Minggu, 28 September 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Di Aula PBB yang Sepi, Netanyahu Berpidato Menentang Pengakuan Palestina

Perdana Menteri Israel Netanyahu menentang pengakuan negara Palestina dengan berpidato di Majelis Umum ke-80 PBB pada hari Jumat.

Facebook PM Israel
NETANYAHU BERPIDATO - Foto diunduh dari Facebook PM Israel, Sabtu (27/9/2025). Perdana Menteri Israel Netanyahu berpidato di Majelis Umum ke-80 PBB pada hari Jumat, 26 September 2025. 

TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berpidato di aula Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang sepi setelah banyak perwakilan negara melakukan aksi walkout, Jumat (26/9/2025).

Saat Netanyahu naik ke podium, lebih dari 100 diplomat dari lebih 50 negara meninggalkan ruang sidang sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Israel di Gaza dan penolakannya terhadap pengakuan negara Palestina.

Perwakilan yang mengikuti aksi walkout di antaranya dari Indonesia, Malaysia, Arab Saudi, Qatar, Rusia, Mesir, India, Pakistan, Brasil, Finlandia, Spanyol, Swiss, Irlandia, Jepang, Yordania, Turki, Lebanon, Nigeria, Uni Emirat Arab, Yaman, Uganda, dll.

Dalam pidatonya, Netanyahu menolak tuduhan Israel melakukan genosida di Jalur Gaza dan menggunakan kelaparan sebagai strategi perang.

"Lihatlah tuduhan palsu genosida, bahwa Israel menargetkan warga sipil, tetapi itu sama sekali tidak benar," katanya dalam Sidang Umum ke-80 di PBB, Jumat.

Netanyahu mengatakan Israel telah meminta warga Palestina di Kota Gaza untuk pergi sebelum mereka melakukan serangan.

"Jika kami ingin melakukan genosida di Kota Gaza, kami tidak akan meminta warga sipil untuk pergi... Selama tiga minggu terakhir, Israel telah menyebarkan selebaran yang mendesak warga sipil di Kota Gaza untuk pergi," lanjutnya.

Ia mengulangi propagandanya dengan menuduh kelompok Palestina, Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), yang menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia.

Perdana menteri Israel juga mengecam negara-negara yang mengakui Negara Palestina baru-baru ini, di antaranya Inggris, Prancis, Kanada, Australia, Portugal, Luksemburg, Monako, Belgia dan Andorra.

Ia menuduh negara-negara itu menyerah kepada Hamas dan menyebut "anti-Semit" bagi pihak yang menentang kritik terhadap serangan mematikan Israel di Jalur Gaza.

"Kami tidak akan membiarkan Anda memaksakan negara Palestina kepada kami. Para pemimpin Barat menyerah di bawah tekanan, dan saya jamin Israel tidak akan menyerah," katanya.

Baca juga: Anggap Remeh Walk Out Massal di PBB, Netanyahu: Dibalik Panggung Mereka Memuji Israel

Berbicara kepada rakyat Palestina di Jalur Gaza, Netanyahu mengatakan, "Perang dapat segera berakhir dengan kembalinya semua yang diculik, pelucutan senjata Hamas, dan demiliterisasi Jalur Gaza."

"Israel menghancurkan kelompok Houthi di Yaman dan sebagian besar Hamas di Gaza, melumpuhkan Hizbullah di Lebanon, dan menghalau milisi di Irak," katanya sambil menunjukkan peta yang telah ia siapkan.

Selain itu, Netanyahu juga menyampaikan pesan kepada Hamas.

"Bebaskan tentara yang diculik sekarang! Jika kalian melakukannya, kalian akan hidup. Jika tidak, Israel akan memburu kalian," katanya.

Netanyahu mengklaim Israel telah memberikan tanah kepada rakyat Palestina, melupakan fakta militan Zionis merebut tanah-tanah dari warga lokal Palestina sebelum mendirikan Israel pada tahun 1948.

"Setiap kali kami memberikan tanah kepada Palestina, tanah itu digunakan untuk agresi terhadap kami," klaimnya.

"Palestina memiliki negara, tetapi mereka menyerang kami lagi, meluncurkan roket ke kota-kota kami, dan mengubah Gaza menjadi platform militan yang darinya mereka melakukan pembantaian 7 Oktober," lanjutnya.

Selain Hamas, Netanyahu juga mengecam Otoritas Palestina (PA) yang memerintah wilayah Palestina di Tepi Barat dan menjadi perwakilan Palestina di kancah internasional.

"Penolakan terhadap negara Yahudi tidak hanya berlaku bagi Hamas, tetapi juga bagi apa yang disebut Otoritas Palestina 'moderat'," kata Netanyahu.

Netanyahu menuduh Palestina ingin menghancurkan Israel.

"Palestina tidak menginginkan negara Palestina berdampingan dengan Israel; mereka menginginkan negara Palestina menggantikan Israel. Kami tidak percaya pada janji-janji yang dibuat oleh Palestina, karena mereka telah membuat janji selama beberapa dekade tanpa menepatinya," lanjutnya, lapor Russia Today.

"Anda memberi imbalan kepada para ekstremis dengan memberi mereka sebuah negara yang berjarak satu mil dari Yerusalem, sama seperti Anda memberi al-Qaeda sebuah negara yang berjarak satu mil dari New York," tambahnya.

Mengenai Iran, Netanyahu mengatakan negara itu sedang mengembangkan program senjata nuklir dan rudal balistik besar-besaran dengan cepat.

Ia menuduh Iran membuat senjata tersebut untuk menghancurkan Israel dan mengancam sekutunya, Amerika Serikat.

"Iran tidak boleh dibiarkan membangun kembali kemampuan nuklirnya," katanya.

"Kami mengendalikan langit di atas Iran, dan pilot kami mengebom situs pengayaan uranium di sana," tambahnya, merujuk pada serangan Israel selama perang 12 hari pada Juni lalu.

Israel Serang "Zona Aman"

Terkait klaim Netanyahu tentang "perintah evakuasi" kepada warga Kota Gaza, sejumlah laporan menyebutkan mereka tetap menjadi sasaran serangan Israel ketika pergi ke "zona aman".

Pada 9 September, militer Israel menjatuhkan selebaran di atas Kota Gaza yang berisi perintah bagi warga sipil untuk segera mengungsi ke selatan, menuju wilayah yang disebut sebagai "zona aman" di Al-Mawasi. 

Perintah tersebut memicu kepanikan di kalangan penduduk yang sudah berada dalam kondisi sangat sulit akibat serangan udara dan kekurangan bantuan kemanusiaan.

Selebaran tersebut menginstruksikan warga Gaza untuk bergerak melalui Jalan Al-Rashid menuju Al-Mawasi, yang digambarkan oleh militer sebagai "zona aman". 

Namun, banyak warga yang merasa tidak ada tempat yang aman untuk pergi dan khawatir tidak akan diizinkan kembali setelah meninggalkan rumah mereka, lapor Reuters. 

Beberapa orang menyatakan, mereka terjebak tanpa pilihan lain dan tidak tahu ke mana harus pergi.

Selain itu, militer Israel juga menyebarkan selebaran serupa di wilayah lain seperti Deir al-Balah dan Tel al-Sultan, yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai "zona aman" oleh Israel

Namun, beberapa laporan menunjukkan, wilayah-wilayah tersebut kemudian menjadi sasaran serangan, menimbulkan pertanyaan tentang niat di balik penetapan zona aman tersebut.

Update Serangan Israel di Jalur Gaza

Serangan Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 65.549 warga Palestina dan melukai sekitar 167.518 orang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, Jumat. 

Krisis kemanusiaan di Jalur Gaza kian memburuk, dengan 440 orang meninggal akibat kelaparan, termasuk 147 anak-anak.

Sejak Mei 2025, serangan terhadap warga yang mengantre bantuan menewaskan 2.543 orang dan melukai lebih dari 18.614 lainnya, lapor Anadolu Agency.

Pada Jumat, laporan PBB yang mengungkapkan bahwa lebih dari 150 perusahaan, termasuk Airbnb, Booking.com, Expedia dan TripAdvisor, mengambil untung dari perusahaan pemukiman ilegal Israel di Tepi Barat yang diduduki.

Sekutu Netanyahu, Presiden AS Donald Trump mengatakan ia hampir mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza dan membawa pulang para sandera, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

“Pasukan Israel telah meningkatkan operasi mereka selama 24 jam terakhir, dengan konsekuensi yang menghancurkan bagi warga sipil,” kata juru bicara PBB Stephane Dujarric dalam konferensi pers, mengutip Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).

“Rata-rata, ini berarti serangan udara terjadi setiap delapan atau sembilan menit," lanjutnya, lapor Al Jazeera.

Dujarric mengatakan tim PBB yang memantau pergerakan penduduk dan menghitung sekitar 16.500 orang mengungsi dari Gaza utara ke selatan pada hari Kamis saja.

Israel menyalahkan Hamas atas kehancuran di Gaza sebagai dampak dari serangan Operasi Banjir Al-Aqsa 7 Oktober 2023, saat Hamas menewaskan ratusan warga Israel dan menyandera 250 orang. 

Saat ini, sekitar 20-50 sandera yang masih ditahan di Gaza.

Perundingan negosiasi antara Hamas dan Israel yang ditengahi oleh Qatar dan Mesir masih berjalan lambat.

Hamas menuntut gencatan senjata permanen, penarikan pasukan, dan distribusi bantuan tanpa hambatan, sedangkan Israel bersikeras syarat utama adalah pembebasan semua sandera serta pembubaran Hamas.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan