Top Rank
10 Tsunami Paling Mematikan di Dunia: Tsunami Aceh 2004 Paling Banyak Telan Korban
Tsunami Aceh 2004 jadi yang paling mematikan! Ini 10 tsunami paling dahsyat di dunia yang ubah sejarah dan telan ratusan ribu korban.
TRIBUNNEWS.COM - Ketika matahari terbit di pesisir barat Sumatera pada 26 Desember 2004, tak ada yang menyangka bahwa hari itu akan menjadi catatan kelam dalam sejarah kemanusiaan.
Tsunami Aceh, yang dipicu oleh gempa berkekuatan 9,1 skala Richter, bukan hanya mengguncang Indonesia.
Tsunami Samudera Hindia yang terjadi 2004 menewaskan lebih dari 230.000 jiwa di 14 negara dan menjadi tsunami paling mematikan yang pernah tercatat.
Tsunami adalah serangkaian gelombang laut besar yang terjadi akibat perubahan mendadak di dasar laut.
Aceh bukan satu-satunya saksi kedahsyatan laut di wilayah Nusantara.
Lebih dari satu abad sebelumnya, letusan Gunung Krakatau pada 1883 memicu gelombang tsunami setinggi 37 meter, merenggut puluhan ribu jiwa dan memengaruhi iklim dunia.
Indonesia, yang terletak di titik temu cincin api Pasifik, telah lama menjadi panggung bencana megatsunami.
Dari Unzen hingga Ryuku, dari Arica hingga Lituya—dunia mencatatnya, tetapi Indonesialah yang kerap menjadi episentrum dari murka bumi dan laut.
Artikel ini merangkum 10 tsunami paling destruktif sepanjang sejarah, berdasarkan sumber internasional seperti ThoughtCo, GeologyScience, dan Australian Geographic.
Sebuah perjalanan menyusuri gelombang-gelombang besar yang tak hanya menyapu daratan, tapi juga membuka mata dunia bahwa tanah air kita menyimpan pelajaran paling berharga tentang ketahanan, kehilangan, dan harapan.
10 Tsunami Paling Mematikan di Dunia: Tsunami Aceh 2004 Paling Banyak Telan Korban
1. Aceh, 26 Desember 2004: Hari Saat Laut Mengamuk
Baca Selanjutnya: Jarak titik gempa rusia ke wilayah terdampak tsunami di indonesia pekanbaru palopo pp jalur darat
Pada pagi 26 Desember 2004, warga di pesisir barat Aceh menjalani aktivitas seperti biasa.
Nelayan bersiap melaut, anak-anak bermain di tepi pantai, dan sebagian warga masih berada di rumah.
Tak ada tanda akan terjadi bencana.
Tak ada sirene atau peringatan dini.
Di kedalaman Samudera Hindia, gempa berkekuatan 9,1 skala Richter terjadi sekitar 30 kilometer di bawah dasar laut.
Energi gempa ini menggeser lempeng bumi secara masif, memicu gelombang tsunami yang melaju dengan kecepatan tinggi menuju daratan.
Gelombang setinggi hingga 30 meter menghantam garis pantai Aceh, menghancurkan rumah, sekolah, tempat ibadah, dan infrastruktur dalam waktu singkat.
Banyak warga tidak sempat menyelamatkan diri.
Diperkirakan lebih dari 230.000 orang tewas di 14 negara, menjadikan peristiwa ini tsunami paling mematikan dalam sejarah modern.
Indonesia mencatatkan jumlah korban terbanyak.
Dampak bukan hanya pada kerusakan fisik, tetapi juga pada trauma psikologis para penyintas.
Kota berubah menjadi puing dan lumpur.
Air laut yang dulu menopang kehidupan kini menjadi sumber duka mendalam.
Meski begitu, tragedi tersebut memicu berbagai perubahan global:
- Sistem peringatan dini tsunami mulai dibangun dan diperluas.
- Dukungan internasional datang dari berbagai negara.
- Masyarakat Aceh perlahan membangun kembali kehidupan mereka.
2. Tohoku 2011: Ketika Teknologi Tak Mampu Menahan Murka Alam
Pada Jumat, 11 Maret 2011 pukul 14:46 waktu setempat, terjadi gempa bumi berkekuatan 9,0 skala Richter di wilayah Tohoku, Jepang bagian timur laut.
Gempa berlangsung selama sekitar 6 menit dan mengguncang kota-kota besar termasuk Tokyo.
