Paus Fransiskus Ungkapkan Kesedihan Mendalam atas Kasus Pelecehan Seksual di Gereja Prancis
Paus Fransiskus ungkapkan kesedihannya untuk para korban pelecehan seksual oleh pendeta di Gereja Katolik Prancis.
Penulis:
Yurika Nendri Novianingsih
Editor:
Citra Agusta Putri Anastasia
TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak 216 ribu anak menjadi korban pelecehan seksual oleh pendeta di Gereja Katolik Prancis.
Kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak tersebut telah dilakukan sejak tahun 1950.
Paus Fransiskus pun mengungkapkan kesedihannya untuk para korban pelecehan.
Dikutip dari CNA, juru bicara, Matteo Bruni mengatakan bahwa Paus Fransiskus merasa sakit hati dengan adanya laporan pelecehan seksual terhadap sekitar 216.000 anak di bawah umur dalam tujuh dekade sejak 1950.
Terlebih pihak gereja berusaha menutupi tindak kejahatan yang terjadi.
Baca juga: Tragis, 200 Ribu Lebih Korban Pelecehan Seksual Anak Ditemukan di Gereja Katolik Prancis Sejak 1950
Baca juga: Tangani Ebola di Kongo, 21 Petugas WHO Terlibat Pelecehan Seksual
Paus Fransiskus merasakan kesedihan atas luka yang dialami oleh para korban.
Ia juga menyampaikan rasa terima kasih kepada korban yang berani angkat suara.
"Pikirannya langsung tertuju pada para korban, dengan kesedihan yang mendalam atas luka-luka mereka dan rasa terima kasih atas keberanian mereka untuk berbicara," kata Bruni.
"Setelah menyadari kenyataan yang mengerikan ini, gereja dapat menempuh jalan penebusan," lanjutnya.
Paus Fransiskus juga memanjatkan doa untuk semua pengikut gereja di Prancis, khususnya para korban pelecehan, agar Tuhan memberi mereka penghiburan dengan keadilan, keajaiban dan penyembuhan.
Pelecehan Seksual di Gereja Prancis
Menurut investigasi, sekitar 216.000 anak menjadi korban pelecehan oleh pendeta di gereja Katolik Prancis.
Dikutip dari Al Jazeera, pendeta tersebut telah melakukan kejahatan seksual terhadap anak sejak tahun 1950.
Kabar tindak kejahatan seksual ini telah mengguncang Gereja Katolik Roma.
Selama 20 tahun terakhir juga telah terjadi beberapa skandal pelecehan seksual di seluruh dunia terhadap anak-anak.
Jean-Marc Sauve, kepala komisi yang menyusun laporan penyelidikan tersebut, mengatakan pelecehan di Prancis adalah "sistemik".
Pelecahan telah dilakukan oleh sekitar 3.000 pendeta dan orang lain yang di gereja.
Sekitar 80 persen korbannya adalah anak laki-laki.
Suave menambahkan, gereja telah menunjukkan ketidakpedulian selama bertahun-tahun terhadap kasus pelecehan seksual yang terjadi.
Mereka melindungi dirinya sendiri daripada para korban.
Gereja tidak hanya gagal mengambil tindakan pencegahan, tetapi juga menutup mata terhadap pelecehan.
Bahkan, secara sadar, mereka terkadang membuat anak-anak lebih mudah berhubungan dengan pelaku.
“Konsekuensinya sangat serius,” kata Sauve.
“Sekitar 60 persen pria dan wanita yang mengalami pelecehan seksual menghadapi masalah besar dalam kehidupan sentimental atau seksual mereka,” lanjutnya.
Para korban menyuarakan ketidaksukaannya atas terungkapnya kasus tersebut.
Francois Devaux, yang mendirikan asosiasi korban La Parole Liberee, mengatakan bahwa pelaku adalah aib dan mereka telah berkhianat.
“Anda adalah aib bagi kemanusiaan kami,” katanya.
“Di neraka ini, ada kejahatan massal yang keji, tetapi ada yang lebih buruk lagi, pengkhianatan kepercayaan, pengkhianatan moral, pengkhianatan terhadap anak-anak,” kata Devaux.
Christopher Lamb, koresponden Vatikan untuk The Tablet, mengatakan bahwa dampak langsungnya adalah akan membuat gereja dipermalukan dan para korban mengalami "sakit yang luar biasa".
Dokumen setebal 2.500 halaman yang disiapkan oleh komisi independen itu muncul saat Gereja Katolik di Prancis.
Gereja di Prancis memiliki rahasia memalukan yang telah lama ditutup-tutupi.
Uskup Agung Reims dan Kepala Konferensi Waligereja Prancis, Eric de Moulins-Beaufort, meminta pengampunan dan berjanji untuk bertindak.
Baca juga: 35 Tahun Buron, Pelaku Pembunuhan Berantai dan Rudapaksa di Prancis Ternyata Pensiunan Polisi
Baca juga: Walau Menjanjikan Prancis Hentikan Pengembangan Vaksin mRNA Covid-19, Kembangkan Vaksin Lain
Komisi tersebut didirikan oleh para uskup Katolik di Prancis pada akhir 2018 untuk menjelaskan pelecehan dan memulihkan kepercayaan publik terhadap gereja pada saat jumlah jemaat berkurang.
Mereka bekerja secara independen dari gereja selama dua setengah tahun masa hidupnya, mendengarkan para korban dan saksi dan mempelajari arsip gereja, pengadilan, polisi dan pers mulai dari tahun 1950-an.
Sauve mengatakan, komisi itu sendiri telah mengidentifikasi sekitar 2.700 korban melalui panggilan untuk kesaksian, dan ribuan lainnya telah ditemukan di arsip.
Namun, sebuah studi memperkirakan bahwa ada sekitar 216.000 korban, jumlah yang bisa meningkat menjadi 330.000 jika termasuk pelecehan oleh anggota awam.
Sauve mengatakan, 22 dugaan kejahatan yang masih bisa diusut telah diteruskan ke kejaksaan.
Lebih dari 40 kasus yang dianggap terlalu lama untuk dituntut di bawah hukum Prancis, tetapi pelaku diduga masih hidup, telah diteruskan ke pejabat gereja.
(Tribunnews.com/Yurika)