10 Negara dengan Drone Militer Terbanyak di Dunia 2025, Berapa yang Dimiliki Indonesia?
Perkembangan teknologi drone militer bergerak sangat cepat, negara mana saja yang berinvestasi besar-besaran dalam aset udara tak berawak?
Penulis:
Tiara Shelavie
Editor:
Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM – Drone militer, atau kendaraan udara tak berawak (UAV), telah menjadi instrumen penting dalam peperangan modern.
Tidak lagi sekadar alat pengintaian, drone kini mampu melancarkan serangan mematikan, melakukan peperangan elektronik, serta mendukung pasukan dengan intelijen secara real time.
Pada tahun 2025, banyak negara bergerak cepat untuk memperoleh atau memproduksi drone yang dirancang khusus untuk berbagai misi.
Mengutip nsin.us, berikut adalah sepuluh negara dengan armada drone terlengkap dan tercanggih berdasarkan perkiraan terkini dan tren penyebaran aktif.
1. Amerika Serikat – ~13.000 UAV
Dominasi pesawat nirawak militer Amerika masih tak tertandingi.
AS memiliki sekitar 13.000 UAV pada tahun 2025.
Sebagian besar drone digunakan untuk tujuan taktis, meskipun banyak yang memiliki kemampuan canggih untuk serangan presisi dan pengawasan global secara langsung.
Lebih dari 60 persen UAV milik AS, terdiri dari RQ-11 Raven, aset ringan yang memainkan peran penting dalam operasi tingkat peleton, menyediakan intelijen langsung bagi komandan di zona konflik.
UAV canggih seperti MQ-9 dan RQ-4 tetap krusial dalam misi pengawasan terus-menerus dan serangan presisi.

2. Turki – ~1.421 UAV
Dengan sekitar 1.421 UAV pada 2025, Turki memiliki armada drone militer terbesar kedua di dunia.
Keberhasilan Turki didukung diplomasi ekspor.
Baca juga: Qatar Beli 8 Drone UAV MQ-9B SkyGuardian dari Amerika Serikat Seharga Rp 33 Triliun, Ini Tujuannya
Negara-negara seperti Azerbaijan, Qatar, dan Ukraina sangat mengandalkan drone buatan Turki untuk operasi garis depan.
Perusahaan seperti Baykar dan Turkish Aerospace Industries (TAI) telah menjadikan Turki pemasok UAV yang terjangkau dan efektif.
3. Polandia – ~1.209 UAV
Pada 2025, militer Polandia mengoperasikan sekitar 1.209 UAV, yang dirancang untuk intelijen medan perang, serangan cepat, dan koordinasi garis depan.
Polandia mengedepankan kemampuan multiperan, dengan UAV yang mampu berfungsi sebagai pengumpul intelijen dan platform serang ringan.
Sistem ini memperkuat kesadaran situasional pasukan darat dan menyediakan opsi serangan kinetik dalam pertempuran dinamis.
4. Rusia – ~1.050 UAV
Rusia memperluas armada drone militernya dengan cepat, terutama karena perangnya saat ini melawan Ukraina.
Pada 2025, Rusia mengoperasikan sekitar 1.050 UAV, banyak di antaranya dikerahkan di wilayah perbatasan dan zona perang.
Sebagian besar armada terdiri dari UAV seri Orlan, sistem hemat biaya yang efektif dalam mendukung operasi pasukan darat.
Meskipun sebagian besar tidak dipersenjatai, kemampuan ISR (Intelijen, Pengawasan, dan Pengintaian) mereka memainkan peran penting dalam penargetan artileri dan rudal.
Karena sanksi internasional, Rusia mengembangkan drone lokal seperti Altius-U dan Orion.
5. Jerman – ~670 UAV
Jerman mengoperasikan sekitar 670 UAV militer, memadukan platform impor, sistem taktis, dan proyek multinasional.
Penggunaan utamanya mencakup operasi NATO, pemantauan perbatasan, dan misi stabilisasi luar negeri.
Saat ini, Jerman lebih menekankan pengawasan dan ISR ketimbang kapasitas serangan. Heron 1, misalnya, banyak digunakan tetapi belum bersenjata.
Proyek Eurodrone diperkirakan akan menjadi titik balik dalam integrasi UAV bersenjata.
Baca juga: 10 Negara dengan IQ Tertinggi di Dunia, Apakah Indonesia Termasuk?
6. India – ~625 UAV
India mengoperasikan sekitar 625 UAV militer, dengan strategi yang mencakup peningkatan produksi dalam negeri sekaligus mempertahankan impor.
Ketegangan perbatasan dan tantangan regional mendorong kebutuhan akan drone pengawasan dan serangan terbatas.
Sebagian besar UAV India berasal dari Israel, ditempatkan di sepanjang perbatasan sensitif dengan China dan Pakistan.
