POPULER Internasional: Jurnalis Palestina Ditembak Israel | China Batasi Hubungan dengan Rusia
Rangkuman berita populer Internasional, di antaranya tentara Israel kembali menembak mati jurnalis Palestina.
Penulis:
Tiara Shelavie
Editor:
Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional dapat disimak di sini.
Seorang jurnalis Palestina lagi-lagi ditembak mati oleh tentara Israel, kali ini korbannya adalah Ghufran Warasneh.
Sementara itu, China mulai batasi hubungan bilateral dengan Rusia demi menghindari sanksi barat.
Soal invasi di Ukraina, seorang pejabat di wilayah separatis menyebut Presiden Zelensky bisa diadili atas kejahatan perang.
Selengkapnya, berikut berita populer Internasional dalam 24 jam terakhir.
1. Jurnalis Palestina Tewas Ditembak Tentara Israel di Hari Pertama Kerja

Ghufran Warasneh adalah jurnalis Palestina kedua yang dibunuh oleh pasukan Israel dalam waktu kurang dari sebulan.
Sebelumnya, tentara Israel telah membunuh jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh di kamp pengungsi Jenin pada 11 Mei 2022.
Pada hari Rabu (1/6/2022), pasukan Israel membunuh seorang wanita Palestina di kamp pengungsi Al-Arroub di utara Hebron, demikian diumumkan kementerian kesehatan Palestina.
Mengutip The New Arab, Ghufran Warasneh, seorang jurnalis berusia 31 tahun dari kamp pengungsi Al-Arroub, ditembak di pintu masuk kamp pada Rabu pagi.
Dia dibawa ke rumah sakit Ahli di Hebron, di mana dia dinyatakan meninggal satu jam kemudian.
"Warasneh menerima peluru di dada, sangat dekat dengan jantungnya," kata juru bicara rumah sakit Ahli.
Baca juga: Remaja Palestina Ditembak Mati, Puluhan Lainnya Terluka oleh Pasukan Israel
Baca juga: Polisi Israel Serang Pelayat Palestina yang Membawa Peti Mati Jurnalis Shireen Abu Akleh
"Dia tiba di rumah sakit dalam keadaan hampir meninggal," kata juru bicara itu.
"Dia kehilangan terlalu banyak darah dan jantungnya berhenti."
"Ghufran pergi bekerja sekitar pukul 7:40 pagi melalui pintu masuk kamp pengungsi, di mana pasukan Israel biasanya ditempatkan ," kata Abdel Rahman Warasneh, sepupunya kepada The New Arab.
"Beberapa menit kemudian, kami mendengar berita bahwa seseorang tertembak dan saya bergegas dengan orang lain ke pintu masuk kamp, untuk menemukan bahwa itu adalah Ghufran," tambahnya.
2. Hindari Sanksi Barat, China Mulai Batasi Hubungan Bilateral hingga Tolak Maskapai Penerbangan Rusia
Pemerintah China dilaporkan telah melarang maskapai penerbangan Rusia untuk memasuki wilayah udaranya.
Larangan tersebut diresmikan China dengan tujuan untuk mengamankan negaranya dari efek riak sanksi Barat terhadap Moskow.
Memanasnya sanksi yang dilayangkan ke Moskow membuat pemerintah China khawatir negaranya akan terdampak sanksi serupa, apabila tidak membatasi hubungan bilateral dengan Rusia.
Baca juga: Tak Percaya Janji Zelensky dan Biden, Kremlin Curiga Ukraina Bakal Serang Rusia Pakai Roket dari AS
“Beijing telah menghindari langkah-langkah yang mungkin dianggap membantu Moskow karena takut akan kemungkinan hukuman terhadap perusahaan-perusahaan China,” ujar juru bicara pemerintahan China.
Dengan kebijakan baru tersebut, nantinya maskapai Rusia yang menggunakan pesawat milik asing dilarang melintas ataupun berhenti di kawasan China.
Dilansir dari Business Insider, larangan ini muncul setelah adanya keraguan atas status kepemilikan pesawat maskapai Rusia.
Dimana pada akhir Februari lalu Putin yang mengizinkan pesawat di negaranya diregistrasi-ulang atas nama Rusia demi menghindari sanksi penyitaan Barat.
Tindakan ini menyusul adanya aturan dari Uni Eropa terkait pelarangan penjualan atau penyewaan pesawat ke maskapai Rusia.