Infrastruktur rusak, dan aktivitas warga terganggu secara signifikan.
Guncangan tektonik memicu tsunami dengan tinggi gelombang antara 10 hingga 40 meter, yang menghantam kawasan pesisir seperti Sendai, Ishinomaki, dan wilayah sekitar.
Guncangan tektonik adalah getaran atau pergerakan pada permukaan bumi yang terjadi akibat pergeseran lempeng tektonik—yaitu potongan besar kerak bumi yang saling bersentuhan dan bergerak perlahan di atas lapisan mantel.
Rumah hancur, kendaraan tersapu, dan ribuan bangunan luluh lantak.
Korban jiwa mencapai lebih dari 18.000 orang, termasuk yang dinyatakan hilang.
Baca Selanjutnya: Kumpulan foto dan video gempa beserta tsunami di rusia gedung rusak dan barang berjatuhan
Banyak keluarga kehilangan anggota, dan proses pencarian korban berlangsung berbulan-bulan.
Tsunami juga menyebabkan kerusakan parah pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi, yang berujung pada kebocoran radiasi dan evakuasi besar-besaran warga dari zona terdampak.
Bencana ini membawa dampak besar secara nasional dan internasional:
- Menimbulkan krisis kemanusiaan dan lingkungan.
- Mendorong revisi kebijakan energi, khususnya tentang energi nuklir.
- Menjadi studi kasus dalam peningkatan sistem peringatan dini dan manajemen bencana.
Meskipun Jepang dikenal dengan kesiapan teknologinya, peristiwa ini menunjukkan bahwa bencana alam dapat menimbulkan dampak luar biasa bahkan bagi negara paling maju.
3. Lisbon, 1 November 1755: Ketika Kota Terbakar di Tengah Gelombang
Pada 1 November 1755 pukul 09:40 pagi waktu setempat, gempa bumi berkekuatan antara 8,5–9,0 skala Richter mengguncang kota Lisbon, Portugal, selama lebih dari 5 menit.
Banyak bangunan, termasuk gereja-gereja tua dan infrastruktur penting, runtuh seketika, menewaskan ratusan warga.
Setelah gempa, tsunami besar dengan tiga gelombang utama menghantam pelabuhan dan kawasan pantai.
Air laut surut secara tidak biasa sebelum kembali sebagai gelombang destruktif.
Kapal-kapal terbawa ke daratan, dan bangunan yang masih berdiri dihancurkan.
Kebakaran hebat yang dipicu oleh lilin gereja dan cerobong dapur yang rusak menambah kehancuran.
Total korban tewas diperkirakan mencapai 100.000 jiwa, menjadikannya salah satu bencana paling mematikan dalam sejarah Eropa.
Wilayah yang terdampak mencakup sebagian besar Portugal dan bahkan mencapai pantai Afrika Utara dan Spanyol selatan.
Selain kerusakan fisik, gempa Lisbon berdampak besar pada pemikiran masyarakat Eropa:
Munculnya debat filosofis terkait peran Tuhan dalam bencana alam.
Voltaire dan Immanuel Kant menulis kritik dan refleksi atas kejadian tersebut.
Peristiwa ini menjadi titik awal bagi ilmu seismologi modern.
Lisbon dibangun ulang dengan desain kota baru dan penerapan standar konstruksi tahan gempa pertama di dunia.
Bencana ini bukan hanya krisis kemanusiaan, tetapi juga mendorong perubahan paradigma tentang cara manusia menghadapi dan memahami kekuatan alam.
4. Krakatau 1883: Ketika Langit Menjadi Hitam dan Laut Menjadi Dinding
Pada 26–27 Agustus 1883, Gunung Krakatau di Selat Sunda mengalami serangkaian letusan besar setelah periode aktivitas vulkanik yang berlangsung selama beberapa bulan.
Letusan utama menghasilkan suara yang terdengar hingga 4.800 kilometer, termasuk ke Australia dan Pulau Rodrigues di Samudra Hindia.
Gelombang kejut dari letusan tercatat berkeliling dunia sebanyak tujuh kali.
Letusan ini menyemburkan abu vulkanik dalam jumlah besar ke atmosfer, yang menyebabkan penurunan suhu global dan fenomena langit gelap di berbagai belahan dunia, termasuk Eropa dan Amerika.
Efek iklim dari letusan berlangsung selama beberapa tahun.
