada pemerintah kami. Saya tidak akan pernah menyerah berjuang untuk Anda dan bangsa kami."
Trump sebenarnya sudah mengakui bahwa matematika pemilu tidak akan menguntungkannya, menurut orang-orang yang terkait dengan hal ini.
Namun dia berniat melakukan langkah hukum terkait dugaannya tentang kecurangan pemilu.
Dua penasihat kampanye dan satu sumber yang dekat dengan Presiden mengatakan Trump akan melakukan langkah hukum untuk memperjuangkan hasil di beberapa negara bagian utama.
Upaya ini dilakukannya sebelum benar-benar menyerah.
"Dia dalam mode bertarung," kata salah satu sumber yang dekat dengan Presiden.
"Dia pikir itu menguntungkannya untuk bertarung."

Di sisi lain, pihak kampanye Biden mengaku prihatin pada prospek Trump tetap berkuasa.
"Seperti yang kami katakan pada 19 Juli, rakyat Amerika akan memutuskan pemilihan ini. Dan pemerintah Amerika Serikat sangat mampu mengawal pelanggar keluar dari Gedung Putih," kata juru bicara kampanye Andrew Bates dalam sebuah pernyataan.
Kampanye Trump merilis pernyataan Jumat pagi yang menjelaskan bahwa mereka akan menolak untuk mengakui pemilihan.
Bahkan menyebut proyeksi Biden sebagai pemenang salah dan perlombaan masih jauh dari final.
Namun, beberapa sekutu Presiden semakin khawatir bahwa seseorang pada akhirnya harus memperhitungkannya bahwa masa jabatannya kemungkinan akan segera berakhir.
Kemungkinan kehilangan jabatan dan bagaimana kehidupannya setelah turun dari kursi presiden tidak dibahas oleh timnya dan Presiden Trump sendiri.
Trump menghabiskan sebagian besar kampanye dengan mengklaim Biden adalah kandidat presiden terburuk dalam sejarah.
"Kalah tidak pernah mudah," katanya di markas kampanyenya pada Hari Pemilu.
"Bukan untukku, tidak."
Trump sejak malam pemilihan memilih tinggal di Gedung Putih, menelepon sekutu dengan marah dan menuntut agar lebih banyak orang membelanya.
Dia mengeluh bahwa tim hukumnya tidak siap untuk melakukan pertempuran yang efektif di pengadilan, menurut salah satu orang yang berbicara dengannya.
Baca juga: Masih Kesal Biden Unggul, Trump Ingatkan Jangan Asal Klaim Jabatan Presiden: Proses Hukum Baru Mulai
Baca juga: Joe Biden Menuju Kemenangan, Berpotensi Raih 42 Suara Elektoral Lagi, Donald Trump Kehabisan Langkah

Pada saat yang sama, upaya tim hukumnya tampak agak gagal.
Beberapa orang kampanye mempertanyakan keputusan tim Trump mengirim orang-orang seperti Rudy Giuliani dan putra Trump untuk membuat tuduhan penipuan pemilih yang tidak berdasar.
Trump terdengar tertindas selama pernyataan malam dari Gedung Putih pada Kamis (5/11/2020) dan meninggalkan ruangan tanpa menjawab klaim palsu tentang penipuan
pemilih.
Dalam pertemuannya dengan tim di Oval Office dan Gedung Putih, Trump bertanya kenapa orang Partai Republik tidak muncul ke media dan membelanya.
Untuk memperkuat argumennya soal tuduhan pemilu yang curang atau membuat klaim yang sama dengannya soal perhitungan suara setelah Hari Pemilihan (Election Day) .
Dia juga mendesak mereka untuk mengatur pernyataan publik, sesuatu yang sangat ingin dilakukannya sejak Rabu.
Namun para ajudan Trump menilai apapun yang dikatakan presiden nantinya, akan merusak posisinya dan memperburuk keadaan.
Tetapi setelah Biden berbicara di Wilmington, Delaware, pada Kamis sore, Trump bersikeras merilis pernyataan untuk merinci kasus hukumnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)