Konflik Rusia Vs Ukraina
Putin Imbau Pasukannya Tak Serang Pabrik Baja yang Jadi Benteng Terakhir Mariupol, tapi Memblokirmya
Presiden Rusia Vladimir Putin meminta agar pasukannya tak menyerang pabrik baja yang jadi benteng terakhir Mariupol.
Penulis:
Pravitri Retno Widyastuti
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin mencoba mengklaim kemenangan atas Mariupol, Ukraina.
Ia pun meminta pada pasukannya agar tak menyerang benteng terakhir kota pelabuhan tersebut, pabrik baja Azovstal.
Dikutip dari NPR, pasukan Rusia telah mengepung Mariupol sejak hari-hari awal invasi dan telah menghancurkan sebagian besar wilayah.
Para pejabat tinggi telah berulang kali mengindikasikan kota itu akan jatuh ke tangan Rusia, tapi pasukan Ukraina tetap bertahan.
Dalam beberapa minggu terakhir, pasukan Ukraina bersembunyi di pabrik Azovstal, sementara pasukan Rusia menggempur lokasi industri dan berulang kali mengeluarkan ultimatum agar menyerah.

Baca juga: Keberatan atas Kehadiran Rusia, Pejabat Keuangan Beberapa Negara Walkout Saat Rapat Menteri G20
Baca juga: Rusia Janji Akhiri Serangan Militer ke Ukraina Tapi Harus Penuhi Syarat Ini
Putin mengatakan, saat ini ia tidak akan mengambil risiko mengirim pasukannya ke bawah tanah pabrik Azovstal.
Ia justru memilih memblokir pabrik tersebut "sehingga tidak ada seekor lalat pun yang masuk."
Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu, mengatakan pabrik Azovstal diblokir, sambil memprediksi bahwa tempat itu akan diambil alih dalam beberapa hari.
Perintah Putin mungkin berarti para pejabat Rusia berharap mereka bisa menunggu pasukan Ukraina menyerah setelah kehabisan makanan dan amunisi.
Namun, pengeboman pabrik bisa saja terus berlanjut.
Meskipun Putin melukiskan misi untuk merebut Mariupol telah sukses dan mengatakan kota itu telah "dibebaskan", sampai pabrik itu tumbang, ia tak bisa menyatakan kemenangan penuh.
Menteri Pertahanan Rusia mengatakan sekitar 2.000 tentara Rusia berada di pabrik baja itu, yang memiliki labirin terowongan dan bawah tanah yang tersebar di sekitar 11 kilomter persegi.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengungkapkan sekitar 1.000 warga sipil juga terjebak di sana, sebagaimana diberitakan Independent.
Seorang Komandan Marinir Ukraina, Serhy Volny, mengatakan para pejuang di pabrik baja mungkin tidak bisa bertahan lebih lama lagi.
Ukraina pun siap untuk "putaran negosiasi khusus" tanpa syarat "demi menyelamatkan orang-orang kami, militer, warga sipil, anak-anak, yang hidup, dan yang terluka," ujar perunding Mykhailo Podolyak di Twitter.

Baca juga: Bertemu Putin 3 Februari Lalu, Pemimpin Chechnya Diduga Terima Rencana Bunuh Pemimpin Ukraina
Baca juga: Mengenal Wilayah Luhansk dan Donetsk serta Alasan Mengapa Vladimir Putin Ingin Kuasai Donbass
Kyiv telah mengusulkan untuk menukar tawanan perang Rusia dengan jalan yang aman bagi warga sipil dan tentara yang terperangkap.
Tidak diketahui apakah Rusia telah menanggapi tawaran negosiasi khusus itu.
Ukraina juga telah mencoba membuat Rusia menyetujui koridor kemanusiaan untuk mengevakuasi 120.000 orang yang menurut Zelensky masih dikepung di Mariupol.
Namun, Wakil Perdana Menteri Ukraina, Iryna Vereshchuk, mengatakan upaya terbaru untuk membuka koridor yang aman bagi perempuan, anak-anak, dan orang tua gagal karena Rusia tidak mematuhi gencatan senjata.
Banyak kesepakatan sebelumnya yang gagal karena pertempuran yang terus berlanjut.
Serhiy Taruta, mantan Gubernur wilayah Donetsk dan penduduk asli Mariupol, melaporkan pemboman rumah sakit, di mana ia memperkirakan 300 orang, termasuk tentara yang terluka dan warga sipil dengan anak-anak, berlindung.
Serhei Volyna, Komandan Brigade Marinir ke-36 Ukraina, mengatakan dalam sebuah video dari pos terdepan Azovstal pada hari Rabu, pasukannya kalah jumlah "10 banding satu".
Iia menambahkan, “Ini adalah daya tarik kami kepada dunia. Ini mungkin yang terakhir bagi kami. Kami mungkin hanya memiliki beberapa hari atau jam tersisa."
"Unit musuh (Rusia) puluhan kali lebih besar dibanding kami, mereka memiliki dominasi di udara, artileri, pasukan darat, peralatan, dan tank.”
Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan dalam sebuah penilaian, Rusia ingin menunjukkan keberhasilan yang signifikan menjelang perayaan Hari Kemenangan 9 Mei tahunannya.
"Ini dapat mempengaruhi seberapa cepat dan kuat mereka berusaha untuk melakukan operasi menjelang tanggal ini," tulis penilaian tersebut.
Baca juga: Panik karena Sanksi Barat, Warga Rusia Tarik Mata Uang Asing dari Bank Rp 140,6 Triliun pada Maret
Baca juga: PM Inggris Johnson Bertolak ke Gujarat di Tengah Skandal Partygate-nya, Bujuk India Jauhi Rusia
Ukraina Sebut Rusia Telah Kuasai 80 Persen Wilayah Luhansk

