Profil dan Sosok
Mengenang Sosok Jane Goodall, Ahli Primata dan Konservasionis yang Pernah Jadi Utusan Perdamaian PBB
Jane Goodall tidak memiliki gelar sarjana, tetapi berhasil meraih gelar PhD di bidang Etologi di Newnham College, Cambridge.
TRIBUNNEWS.COM - Mengenang sosok Dr. Jane Goodall, DBE, seorang ahli primata, ahli etologi, konservasionis, sekaligus tokoh kemanusiaan ternama di dunia yang meninggal dunia pada usia 91 tahun.
Kabar meninggalnya Jane dikonfirmasi langsung oleh organisasi nirlaba untuk konservasi lingkungan yang didirikannya, Jane Goodall Institute pada Rabu (1/10/2025).
Menurut obituari yang diterbitkan di laman janegoodall.org, Jane meninggal dunia saat tidur.
Salah satu legacy atau warisan tersohor dari Jane adalah dedikasi dan penelitiannya selama 65 tahun tentang simpanse liar di Gombe Stream National Park, Tanzania.
Jane lahir di Hampstead, London, Inggris, pada 3 April 1934 dengan nama lengkap Valerie Jane Morris-Goodall.
Ia merupakan putri sulung dari pengusaha dan pembalap mobil Mortimer Herbert Morris-Goodall dan penulis Margaret Myfanwe Joseph.
Semasa hidupnya, Jane dikenal sebagai sosok yang selalu berjuang tanpa lelah untuk meningkatkan kesadaran publik tentang ancaman terhadap satwa liar, gencar mempromosikan konservasi lingkungan, sekaligus menginspirasi hubungan yang lebih harmonis dan berkelanjutan antara manusia, hewan, dan alam.
Wanita berambut pirang (blonde) ini juga memiliki keyakinan yang teguh akan pentingnya menghormati semua bentuk kehidupan di Bumi.
Jane sudah sangat tertarik pada satwa liar sejak kecil. Selain itu, ia gemar membaca tentang dunia dan alam seisinya.
Bahkan, ia memiliki mimpi untuk bepergian ke Afrika, mempelajari lebih lanjut tentang hewan, dan menulis buku tentang makhluk-makhluk hidup.
Pada 1957, ia pergi ke Tanzania bersama antropolog terkenal, Louis Leakey, untuk mempelajari simpanse liar, dikutip dari The Guardian dan janegoodall.org.
Baca juga: 11 Sosok Purn TNI Dianugerahi Pangkat Istimewa dari Prabowo: Eks Gubernur Jateng, Petinggi BGN
Pada 14 Juli 1960, Jane tiba di Gombe untuk pertama kalinya.
Di Gombe pula, ia semakin memahami perilaku simpanse sekaligus dari penemuannya, ia mendapati bahwa simpanse ternyata bisa membuat dan menggunakan alat tertentu.
Observasi Jane ini yang selanjutnya dianggap 'mendefinisikan ulang makna menjadi manusia.'
Melihat potensi dan ketekunan Jane, Louis Leakey pun menyadari bahwa 'murid'-nya ini hanya akan dianggap serius jika ia memiliki kualifikasi akademis.
Sehingga, meski Jane tidak memiliki gelar sarjana, Louis telah mengatur sedemikian rupa agar Jane belajar untuk meraih gelar PhD di bidang Etologi di Newnham College, Cambridge.
Ia menulis disertasi doktoral bertajuk The Behaviour of Free-living Chimpanzees in the Gombe Stream Reserve dan menyelesaikannya pada 1965.
Studinya selama tiga bulan itu berkembang menjadi program penelitian luar biasa yang berlangsung selama beberapa dekade dan masih berlangsung hingga saat ini.
Lalu, Jane mendirikan Jane Goodall Institute (JGI) pada 1977 yang awalnya untuk mendukung penelitian di Gombe, tetapi kini ada 25 kantor JGI yang menjalankan beragam program di seluruh dunia.
Pada 1991, Jane Goodall Institute juga mendirikan Roots & Shoots, sebuah program pendidikan lingkungan dan kemanusiaan global untuk kaum muda yang kini tersebar luas di 132 negara.
Ia ditunjuk menjadi Utusan Perdamaian PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) atau UN Messenger of Peace pada 2002.
Pada 2017, Jane mendirikan Jane Goodall Legacy Foundation untuk memastikan keberlanjutan program-program inti yang telah ia ciptakan.
Hingga akhir hayatnya, Jane memperluas fokusnya sekaligus menjadi advokat global untuk hak asasi manusia (HAM), kesejahteraan hewan, perlindungan spesies dan lingkungan, serta berbagai isu penting lain.
Meski kini Jane telah tiada, peninggalannya masih abadi.
Di antaranya adalah penelitian yang masih berlangsung di Gombe, program konservasi yang berpusat pada masyarakat 'Tacare', suaka margasatwa Chimp Eden di Afrika Selatan dan Tchimpounga di Republik Kongo, serta Roots & Shoots yang memberdayakan kaum muda dalam berbagai program langsung bagi masyarakat, hewan, dan lingkungan.
Kehidupan Pribadi
Jane Goodall menikah dua kali.
Suami pertamanya, Hugo van Lawick, adalah seorang baron Belanda dan fotografer satwa liar yang bekerja untuk National Geographic ketika mereka bertemu.
Namun, Jane dan Hugo bercerai pada tahun 1974.
Kemudian, Jane menikah lagi dengan Derek Bryceson, seorang anggota parlemen Tanzania dan mantan direktur Taman Nasional Tanzania.
Akan tetapi, Derek meninggal dunia pada 1980.
Jane memiliki seorang putra, yakni Hugo Eric Louis van Lawick (yang akrab disapa Grub), dan tiga cucu, Merlin, Angel, dan Nick, serta seorang saudari, Judy Goodall.
Karya dan Penghargaan
Semasa hidupnya, Jane Goodall menulis lebih dari 27 buku untuk dewasa dan anak-anak, dan tampil dalam berbagai dokumenter dan film, serta dua karya besar IMAX.
Pada 2019, National Geographic membuka Becoming Jane, sebuah pameran keliling yang berfokus pada karya hidupnya.
Sementara, publikasi terbarunya, The Book of Hope: A Survival Guide for Trying Times, telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 20 bahasa.
Pada 2004, Jane dianugerahi gelar Dame Commander of the Order of the British Empire (DBE) di Buckingham Palace.
Jane juga dianugerahi Medali Kebebasan Presiden Amerika Serikat (United States Presidential Medial of Freedom), Légion d’honneur Prancis, Medali Benjamin Franklin dalam Ilmu Hayati (Benjamin Franklin Medal in Life Science), Penghargaan Kyoto bergengsi Jepang, Penghargaan Gandhi-King untuk Antikekerasan, Medali Tanzania, dan Penghargaan Tyler untuk Prestasi Lingkungan.
Selain itu, ia telah diakui oleh berbagai pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan badan amal di seluruh dunia.
(Tribunnews.com/Rizki A.)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.