Meskipun sebagian besar tidak bersenjata, drone India menyediakan intelijen real time.
7. Prancis – ~591 UAV
Prancis mengoperasikan sekitar 591 UAV militer, dengan struktur armada yang mendukung ISR, koordinasi medan perang, dan operasi angkatan laut.
Perusahaan lokal seperti Safran dan Thales mengembangkan UAV yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri.
Spy’Ranger digunakan untuk misi tingkat kompi, sementara MQ-9 Reaper menyediakan kemampuan serangan strategis.
UAV juga diintegrasikan lintas angkatan: darat, laut, dan udara.
8. Australia – ~557 UAV
Australia mengoperasikan sekitar 557 UAV militer, digunakan dalam berbagai operasi darat, laut, dan udara.
Letak geografis yang terpencil dan wilayah luas mendorong ketergantungan pada UAV untuk ISR dan pengawasan perbatasan.
Drone seperti Black Hornet memperkuat kemampuan bertahan hidup pasukan, sementara MQ-9 Reaper menyediakan kemampuan serangan presisi.
Angkatan Laut memanfaatkan MQ-4C Triton untuk pengawasan jalur laut dan zona ekonomi eksklusif.
9. Korea Selatan – ~518 UAV
Korea Selatan memiliki sekitar 518 UAV militer, yang berfokus pada pengawasan, pelacakan target, dan peperangan elektronik, terutama di dekat DMZ.
UAV digunakan secara intensif di wilayah perbatasan dan daerah dengan potensi konflik tinggi.
Global Hawk digunakan untuk pengawasan strategis lintas batas, sementara UAV taktis mendukung operasi darat secara langsung.
10. Finlandia – ~412 UAV
Finlandia mengoperasikan sekitar 412 UAV militer, difokuskan untuk pengawasan taktis dan intelijen medan yang kompleks.
Kedekatan dengan Rusia mendorong kebutuhan Finlandia akan UAV ringan, tahan dingin, dan mudah dipindahkan.
Bagaimana dengan Indonesia?
Data resmi mengenai Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) Indonesia, termasuk kendaraan udara tak berawak (UAV/drone), umumnya tidak dipublikasikan secara terbuka.
Namun, situs pemeringkat kekuatan militer dunia Global Firepower secara berkala melakukan analisis terhadap kekuatan pertahanan negara-negara, termasuk Indonesia.
Menurut laporan terbaru dari Global Firepower, Indonesia diperkirakan memiliki total 45 drone militer yang tercatat dalam inventaris aktif tahun 2025.
Distribusi penggunaannya adalah sebagai berikut:
80,6 persen untuk Recon-Attack (pengintaian sekaligus serangan), dan 19,4 persen untuk ISR/Reconnaissance (intelijen, pengawasan, dan pengintaian).
Berikut adalah rincian jenis dan jumlah drone militer yang digunakan oleh TNI:
TNI AU (Angkatan Udara)
- CH-4B (CASC Rainbow)
Peran: Recon-Attack
Jumlah: 6 unit
Keterangan: Drone bersenjata buatan Tiongkok, berkemampuan tempur jarak jauh.
- Searcher 2 (IAI Searcher)
Peran: Reconnaissance
Jumlah: 4 unit
Keterangan: UAV buatan Israel untuk misi pengintaian jarak menengah.
- Fox-AT1 (CAC Fox)
Peran: Expendable Target
Jumlah: 4 unit
Keterangan: Digunakan untuk latihan dan sebagai sasaran uji coba rudal.
- Aerostar Tactical (Aerostar Tactical UAS)
Peran: Reconnaissance
Jumlah: 4 unit
Keterangan: Drone taktis yang digunakan dalam misi pengawasan taktis.
- Orbiter 2B (Aeronautics Defense Orbiter)
Peran: Reconnaissance
Jumlah: 4 unit
Keterangan: UAV ringan untuk misi pengawasan jangka pendek.
- Wulung (IAe Wulung)
Peran: Reconnaissance
Jumlah: 3 unit
Keterangan: Drone buatan dalam negeri hasil kerja sama LAPAN dan PT DI.
TNI AL (Angkatan Laut)
- LSU-02 (LAPAN LSU-02)
Peran: Reconnaissance
Jumlah: 10 unit
Keterangan: Drone produksi dalam negeri yang digunakan untuk pemantauan maritim.
- MQ-27B (Boeing Insitu ScanEagle)
Peran: Reconnaissance
Jumlah: 6 unit
Keterangan: UAV taktis ringan buatan AS, digunakan untuk pengawasan laut dan zona pesisir.
- LSU-03 (LAPAN LSU-03)
Peran: Reconnaissance
Jumlah: 4 unit
Keterangan: Versi pengembangan dari LSU-02 dengan daya jelajah lebih tinggi.
(Tribunnews.com – Tiara Shelavie)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.