Dampak paling mematikan berasal dari tsunami setinggi hingga 37 meter yang menyapu wilayah pesisir Lampung dan Banten.
Puluhan desa hancur, dan sekitar 36.000–40.000 jiwa dilaporkan tewas, mayoritas akibat gelombang tsunami pascaletusan.
Letusan Krakatau 1883 menjadi titik penting dalam:
- Studi vulkanologi global, sebagai salah satu letusan paling kuat yang pernah tercatat.
- Pengetahuan awal tentang dampak iklim dari letusan gunung berapi.
- Dokumentasi ilmiah yang melibatkan pengamatan lintas benua, termasuk rekaman tekanan udara dan perubahan cuaca.
- Letusan ini juga tercatat sebagai peristiwa yang memengaruhi sejarah sosial dan budaya di wilayah Nusantara, menciptakan berbagai narasi lokal dan menjadi sumber kajian ilmiah lintas disiplin.
- Gunung Krakatau kemudian melahirkan anak gunung baru, Anak Krakatau, yang muncul pada tahun 1927 dan masih aktif hingga kini.
Baca Selanjutnya: Detik detik tsunami melanda kepulauan kuril rusia setelah gempa di semenanjung kamchatka rusia
5. Sanriku 1896: Malam Perayaan yang Berubah Menjadi Duka
Pada 15 Juni 1896 pukul sekitar 19:00 waktu setempat, terjadi gempa bumi berkekuatan sekitar 7,6 skala Richter di lepas pantai Sanriku, wilayah timur laut Jepang.
Guncangannya terasa ringan dan tidak menyebabkan kerusakan berarti, sehingga tidak memicu kepanikan di kalangan warga.
Namun, sekitar 35 menit setelah gempa, tsunami besar setinggi hingga 38 meter menghantam pesisir Sanriku secara tiba-tiba, terutama di daerah seperti Kamaishi dan Ofunato.
Banyak desa hancur total, dan lebih dari 22.000 jiwa dilaporkan tewas.
Gelombang tersebut datang tanpa sistem peringatan dini, saat masyarakat tengah merayakan Festival Obon.
Tragedi ini menjadi titik penting dalam sejarah bencana Jepang:
- Menunjukkan bahwa gempa ringan di laut dalam bisa memicu tsunami besar.
- Mendorong perkembangan awal dalam penelitian tsunami dan pemahaman dampaknya.
- Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya mitigasi risiko dan teknologi peringatan dini.
- Sanriku 1896 juga menjadi rujukan penting ketika wilayah yang sama kembali dilanda tsunami pada tahun 2011, menggarisbawahi bahwa risiko bencana alam tetap ada bahkan setelah lebih dari satu abad.
6. Ryuku 1771: Laut yang Menjulang Menjadi Kuburan Sunyi
Pada 24 April 1771, terjadi gempa bumi berkekuatan sekitar 7,4 skala Richter di wilayah laut dekat Pulau Miyako, bagian dari Kepulauan Ryukyu yang kini termasuk prefektur Okinawa, Jepang.
Meskipun durasi dan kekuatan gempa tidak tergolong ekstrem, struktur dasar laut memperkuat dampaknya dan memicu tsunami luar biasa besar.
Gelombang tsunami mencapai ketinggian hingga 85 meter, menghantam pesisir Pulau Ishigaki, Miyako, dan sekitarnya.
Beberapa desa hancur total, ladang rusak, dan kapal-kapal tersapu jauh ke daratan. Diperkirakan sekitar 12.000 orang tewas, dengan banyak korban tidak ditemukan akibat terseret arus laut.
Ciri khas tsunami ini adalah munculnya fenomena yang disebut "tsunami batu"—bongkahan karang besar yang terangkat dan terbawa jauh ke wilayah daratan, masih dapat ditemukan sebagai bukti fisik tragedi tersebut.
Baca Selanjutnya: Gempa bumi di rusia adalah yang terkuat dalam beberapa dekade terakhir kata pejabat rusia
Dampak bencana ini tercatat dalam:
- Catatan sejarah istana Shuri, kerajaan Ryukyu saat itu.
- Cerita rakyat dan puisi lokal, sebagai bentuk dokumentasi kultural.
- Studi modern tentang dampak struktur dasar laut terhadap tinggi gelombang tsunami.
- Peristiwa ini menjadi tonggak awal bagi pemahaman lokal tentang tsunami, jauh sebelum Jepang memiliki sistem peringatan dini seperti sekarang.
