Jumat, 22 Agustus 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Dekrit Baru Putin: 160.000 Warga Rusia Dipanggil untuk Wajib Militer

Putin mengumumkan rekrutmen besar-besaran untuk wajib militer, 160.000 pria dipanggil!

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: timtribunsolo
Kremlin.ru
WAJIB MILITER RUSIA - Presiden Rusia Vladimir Putin mengunjungi wilayah Kursk pada Rabu (12/3/2025), bersama Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia, Wakil Menteri Pertahanan Pertama Gerasimov Valery. Putin mengumumkan rekrutmen besar-besaran untuk wajib militer, 160.000 pria dipanggil! 

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Rusia, Vladimir Putin, baru-baru ini mengumumkan rencana untuk merekrut 160.000 warga Rusia ke dalam program wajib militer yang dilaksanakan dua kali setahun.

Program ini bertujuan untuk menggantikan sebagian dari pasukan yang telah menyelesaikan masa tugas wajib militer yang berlangsung selama 12 bulan, bagi pria berusia antara 18 hingga 30 tahun.

Menurut dekrit yang dikeluarkan pada 31 Maret, mobilisasi musim semi tahun ini akan dimulai antara 1 April hingga 15 Juli 2025.

“Warga negara Rusia yang berusia 18 hingga 30 tahun, dan bukan anggota cadangan, akan dipanggil dalam jumlah 160.000 orang,” demikian bunyi dekrit tersebut seperti dilaporkan oleh Interfax Rusia.

Panggilan untuk dinas militer ini dikhususkan bagi mereka yang belum menyelesaikan masa wajib militer, dengan pengecualian bagi yang telah menyelesaikan tugas mereka.

Berdasarkan Undang-Undang Federal 28 Maret 1998 No. 53-FZ tentang Tugas Militer dan Dinas Militer, pemberhentian dari dinas militer akan dilakukan untuk prajurit, pelaut, sersan, dan perwira rendahan yang masa tugasnya telah berakhir.

Dalam mobilisasi musim gugur tahun 2024, Rusia berhasil merekrut 133.000 personel baru.

Warga yang dipanggil untuk bertugas dilarang meninggalkan negara dan dapat dikenakan denda sebesar 30.000 rubel jika menghindari panggilan wajib militer, menurut laporan BBC pada Agustus 2023.

Melalui laporan Kyiv Post, diketahui bahwa dalam mobilisasi Putin pada tahun 2024, yang melibatkan hampir 150.000 wajib militer, hukum menyatakan bahwa mereka tidak dapat ditempatkan di luar Rusia selama dua tahun.

Namun, beberapa rekrutan dilaporkan telah secara tidak sengaja dikirim ke garis depan di Ukraina.

Andrii Kharuk, seorang profesor di Akademi Angkatan Darat Nasional Hetman Petro Sahaidachnyi, menjelaskan bahwa beberapa rekrutan bahkan mungkin terpaksa menandatangani kontrak dengan militer Rusia dan kemudian dikirim ke garis depan.

Baca juga: Kremlin vs Trump: Ketegangan Baru dalam Konflik Ukraina

Hal ini menciptakan kecemasan di kalangan warga sipil mengenai nasib mereka jika dipanggil untuk bertugas.

Menurut informasi dari Ukraina, jumlah korban militer Rusia sejak invasi skala penuh ke Ukraina pada 2022 telah mencapai 915.230 hingga 31 Maret 2025.

Upaya untuk Mencapai Gencatan Senjata

Di tengah ketegangan yang terus berlangsung, Amerika Serikat sedang berupaya untuk mencapai gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina.

Namun, banyak kendala yang masih harus dihadapi.

Pada 31 Maret, Presiden AS, Donald Trump, mengancam akan mengenakan tarif sekunder pada ekspor minyak Rusia jika Presiden Putin tidak mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang di Ukraina.

"Saya ingin melihat Putin membuat kesepakatan sehingga kita bisa menghentikan tentara Rusia dan Ukraina serta orang-orang lainnya dari terbunuh," kata Trump kepada wartawan di Ruang Oval.

Ia mengungkapkan keprihatinan akan situasi yang tidak berujung dan harapannya agar kedua belah pihak dapat segera menemukan titik temu.

Perdagangan antara AS dan Rusia saat ini berada pada titik terendah akibat sanksi yang dijatuhkan oleh AS dan sekutu Barat sebagai respons terhadap invasi Rusia ke Ukraina.

Meski demikian, pemerintahan Trump tetap membuka peluang untuk menjajaki kemitraan perdagangan dengan Moskow.

Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyebutkan bahwa Trump menyatakan ketidaksenangannya terhadap para pemimpin Rusia dan Ukraina di tengah upaya untuk mencapai gencatan senjata.

Menurut sumber di Kantor Kepresidenan Ukraina, keanggotaan Ukraina di NATO bukanlah bagian dari pembahasan seputar kesepakatan mineral, menunjukkan bahwa ada berbagai lapisan kompleks dalam negosiasi yang sedang berlangsung.

Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan