Diplomat RI Ditembak di Peru
Pistol yang Dipakai Menembak Zetro Sering Dipakai Aksi Pembunuhan Lain
Polisi menyita sebuah pistol yang diduga digunakan. Ada hal mengerikan terkait dengan senjata yang digunakan untuk membunuh Zetro Leonardo
Editor:
Muhammad Barir
Pistol yang Dipakai Menembak Zetro Sering Dipakai dalam Aksi Pembunuhan Lain
TRIBUNNEWS.COM- Polisi Peru telah menangkap lima orang pria yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Lima, Zetro Leonardo Purba, pada Selasa (9/9/2025).
Dua warga negara Kuba, dan tiga lainnya warga negara Venezuela.
Polisi menyita sebuah pistol yang diduga digunakan untuk menembak korban. Ada hal mengerikan terkait dengan senjata yang digunakan untuk membunuh Zetro Leonardo Purba.
Polisi mengungkap, pistol yang digunakan untuk menembak Zetro Leonardo Purba juga pernah digunakan dalam aksi kejahatan pembunuhan dengan penembakan lainnya.
Para pembunuh bayaran ditangkap di sebuah hotel di San Martín de Porres. Selain senjata api, bahan peledak yang akan digunakan untuk pemerasan juga ditemukan di properti tersebut.
Pembunuhan Zetro Leonardo Purba, seorang pejabat diplomatik di Kedutaan Besar Indonesia, mengungkap jejak yang mengerikan.
Senjata yang digunakan berupa Pistol Taurus yang digunakan untuk membunuhnya bukanlah barang baru di dunia kriminal.
Sejarahnya menunjukkan bahwa ini bukanlah kasus yang terisolasi, melainkan senjata dengan sejarah berdarah yang membentang hampir satu dekade.
Baca juga: Dubes Peru untuk Indonesia Janji Usut Tuntas Kasus Penembakan Zetro Leonardo Purba
Kronologinya dimulai pada tahun 2015 , ketika Kepolisian Nasional (PNP) menyerahkan pistol tersebut kepada seorang anggota divisi Halcones.
Hampir setahun kemudian, jejak resminya menghilang. Perwira bintara tersebut gagal melaporkan pencurian atau kehilangan, sehingga menciptakan celah hukum yang memungkinkan senjata tersebut disita dari pengawasan negara.
Pada tahun 2019, pistol yang sama dikaitkan dengan pembunuhan di kota Pisco, Ica.
Berdasarkan uji balistik, selongsong peluru yang ditemukan cocok dengan senjata yang digunakan oleh petugas polisi.
Kejahatan ini hampir tidak dilaporkan di media nasional, tetapi kini menjadi bagian dari teka-teki yang menyoroti bahaya beredar bebasnya pistol dinas di pasar ilegal.
Pada 1 September 2025, senjata itu ditembakkan lagi, kali ini di Lince, ke arah diplomat Indonesia.
Beberapa jam kemudian, senjata itu digunakan di San Juan de Miraflores untuk menyerang dua pekerja seks komersial dalam konteks yang terkait dengan sindikat perdagangan manusia dan pengumpulan kuota.
Salah satu korban diidentifikasi dengan nama samaran "Malaco", seorang terduga anggota organisasi kriminal di balik serangan tersebut.
Polisi menemukan senjata tersebut di sebuah hostel di San Martín de Porres, beserta dinamit dan amunisi yang diduga digunakan untuk pemerasan.
Penemuan ini tidak hanya menegaskan sifat berbahaya geng tersebut, tetapi juga menyoroti betapa mudahnya senjata yang "hilang" menjadi aset penting bagi organisasi kriminal.
Masalah mendasarnya lebih dari sekadar satu senjata: hal ini mengungkap pola di mana senjata yang terdaftar atas nama polisi muncul kembali di tangan penjahat.
Para pakar keamanan menunjukkan bahwa kasus-kasus ini bukanlah hal yang luar biasa, melainkan bagian dari fenomena yang lebih luas di mana senjata resmi "hilang" tanpa pelacakan yang nyata.
Hipotesis pembunuhan pejabat Indonesia
Pembunuhan Zetro Leonardo Purba, seorang diplomat Indonesia, di distrik Lince, Lima, mendorong Kepolisian Nasional Peru (PNP) untuk menetapkan hipotesis utama bahwa kejahatan tersebut terkait dengan geng-geng perdagangan manusia.
Polisi sedang menyelidiki hubungan antara pembunuhan tersebut dan kawasan komersial Risso, yang dikenal sebagai lokasi organisasi kriminal yang mengoperasikan jaringan prostitusi dan germo informal.
Para agen memfokuskan penyelidikan mereka pada pengaruh kelompok-kelompok yang menguasai wilayah Lince, sebuah tempat dengan sejarah kekerasan yang terkait dengan eksploitasi seksual dan aktivitas kriminal.
Dalam konteks ini, hipotesis polisi menunjukkan bahwa kejahatan penembakan Zetro Purba bisa jadi merupakan balas dendam para mafia yang mendominasi wilayah tersebut dan sering berseteru untuk mempertahankan wilayah operasi mereka.
Di antara organisasi-organisasi yang disebutkan, geng yang disebut One Family menonjol, dipimpin oleh Dany Zapata, yang dikenal sebagai "El Chino".
Organisasi kriminal ini diduga telah mengkonsolidasikan kendalinya atas kegiatan-kegiatan ilegal di Lince dan sekitarnya.
Polisi menunjuk Zapata sebagai tersangka utama karena riwayat kekerasannya dan perselisihan internal terkait kendali distrik tersebut.
Selama pemeriksaan ponsel Purba, penyidik menemukan kontak dengan perempuan Venezuela dan Kolombia.
Hipotesis polisi adalah bahwa koneksi ini dapat memberikan petunjuk tentang latar belakang pribadi dan profesional diplomat tersebut pada hari-hari menjelang serangan, selain mengungkap kemungkinan hubungan langsung, tidak langsung, atau tidak langsung dengan lingkungan yang didominasi oleh sindikat perdagangan manusia.
SUMBER: INFOBAE
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.