Konflik Iran Vs Israel
5 Dampak Mengerikan Perang Iran vs Israel: Minyak Meroket, Ekonomi Dunia Terjun ke Jurang Resesi
Konflik Israel-Iran tak hanya mengguncang kawasan, tapi memicu lima dampak besar bagi ekonomi dunia, dari harga minyak hingga ancaman resesi global
Penulis:
Namira Yunia Lestanti
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Konflik antara Israel dan Iran kembali memanas setelah keduanya saling melemparkan serangan dengan menargetkan sejumlah wilayah-wilayah strategis.
Termasuk ketiga lokasi nuklir utama Iran yakni Natanz, Isfahan, dan Fordow yang tak luput dari amukan rudal Israel.
Sebagai balasan rudal Iran menghancurkan area di sekitar kompleks Kedutaan Besar Amerika Serikat di Tel Aviv.
Selain kedubes, serangan terbaru militer Iran juga memporak-porandakan kompleks rumah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang terletak di Caesarea.
Ketegangan ini lantas mencuri perhatian dunia, pasalnya konflik Iran VS Israel tak hanya memicu dampak negatif bagi kedua negara tapi juga berdampak bagi ekonomi global.
Dunia internasional khawatir apabila eskalasi Israel dan Iran terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama maka situasi ini akan memicu lonjakan harga energi, inflasi tinggi, bahkan ancaman resesi yang dapat mengguncang ekonomi dunia.
5 Dampak Perang Iran vs Israel
Berikut lima dampak perang Israel dan Iran ke ekonomi global, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera.
1. Harga Minyak Dunia Meroket
Ketegangan Iran vs Israel berpotensi meningkatkan risiko terganggunya distribusi minyak dari Teluk, terutama jika Iran mengancam menutup Selat Hormuz.
Apabila penutupan terjadi maka hal akan memicu kekhawatiran serius terhadap pasokan minyak global lantaran sekitar 20 persen dari total produksi minyak global melewati selat ini setiap harinya.
Baca juga: Konflik Memanas, Negara-Negara Bergegas Evakuasi Warganya dari Israel dan Iran
Data terbaru Al Jazeera melaporkan harga minyak mentah jenis Brent, yang dianggap sebagai standar internasional, naik 5 persen dibandingkan penutupan pasar kemarin.
Kontrak berjangka minyak melonjak lebih dari 13 persen pada satu titik, mencapai level tertinggi sejak Januari.
Kenaikan serupa juga berlaku bagi minyak mentah WTI yang melonjak lebih dari 6 persen, diperdagangkan di atas 73 dolar AS per barel.
2. Picu Tekanan Inflasi Global
Ketika harga minyak naik, biaya produksi juga ikut naik. Hal ini pada akhirnya dibebankan kepada konsumen, terutama untuk barang-barang yang membutuhkan banyak energi seperti makanan, pakaian, dan bahan kimia.
Efek panjangnya, negara-negara pengimpor minyak di seluruh dunia berpotensi mengalami inflasi.
Mereka harus membayar lebih untuk listrik, bahan bakar, atau gas rumah tangga, dan ini membuat biaya hidup makin berat di tengah pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.
Sejauh ini untuk menekan lonjakan inflasi, Bank of England baru-baru ini memangkas suku bunga dasar Inggris menjadi 4,25 persen meskipun Federal Reserve AS telah menunda pemotongan suku bunga.
Langkah tersebut diambil bertujuan untuk menjaga inflasi tetap terkendali. Dengan demikian, inflasi yang terkendali akan mendorong peningkatan konsumsi dan investasi masyarakat, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
3. Gejolak di Pasar Keuangan
Ketika terjadi perang besar seperti konflik Iran vs Israel, pasar saham global langsung bereaksi negatif.
Harga saham dilaporkan turun tajam, karena investor menjual aset mereka dan pindah ke aset yang lebih aman seperti emas atau obligasi pemerintah AS.karena takut rugi.
Aksi ini memperlemah pasar saham karena dana berpindah dari ekuitas ke aset defensif.
Mengutip Reuters pada Senin (16/6/2025) Dow Jones (.DJI) melemah tajam 1,79 persen menjadi 42.197,79 poin, Nasdaq melemah 1,30 persen jadi 19.406,83 poin, dan S&P 500 turun 1,13 persen menjadi 5.976,97 poin.
4. Gangguan Rantai Pasokan Global
Lebih lanjut perang yang meletus antara Iran dan Israel juga mulai mengacaukan rantai pasokan global.
Gangguan ini berdampak pada jalur perdagangan internasional, distribusi barang, hingga stabilitas logistik di berbagai sektor industri.
Alhasil Sejumlah jalur pelayaran dan udara utama kini terpaksa ditutup atau dialihkan, mendorong keterlambatan distribusi bahan baku dan produk industri penting seperti energi, semikonduktor, dan makanan.
Dengan meningkatnya risiko konflik, biaya asuransi kapal dan kargo kini melonjak.
Jalur Teluk dinyatakan sebagai "zona perang" oleh sejumlah perusahaan asuransi maritim, menyebabkan tarif premi naik hingga dua kali lipat.
Akibatnya, ongkos pengiriman global turut naik. Biaya kontainer dari Asia ke Eropa meningkat hingga 40 persen dan pengiriman udara mengalami lonjakan biaya hingga 25 persen.
“Ketika jalur logistik utama terganggu, efeknya menyentuh seluruh rantai pasok dari bahan baku, proses produksi, hingga barang jadi,” ujar analis logistik global dari Bloomberg.
5. Risiko Perlambatan Ekonomi Dunia
Terakhir Konflik bersenjata antara Iran dan Israel membawa dampak besar bagi perekonomian global hingga berpotensi mendorong ekonomi dunia jatuh ke jurang resesi.
Adapun perlambatan ekonomi dunia atau resesi akibat perang Iran-Israel terjadi karena kombinasi lonjakan harga energi, inflasi, gangguan logistik, dan ketidakpastian investasi.
Jika eskalasi terus berlanjut, dampaknya akan meluas ke sektor perdagangan, industri, dan keuangan, memperlambat pemulihan global pasca pandemi dan konflik Rusia-Ukraina.
Bank Dunia menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi global yang semula diproyeksikan 2,6 persen tahun ini bisa turun menjadi di bawah 2 persen jika konflik terus berlanjut hingga akhir kuartal ketiga.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.