Perubahan data yang dilakukan Putin telah memunculkan kebingungan terkait status maskapai. Hal inilah yang membuat pemerintah China mengambil langkah aman dengan melarang maskapai penerbangan Rusia memasuki wilayah udaranya.
Sebelum memberlakukan larangan ini pada Mei lalu Presiden Xi Jinping dan para regulator udara China telah meminta semua maskapai asing untuk memperbarui informasi kepemilikan dan rincian lainnya, tak terkecuali maskapai milik Rusia.
Namun hingga larangan tersebut diterbitkan maskapai Rusia tidak kunjung melaporkan dokumen yang menunjukkan pesawat mereka tidak terdaftar di luar negeri.
Baca juga: Siapa Saja yang Berhenti Beli Minyak Rusia? India dan China Tergiur Diskon
Uni Eropa Terpecah soal Sanksi Rusia
Tak semua negara-negara anggota Uni Eropa menyetujui dijatuhkannya berbagai sanksi kepada Rusia atas invasinya ke Ukraina.
Dilansir Daily Mail, Jerman dan Italia merupakan dua dari beberapa negara yang mencoba mencegah dijatuhkannya lebih banyak sanksi lagi kepada Rusia, demi melindungi ekonomi mereka sendiri.
3. Pejabat Donetsk Sebut Presiden Ukraina Zelensky Bisa Diadili atas Kejahatan Perang
Seorang anggota parlemen senior di Republik Rakyat Donetsk (DPR) mengatakan bahwa wilayah yang didukung Rusia ini ingin mengadili Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai penjahat perang.
Diketahui, Donetsk adalah kota industri sekaligus kota terbesar kelima di Ukraina.
Donetsk juga diakui sebagai ibu kota Republik Rakyat Donetsk yang memproklamirkan diri.
Hingga kini, Republik Rakyat Donetsk masih belum memperoleh pengakuan dari satu negara kecuali Rusia.
Bicara kepada media Rusia, TASS, Yelena Shishkina mengatakan DPR akan mengajukan tuntutan terhadap anggota parlemen yang memimpin Ukraina sejak 2014.

Baca juga: Mengenal Kecanggihan HIMARS, Roket AS yang Dikirim ke Ukraina
Baca juga: Daftar 22 Negara yang Kirim Senjata ke Ukraina, Terbaru AS Berikan Sistem Roket M142 HIMARS
Presiden Ukraina Zelensky, mantan pejabat presiden Oleksandr Turchynov, dan mantan presiden Petro Poroshenko, akan turut menghadapi tuntutan tersebut.
"Pelaku kejahatan militer bukan hanya mereka yang memegang senjata dan menarik pelatuknya. Mereka juga jenderal yang mengeluarkan perintah, dan juga presiden," kata Shishkina, yang memimpin komite legislasi pidana dan administrasi DPR, Rabu (1/6/2022), dikutip dari Newsweek.
Dia menuduh ketiganya membubuhkan tanda tangan "di bawah perintah untuk mengirim neo-Nazi ke Donbas untuk membunuh warga sipil di sini."
Rusia mengklaim operasi militer khususnya ke Ukraina bertujuan menyelamatkan penduduk Republik Donetsk dan Luhansk yang memisahkan diri dari Ukraina, dari genosida.
Shishkina mengatakan, undang-undang itu menetapkan tanggung jawab pidana atas kejahatan perang, serta untuk mendukung dan mendanai terorisme.
4. Tak Percaya Janji Zelensky dan Biden, Kremlin Curiga Ukraina Bakal Serang Rusia Pakai Roket dari AS
Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengaku tidak mempercayai janji dari Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.
Adapun, perjanjian itu terkait dengan sistem roket baru, M142 HIMARS yang diberikan Amerika Serikat (AS) kepada Ukraina.
Pejabat AS mengatakan, pihaknya memberikan sistem senjata roket tersebut dengan jaminan tidak digunakan untuk menyerang sasaran di Rusia.
Sebab, alasannya, Washington bukanlah pihak yang berada dalam konflik Ukraina.
Presiden Zelensky pun mengamini dengan berjanji untuk menghormati jaminan AS dalam wawancaranya bersama Newsmax.
"Kami tidak tertarik dengan apa yang terjadi di Rusia. Kami hanya tertarik pada wilayah kami sendiri di Ukraina," janjinya dalam wawancara yang terbit pada Rabu (1/6/2022), dikutip Tribunnews dari RussianToday.

Baca juga: Gedung Putih: Sistem Roket yang Dikirim ke Ukraina Tidak Dimaksudkan untuk Menyerang di Dalam Rusia
Baca juga: POPULER Internasional: AS akan Kirim Roket Canggih ke Ukraina | Severodonetsk Hampir Dikuasai Rusia
Namun, Peskov mengaku tidak percaya Zelensky akan menepati janjinya.
Sebab, menurut pengalaman Peskov, Zelensky kerap melanggar janji-janjinya.
"Sayangnya, hal seperti itu tidak seperti yang disarankan oleh pengalaman kami," kata Peskov.
"Zelensky telah melanggar janjinya sepanjang karir politiknya yang relatif singkat."
(Tribunnews.com)