7. Arica 1868: Ketika Gempa Mengirim Gelombang Hingga Seberang Samudra
Pada 13 Agustus 1868, sebuah gempa bumi berkekuatan sekitar 8,5 skala Richter mengguncang wilayah Arica, kota pelabuhan di pesisir selatan Peru (saat itu masih menjadi bagian dari Peru, sebelum bergabung dengan Chile).
Gempa tersebut menyebabkan kerusakan struktural besar, termasuk runtuhnya bangunan dan retaknya tanah di sejumlah titik.
Sekitar 15 menit setelah gempa, gelombang tsunami setinggi 15–20 meter menerjang kawasan pesisir.
Kota Arica, dermaga, dan kapal-kapal dagang hancur total, termasuk dua kapal perang milik Amerika Serikat, yaitu USS Wateree dan USS Fredonia, yang terseret hingga 400 meter ke daratan.
Tsunami ini tidak hanya berdampak lokal:
- Gelombangnya menjalar ke seluruh Samudra Pasifik, mencapai Hawaii, Selandia Baru, dan Jepang meski dalam bentuk melemah.
- Aktivitas pelayaran internasional terganggu selama beberapa hari.
- Pelabuhan di berbagai wilayah pesisir mengalami kerusakan.
- Diperkirakan sebanyak 25.000 orang tewas, terutama di wilayah pesisir Peru dan Chile. Banyak jasad tidak ditemukan karena terseret arus atau tertimbun reruntuhan.
Dampak dan Signifikansi Global:
- Peristiwa ini menjadi salah satu catatan awal tentang fenomena “tsunami lintas samudra”, yang dapat berpindah ribuan kilometer dari pusat gempa.
- Mendorong perkembangan pemetaan zona rawan gempa dan kesadaran terhadap potensi tsunami global.
- Menjadi referensi dalam perencanaan keamanan pelabuhan dan desain kapal yang lebih tahan terhadap gelombang besar.
- Tragedi Arica 1868 adalah pengingat bahwa tsunami bisa terjadi tanpa peringatan dan bisa melintasi batas negara, menjadikannya salah satu titik balik dalam pemahaman modern tentang dampak gempa dan tsunami di wilayah Pasifik.
8. Unzen 1792: Ketika Gunung Mengirimkan Gelombang Kematian
Pada 21 Mei 1792, terjadi peningkatan aktivitas vulkanik di Gunung Unzen, yang berada di Prefektur Nagasaki, Jepang.
Tidak terjadi letusan besar, tetapi serangkaian gempa kecil dan pergerakan tanah menyebabkan longsor besar dari lereng Gunung Mayuyama, anak Gunung Unzen.
Longsoran tersebut jatuh ke Teluk Ariake, memicu tsunami lokal raksasa yang menghantam wilayah pesisir, termasuk Shimabara, sebagian Kumamoto, dan daerah seberang teluk.
Gelombang terjadi sangat cepat, menyapu wilayah padat penduduk dan menyebabkan kerusakan besar.
Diperkirakan lebih dari 15.000 jiwa tewas, termasuk korban akibat longsor, gelombang tsunami, dan bangunan yang runtuh. Banyak korban berada di rumah dan tidak menyadari bahaya yang datang tiba-tiba dari arah laut.
Dampak dan Signifikansi:
- Menjadi tsunami akibat longsor paling mematikan dalam sejarah Jepang.
- Menunjukkan bahwa tsunami tidak hanya berasal dari gempa bawah laut, tapi bisa juga dipicu oleh pergerakan massa tanah di daratan.
- Kejadian ini terdokumentasi dalam catatan zaman Edo, termasuk lukisan ukiyo-e dan arsip istana.
- Mendorong kesadaran akan pentingnya pemantauan gunung berapi, sistem evakuasi darurat, dan penilaian risiko di kawasan pesisir.
- Saat ini, Gunung Unzen dipantau secara ketat oleh badan vulkanologi Jepang, dan wilayah di sekitarnya dilengkapi dengan zona rawan bencana serta infrastruktur mitigasi.
9. Lituya 1958: Ketika Gunung dan Laut Menyatukan Kekuatan
Pada 9 Juli 1958 pukul 22:15 waktu setempat, gempa bumi berkekuatan 7,8 skala Richter terjadi di dekat zona patahan Fairweather, kawasan Teluk Lituya, Alaska. Guncangan ini memicu longsor besar dari lereng gunung setinggi 1.000 meter, menjatuhkan sekitar 30 juta meter kubik batu dan tanah langsung ke fjord sempit.
