Virus Corona
India Catat Lebih dari 4.000 Kematian akibat COVID-19 dalam Sehari
India mencatat 4.187 kematian baru akibat virus corona (COVID-19) dalam sehari membuat jumlah kematian keseluruhan di India menjadi 238.270 jiwa.
Penulis:
Rica Agustina
Editor:
Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - India mencatat lebih dari 4.000 kematian akibat virus corona (COVID-19) dalam sehari untuk pertama kalinya, kata pemerintah pada Sabtu (8/5/2021).
Dikutip dari Channel News Asia, sebanyak 4.187 kematian baru membuat jumlah kematian keseluruhan di India menjadi 238.270 jiwa sejak pandemi dimulai.
Pemerintah menambahkan, 401.078 kasus baru COVID-19 telah teridentifikasi dalam 24 jam sehingga jumlah kasus keseluruhan hampir 21,9 juta.
Meski angka kematian sangat tinggi dan telah memecahkan rekor baru, para ahli menyatakan keraguan tentang jumlah tersebut.
Menurut para ahli, angka riil kematian akibat COVID-19 di India jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan pemerintah.
Selain itu, sebelumnya para ahli memprediksi infeksi dapat memuncak antara 3 Mei hingga 5 Mei 2021.
Baca juga: Menhub Imbau Masyarakat Tidak Mudik Agar Tak Terjadi Gelombang Covid-19 Seperti di India
Akan tetapi, India mungkin tidak mencapai puncak dalam lonjakannya saat ini hingga akhir Mei 2021.
Lebih lanjut, untuk saat ini situasi di kota-kota besar New Delhi dan Mumbai telah stabil, dengan suplai oksigen ekstra yang dikirim dan tempat tidur rumah sakit baru yang dibuka.
Namun demikian, lain halnya dengan situasi di negara bagian selatan dan daerah pedesaan, COVID-19 menyebar sangat cepat di wilayah tersebut.
Di Karnataka, yang mencakup pusat TI utama Bengaluru sekaligus kota terbesar ketiga di India, telah memberlakukan lockdown selama dua minggu di seluruh negara bagian mulai Senin.
Di Bangalore, yang mengalami 1.907 kematian akibat virus corona pada bulan April, telah mencatat lebih dari 950 kematia hanya dalam tujuh hari pertama bulan Mei.
Kekurangan oksigen dan tempat tidur perawatan kritis menjadi penyebab atas peningkatan drastis kematian.
"Masalahnya adalah permintaan yang begitu tinggi sehingga kami membutuhkan oksigen yang konstan," kata dokter Sanjay Gururaj, direktur medis di Rumah Sakit dan Pusat Penelitian Shanti.
Baca juga: Update Corona Global 8 Mei 2021: Infeksi Covid-19 di India 21,8 Juta dan Kasus Aktif 3,7 Juta
Rumah Sakit dan Pusat Penelitian Shanti diketahui mengirimkan truk dua kali sehari ke pabrik oksigen di pinggiran kota untuk membawa kembali 12 tabung oksigen berukuran jumbo.
"Dalam waktu normal, kebutuhan tabung oksigen itu akan bertahan lebih dari dua minggu, tetapi sekarang hanya bertahan lebih dari sehari," jelas dokter Sanjay Gururaj.
Kekurangan oksigen di negara bagian itu mendorong pengadilan tinggi pada Rabu (5/5/2021), memerintahkan pemerintah federal untuk meningkatkan pasokan oksigen harian ke Karnataka.
Keputusan itu diambil setelah 24 pasien COVID-19 meninggal di rumah sakit pemerintah itu pada Senin (3/5/2021).
Tidak jelas berapa banyak dari mereka yang meninggal karena kekurangan oksigen, tetapi penyelidikan sedang berlangsung untuk mengetahui jumlahnya.
Kota berpenduduk sembilan juta orang itu memberlakukan pembatasan wilayah mulai 25 April 2021, tetapi langkah ini tidak menghentikan statistik yang suram.

