AS Tuduh Rusia dan China Melindungi Korea Utara dan Kecaman PBB
China dan Rusia menuduh AS mengobarkan ketegangan terhadap Korea Utara karena gelar latihan militer gabungan dengan Korea Selatan.
Penulis:
Ika Nur Cahyani
Editor:
Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) dan sekutunya bentrok dengan China dan Rusia di forum Dewan Keamanan PBB pada Jumat (4/11/2022).
AS menuduh China dan Rusia berupaya melindungi Korea Utara dari tindakan yang akan dilakukan Dewan Keamanan kepada Pyongyang atas peluncuran rudal balistiknya, lapor Al Jazeera.
Ke-15 anggota Dewan Keamanan pada hari Jumat gagal menyepakati pernyataan bersama untuk mengutuk serangan rudal balistik baru-baru ini dari Korea Utara.
Kendati demikian, sejumlah negara, termasuk Prancis, Inggris dan AS, secara terpisah mengutuk uji coba rudal Pyongyang yang sedang berlangsung.
Korea Utara memcahkan rekor jumlah peluncuran rudal minggu ini.
Pyongyang meluncurkan 30 rudal sejak Rabu (2/11/2022), yang memicu peringatan serangan udara di Korea Selatan dan Jepang.
Baca juga: Kereta Api Melintas dari Korut ke Rusia, Menyusul Dugaan Kim Jong Un Pasok Senjata untuk Putin
Peluncuran itu termasuk uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) pada Kamis (3/11/2022), yang dilaporkan gagal.
Sehingga jumlah total rudal yang telah ditembakkan lebih dari 60 sepanjang tahun ini.
Pyongyang mengaku bahwa rentetan rudal ini diluncurkan sebagai peringatan terhadap latihan militer AS-Korsel.
Di sisi lain, Korea Selatan menerbangkan jet tempur pada Jumat setelah mendeteksi 180 penerbangan militer Korea Utara.
Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, mengatakan 13 dari 15 anggota Dewan Keamanan telah mengutuk peningkatan peluncuran rudal balistik Korea Utara sejak awal tahun tetapi Pyongyang dilindungi oleh dua negara, China dan Rusia, tanpa menyebut secara langsung.
Kedua negara berupaya membenarkan tindakan Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK), kata duta besar AS, menggunakan nama resmi Korea Utara.
"Anggota ini telah 'membantu' membenarkan pelanggaran berulang DPRK, dan pada gilirannya, mereka telah memungkinkan DPRK dan mengolok-olok dewan ini," kata Thomas-Greenfield.
Namun China, sekutu terdekat Korea Utara, dan Rusia, yang hubungannya dengan Barat memburuk karena invasinya ke Ukraina, mengatakan pada pertemuan PBB bahwa AS yang harus disalahkan atas ketegangan dengan Korea Utara.
Duta Besar China untuk PBB, Zhang Jun, menyebut peluncuran rudal Korea Utara terkait langsung dengan latihan militer skala besar AS dan Korea Selatan setelah lima tahun.

Senada dengan China, Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Anna Evstigneeva menyalahkan eskalasi konflik di semenanjung Korea pada keinginan Washington melucuti senjata Pyongyang secara sepihak.
Menurutnya, latihan udara militer AS-Korsel yang dimulai sejak 31 Oktober itu adalah yang terbesar dari sebelum-sebelumnya.
Latihan yang melibatkan 240 pesawat militer itu, menurut Evstigneeva, "pada dasarnya adalah latihan untuk melakukan serangan besar-besaran di wilayah DPRK".
Menanggapi hal ini, Dubes AS menegaskan latihan militer dengan Korea Selatan "tidak menimbulkan ancaman bagi siapa pun, apalagi DPRK".
"Sebaliknya, bulan lalu, DPRK mengatakan kesibukan peluncuran baru-baru ini adalah simulasi penggunaan senjata nuklir medan perang taktis untuk 'menghantam dan melenyapkan' potensi target AS dan Republik Korea," katanya.
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres sebelumnya telah mengutuk peluncuran rudal Korea Utara dan mendesak Pyongyang menyetop tindakan provokatifnya.
Dilansir Guardian, Guterres juga mendesak melanjutkan pembicaraan untuk denuklirisasi Semenanjung Korea.
Korea Utara telah lama dilarang melakukan uji coba nuklir dan peluncuran rudal balistik oleh Dewan Keamanan PBB.
Badan PBB itu menjatuhkan sanksi kepada Korut setelah rezim Kim Jong Un itu menggelar uji coba nuklir pertama pada tahun 2006.
Sanksi itu diperketat selama bertahun-tahun guna mengendalikan program nuklir dan rudal balistik Pyongyang serta memotong pendanaan.

Baca juga: Lembaga Survei Sebut Tingkat Kepercayaan Warga Rusia ke Vladimir Putin Turun
Namun dalam beberapa tahun terakhir, 15 anggota terpecah dalam menanggapi negara tertutup itu.
Pada bulan Mei, China dan Rusia memveto desakan AS untuk menjatuhkan lebih banyak sanksi terhadap Korea Utara atas peluncuran barunya.
China dan Rusia malah mendorong pelonggaran sanksi terhadap Korea Utara dengan alasan kemanusiaan.
Diharapkan hal ini dapat meyakinkan Pyongyang untuk kembali ke negosiasi.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)