Longsor tersebut menyebabkan gelombang megatsunami setinggi 524 meter—tsunami tertinggi yang pernah tercatat secara ilmiah. Gelombang ini menyapu lereng, menghilangkan vegetasi, dan mengubah kontur geografis teluk secara drastis.
Kondisi dan Dampak:
- Tiga kapal berada di teluk saat kejadian:
- Dua nelayan (Howard dan Elmer Ulrich) selamat setelah kapal mereka terbawa arus.
- Satu kapal lain tenggelam, menewaskan dua dari lima orang di dalamnya.
- Total korban jiwa: lima orang, dengan dua kematian langsung akibat tenggelam.
- Kerusakan geologis dan ekologis sangat besar meski lokasi terpencil.
- Tidak ada pemukiman besar di sekitar teluk, sehingga dampak terhadap populasi umum sangat terbatas.
Signifikansi Ilmiah:
- Peristiwa ini menjadi bukti bahwa tsunami tidak selalu dipicu oleh gempa bawah laut, melainkan juga oleh longsor besar ke badan air.
- Fenomena disebut megatsunami karena tinggi gelombang ekstrem, berbeda dari tsunami biasa yang lebih meluas namun umumnya lebih rendah.
Menjadi studi kasus penting dalam:
- Geologi dan dinamika longsor
- Evaluasi risiko di teluk dan danau tertutup
- Pemantauan zona rawan longsor di kawasan gunung dan gletser
10. Messina 1908: Saat Bumi Bergetar dan Laut Menyapu Kehidupan
Pada 28 Desember 1908 pukul 05:20 pagi, terjadi gempa bumi berkekuatan sekitar 7,5 skala Richter yang mengguncang wilayah Messina, di pesisir timur Pulau Sisilia, dan Reggio Calabria di daratan Italia.
Gempa berlangsung kurang dari 30 detik, namun menyebabkan kerusakan total: sebagian besar bangunan runtuh, infrastruktur hancur, dan ribuan orang tewas secara instan.
Tak lama setelah gempa, tsunami menyapu wilayah pesisir, memperparah kehancuran di Messina dan kota-kota seberang Selat Messina.
Gelombang air membawa puing-puing dan korban jiwa ke daratan dan laut.
Dampak Langsung:
- Sekitar 100.000 orang tewas, menjadikannya bencana alam paling mematikan dalam sejarah Italia dan salah satu yang terburuk di Eropa.
- Bangunan, sekolah, dan rumah ibadah hancur, banyak korban tertimbun atau tenggelam.
- Kebakaran terjadi akibat runtuhan yang memicu ledakan dan korsleting.
Dampak Jangka Panjang dan Respons:
- Menjadi pemicu pembentukan sistem seismik modern di Italia dan Eropa.
- Mendorong penerapan standar bangunan tahan gempa dan perencanaan kota yang lebih aman.
- Masyarakat internasional, termasuk Rusia dan Inggris, memberikan bantuan kemanusiaan.
- Ribuan anak menjadi yatim piatu, dan banyak keluarga kehilangan seluruh anggota.
- Kota Messina kemudian dibangun ulang, dengan pendekatan arsitektur yang memperhatikan ketahanan terhadap gempa bumi.
- Peristiwa ini menjadi tonggak penting dalam sejarah mitigasi bencana di Eropa dan memperkuat kesadaran publik terhadap potensi gempa bumi dan tsunami di wilayah Mediterania.
-
(Tribunnews.com/ Andari Wulan Nugrahani)
Top Rank
10 Negara Teratas dengan Pengemudi Terbaik: Jepang Tempati Peringkat 1, Disusul Belanda dan Norwegia |
---|
10 Negara dengan Layanan Kesehatan Terbaik untuk Ekspatriat, Taiwan Urutan Pertama |
---|
10 Negara dengan Pengemudi Terburuk: Disiplin Berlalu Lintas di India Hampir Tak Ada |
---|
8 Negara Terbaik di Asia untuk Dikunjungi di Bulan Oktober: Bhutan Gelar Beragam Festival, Ada India |
---|
11 Aplikasi Buatan Israel, Ternyata Ada yang Populer di Ponsel Orang Indonesia |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.