Konflik Palestina Vs Israel
Eks PM Israel Kecam Kabinet Netanyahu: Mereka Musuh Dalam Selimut Israel
Mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert melontarkan kritik tajam terhadap kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Penulis:
Farrah Putri Affifah
Editor:
Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert melontarkan kritik tajam terhadap kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Terutama terhadap mereka yang mendukung ekspansi permukiman di Gaza dan Tepi Barat.
Ia menyebut mereka sebagai “musuh dari dalam”, dalam wawancara dengan The Guardian pada Minggu, 13 Juli 2025.
Olmert menuduh rencana Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, untuk membangun "kota kemanusiaan" di atas reruntuhan Rafah sebagai "kamp konsentrasi".
“Ini kamp konsentrasi. Saya minta maaf,” ujarnya, dikutip dari The Jerusalem Post.
Rencana tersebut bertujuan menampung hingga 600.000 warga Palestina dalam satu area tertutup.
Di mana mereka hanya boleh keluar jika diizinkan dan setelah pemeriksaan keamanan yang ketat.
Olmert menyatakan bahwa apa yang disebut 'kota kemanusiaan' justru merupakan eskalasi yang berbahaya.
“Jika mereka akan dideportasi ke ‘kota kemanusiaan’ yang baru, maka bisa dibilang ini adalah bagian dari pembersihan etnis,” katanya.
Ia juga menuduh Israel melakukan kejahatan perang, mengutip aksi kekerasan pemukim yang menewaskan 2 warga Palestina, termasuk seorang warga negara Amerika.
Ia menyebutnya sebagai “tak termaafkan” dan “paling brutal dan kriminal”.
Baca juga: Mantan PM Israel, Lapid & Olmert Kecam Rencana Israel untuk Dirikan Kamp Kota Kemanusiaan di Rafah
"Tak termaafkan. Tak termaafkan. Ada operasi berkelanjutan yang terorganisir, diatur dengan cara yang paling brutal dan kriminal oleh sekelompok besar orang," tegasnya.
Olmert mengakui mendukung kampanye militer Israel terhadap Hamas.
Namun ia mengutuk cara pemerintah mengabaikan negosiasi gencatan senjata secara terbuka dan brutal.
Pernyataan Olmert mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk UNRWA dan pakar genosida, yang menilai rencana “kota kemanusiaan” bisa berujung pada kamp konsentrasi massal.
Rencana tersebut menyatakan bahwa pendatang baru di fasilitas yang diusulkan akan menjalani pemeriksaan keamanan untuk memastikan mereka tidak berafiliasi dengan Hamas, dan setelah diterima, mereka tidak akan diizinkan untuk pergi.
Militer Israel akan menyediakan keamanan "dari jarak jauh", kata Katz.
Akan tetapi, kritik terhadap rencana tersebut kabarnya bahkan meluas hingga ke lembaga keamanan Israel sendiri.
Panglima militer Eyal Zamir mengecam usulan tersebut dalam sebuah rapat kabinet.
Ia mengungkapkan bahwa usulan itu akan mengalihkan fokus dari dua tujuan utama militer yaitu mengalahkan Hamas dan mengamankan pengembalian tawanan, dikutip dari The New Arab.
Tidak hanya itu, rencana ini semakin membuat beberapa pejabat Israel geram adalah proyeksi biasa yang diperkirakan antara 1 hingga 20 miliar shekel.
"Uang itu tidak akan kembali," kata pemimpin oposisi Yair Lapid di X pada hari Minggu (13/7/2025).
Selain itu, Otoritas Palestina mengecam keras usulan fasilitas tersebut.
Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan, "Kota kemanusiaan ini tidak ada hubungannya dengan kemanusiaan."
Konflik yang sudah berlangsung hampir 21 bulan ini telah menghancurkan Gaza, menyebabkan kekurangan pangan dan obat-obatan.
Serangan Israel hingga saat ini telah menewaskan 58.026 warga Palestina.
Sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak.
(Tribunnews.com/Farra)
Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.