Ukraina mengatakan pasukan Rusia telah menguasai 80 persen Luhansk, salah satu dari dua wilayah Donbas timur.
Ukraina juga menyebut rumah sakit dan kamar mayat di daerah yang diduduki telah penuh sesak.
Pengumuman tersebut disampaikan oleh Serhii Haidai, kepala Administrasi Militer Regional Luhansk, melalui Telegram pada Rabu (20/4/2022), malam.
"Sejak pasukan kami mundur dari Kreminna, bagian wilayah pendudukan mencapai 80 persen," kata Haidai, dikutip dari Al Jazeera.
Sebelum Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari, pemerintah Ukraina menguasai 60 persen wilayah Luhansk.
Dalam beberapa hari terakhir, pasukan Rusia telah memperbarui serangan mereka di Ukraina timur setelah gagal merebut ibu kota, Kyiv, di utara.
Menangkap Donbas, di mana separatis yang didukung Moskow telah memerangi pasukan Ukraina selama delapan tahun terakhir, akan memberi Presiden Rusia Vladimir Putin kemenangan yang sangat dibutuhkan dua bulan ke dalam perang setelah upaya yang gagal untuk menyerbu ibukota.
Terdiri dari Luhansk dan Donetsk, wilayah Donbas yang sebagian besar berbahasa Rusia adalah rumah bagi tambang batu bara, pabrik logam, dan pabrik alat berat.
Para pemimpin pro-Rusia di sana telah mendeklarasikan dua republik merdeka, yang diakui Rusia sebelum meluncurkan invasi ke Ukraina.
Baca juga: Seret Para Pemuda Novorossia ke dalam Perang, Rusia Disebut Melanggar Hukum
Baca juga: Taipan Rusia Oleg Tinkov Kecam Perang yang Berkecamuk di Ukraina
Haidai mengatakan penembakan Rusia di Luhansk begitu intens sehingga orang tidak bisa meninggalkan tempat perlindungan bom mereka.
Dan setelah merebut Kreminna, pasukan penyerang sekarang mengancam kota Rubizhne dan Popasna, katanya.
Kedua kota itu sekarang sebagian dikendalikan oleh Rusia, tambahnya dalam sebuah pos terpisah.
Haidai mengatakan bahwa pertempuran terus berlanjut dan bahwa situasinya dapat berubah kapan saja.
“Rusia terus-menerus mencoba menerobos (garis pertahanan Ukraina), tetapi tidak berhasil,” katanya.
Luhansk sekarang dikotori dengan mayat musuh, lanjutnya.
"Kamar mayat dan rumah sakit di wilayah pendudukan penuh sesak," katanya,
Dia menambahkan bahwa Rusia juga menjarah tempat tinggal Ukraina dan mengambil mobil.
Wilayah Donetsk, juga bagian dari Donbas, telah menyaksikan pertempuran yang sangat sengit juga, terutama di sekitar kota pelabuhan Mariupol, di mana ribuan pejuang Ukraina dan warga sipil bersembunyi di pabrik baja raksasa.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ukraina Sebut Rusia Telah Kuasai 80 Persen Wilayah Luhansk
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Yurika Nendri)