Konflik Palestina Vs Israel
Diburu Hukum Gaza, Abu Shabab Dapat Ultimatum: Menyerah atau Diadili Secara In Absentia
Pengadilan Gaza desak pimpinan Abu Shabab untuk menyerahkan diri dalam waktu 10 hari atau akan diadili secara in absentia (tanpa kehadiran terdakwa)
Penulis:
Namira Yunia Lestanti
Editor:
Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM – Pengadilan Revolusioner Otoritas Peradilan Militer di Jalur Gaza, yang dikelola oleh Hamas, mengeluarkan perintah tegas terhadap pemimpin kelompok bersenjata Pasukan Populer, Yasser Abu Shabab.
Pengumuman itu dirilis Pengadilan Revolusioner dari Otoritas Peradilan Militer Kementerian Dalam Negeri Gaza, sebagaimana dilansir dari Al Jazeera, Rabu (2/7/2025).
Dalam ultimatumnya, pengadilan Gaza mendesak pimpinan Abu Shabab untuk menyerahkan diri dalam waktu 10 hari atau akan diadili secara in absentia (tanpa kehadiran terdakwa).
Peringatan dirilis bukan tanpa alasan, pasalnya Yasser Abu Shabab yang memimpin klan Badui beranggotakan sekitar 100 pria bersenjata, diduga kuat terlibat dalam aktivitas kriminal serta memiliki hubungan dengan dinas keamanan Israel.
Tak hanya itu ia juga dituduh menjarah bantuan kemanusiaan yang seharusnya didistribusikan kepada warga sipil Gaza yang terdampak perang.
Bantuan tersebut sebagian besar berasal dari program distribusi yang dikelola oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), organisasi yang kontroversial karena bekerja di bawah kontrak Israel dan menggantikan peran lembaga seperti UNRWA.
Abu Shabab dan kelompoknya juga dituduh melakukan pemberontakan bersenjata terhadap otoritas lokal, yang dianggap sebagai tindakan mengancam keamanan internal Gaza.
Aksi-aksi mereka ditengarai menciptakan ketakutan, kekerasan, dan kekacauan di tengah situasi krisis kemanusiaan yang sudah parah akibat perang.
Buntut tudingan itu, Abus Shabab harus menghadapi sejumlah dakwaan serius, termasuk pengkhianatan, kerja sama dengan entitas musuh, pembentukan geng bersenjata, dan pemberontakan bersenjata.
Jadi Buronan Pengadilan
Baca juga: Sosok Yasser Abu Shabab, Bos Gangster Asal Palestina yang Pro Israel, Jarah Bantuan bagi Warga Gaza
Jika Yasser Abu Shabab terbukti bersalah atas semua dakwaan yang diajukan oleh Pengadilan Revolusioner Hamas di Gaza, maka ia berpotensi menghadapi hukuman berat, bahkan hukuman mati.
Namun hukuman tersebut tergantung pada hasil persidangan dan interpretasi hukum militer yang berlaku di wilayah tersebut.
Pasca ultimatum di rilis, Yasser Abu Shabab kini resmi menjadi buronan paling dicari di Jalur Gaza.
Karena jenis pelanggaran Abu Shabab menyangkut keamanan nasional dan integritas wilayah Palestina, aparat keamanan Hamas menganggap keberadaannya mengancam stabilitas Gaza.
Sejauh ini keberadaan Abu Shabab masih belum diketahui secara pasti, mengutip laporan portal media lokal Shabab tengah berlindung di wilayah timur Provinsi Rafah, yang dikuasai tentara Israel.
Untuk mempercepat proses penangkapan, pengadilan menghimbau seluruh warga untuk melaporkan keberadaan Abu Shabab.
Mereka yang diketahui menyembunyikan atau membantu pelariannya akan dianggap menghalangi keadilan dan dapat ikut dikenai hukuman. Ini adalah bentuk tekanan publik untuk mempercepat penangkapannya.
Kelompok Abu Shabab Buka Suara
Setelah sebelumnya ditetapkan sebagai buronan dan diberi tenggat waktu 10 hari untuk menyerahkan diri, kelompok Abu Shabab kini justru balik menuduh Hamas melakukan kekerasan dan membungkam perbedaan pendapat di wilayah tersebut.
Dalam sebuah pernyataan publik yang diunggah ke laman resmi mereka, Pasukan Populer menggambarkan langkah-langkah hukum yang diambil Hamas terhadap pemimpinnya sebagai “sitkom politik”.
Mereka juga menyatakan bahwa tindakan tersebut adalah upaya sistematis untuk membungkam suara-suara yang berbeda dari narasi resmi pemerintah.
“Kami tidak takut terhadap pengadilan ini, karena rakyat tahu siapa yang sebenarnya menjarah bantuan dan siapa yang menjual tanah air demi kekuasaan,” tulis pernyataan itu.
Kelompok ini juga mempersoalkan peran Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang dikontrak Israel, dan menuduh Hamas menyingkirkan peran organisasi bantuan independen seperti UNRWA dan LSM internasional demi menguasai jalur distribusi.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.