Adapun ituasi yang berkembang di Karnataka telah menarik perhatian ke negara bagian selatan lainnya yang juga berjuang melawan peningkatan kasus.
Kasus harian telah menembus angka 20.000 selama tiga hari terakhir di negara bagian Andhra Pradesh, mendorong wilayah tersebut memberlakukan pembatasan sosial baru-baru ini.
Di Kerala, yang sebelumnya menjadi wilayah blueprint untuk mengatasi pandemi tahun lalu, memulai penutupan pada Sabtu (1/5/2021).
Dengan kasus harian mencapai 40.000, negara bagian secara agresif meningkatkan sumber daya, termasuk mengubah ratusan tabung oksigen industri menjadi oksigen medis, kata dokter Amar Fetle, petugas negara bagian untuk COVID-19.
"Besarnya kasus dari tahun lalu hingga sekarang sangat berbeda," ujar dokter Amar Fetle.
Peningkatan jumlah, lanjut dokter Amar Fetle, berarti lebih banyak rawat inap dan lebih banyak tekanan pada sistem perawatan kesehatan, dengan rumah sakit hampir penuh.
Baca juga: 1 dari 2 Orang yang Dites di India Barat Terkena Covid-19, Tingkat Kepositifan Tembus 50 Persen
"Ini menjadi perlombaan antara ruang rawat inap dan seperapa cepat kami dapat menambah tempat tidur. Kami berusaha untuk tetap terdepan dari virus sebaik mungkin," papar dokter Amar Fetle.
Infeksi tampak jelas meningkat dengan cepat di seluruh wilayah bagian selatan daripada di bagian utara.
Hal itu karena infrastruktur kesehatan yang relatif lebih baik dan inisiatif pemerintah yang menangani masalah di tingkat komunitas, kata Jacob John, profesor kedokteran komunitas di Perguruan Tinggi Kedokteran Kristen, Vellore.
Di Tengah Tsunami Covid-19, PM India Malah Lanjutkan Renovasi Parlemen dan Rumah
Perdana Menteri India, Narendra Modi terus melanjutkan proyek renovasi gedung parlemen dan rumah pribadinya di tengah tsunami Covid-19.
Dilansir CNN, perbaikan kawasan parlemen itu memakan biaya senilai USD 1,8 miliar atau sekira Rp 25,6 triliun.
Keputusan Modi melanjutkan mega proyek di New Delhi itu mendapat banyak kritikan dari oposisi politik maupun publik India.

Mereka menganggap pemerintah tidak seharusnya mengalirkan dana sebesar itu untuk proyek konstruksi di saat negara berjuang melawan pandemi Covid-19.
Proyek renovasi bertajuk Central Vista Redevelopment Project dikategorikan 'layanan esensial' sehingga pengerjaannya dilanjutkan meski sebagian besar proyek lainnya ditunda saat ini.
Pada Rabu lalu, dua warga sipil mengajukan keluhan terhadap pembangunan parlemen dan rumah Perdana Menteri Modi itu ke Pengadilan Tinggi Delhi.
Menurut petisi yang diajukan pengacara Nitin Saluja, publik menilai gedung parlemen bukan termasuk 'layanan esensial'.
Mereka juga khawatir pekerja proyek berpotensi menjadi klaster baru Covid-19.
Pengadilan Tinggi mengatakan akan mendengarkan kasus tersebut akhir bulan ini.
Namun para pemohon langsung membawanya ke Mahkamah Agung dengan alasan Pengadilan Tinggi tidak menganggap keluhan mereka penting.
"Karena ada masalah kesehatan masyarakat dalam hal ini, penundaan apapun bisa merugikan kepentingan publik yang lebih besar," tulis Saluja kepada Mahkamah Agung.
Saluja mengatakan kasus tersebut kemungkinan besar akan disidangkan pada hari Jumat.
Berita lain terkait Covid-19 di India
(Tribunnews.com/Rica Agustina/Ika Nur Cahyani)