Konflik Palestina Vs Israel
Israel Disebut Gunakan Manusia sebagai Perisai di Gaza, Bakal Terjerat Kejahatan Perang?
Intelijen AS mengungkap rencana para pejabat Israel yang menggunakan warga Palestina sebagai perisai selama perang di Gaza.
Menanggapi laporan serupa yang beredar, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengeluarkan pernyataan resmi.
Dikutip dari Al Arabiya, IDF menegaskan bahwa mereka secara tegas melarang penggunaan warga sipil sebagai perisai manusia.
Tak hanya itu, IDF juga melarang pasukannya memaksa mereka dengan cara apa pun untuk berpartisipasi dalam operasi militer.
Meski demikian, pernyataan IDF menyebutkan bahwa Divisi Investigasi Kriminal Polisi Militer saat ini sedang menyelidiki "kecurigaan yang melibatkan warga Palestina dalam misi militer".
Pemerintah Israel sendiri belum memberikan jawaban terkait apakah mereka mendiskusikan informasi intelijen ini dengan AS.
Sebelumnya, muncul sebuah dokumenter yang membahas kekejaman IDF selama perang di Gaza.
Film dokumenter yang berjudul Breaking Ranks: Inside Israel's War ini telah tayang di Inggris pada Senin (10/11/2025) malam.
Sejumlah prajurit IDF secara terbuka membongkar praktik pelanggaran norma dan batasan hukum di Jalur Gaza.
Hal tersebut termasuk dugaan pembunuhan warga sipil tanpa provokasi dan penggunaan penduduk Palestina sebagai tameng hidup.
Baca juga: Terungkap, AS Sudah Tahu Pejabat Israel Gunakan Warga Palestina sebagai Perisai Manusia
Testimoni tersebut menunjuk pada adanya praktik yang mereka sebut sebagai "sebuah kekacauan", di mana warga sipil tewas atas kehendak perwira di lapangan, serta menguapnya kode etik resmi IDF.
Kapten Yotam Vilk, seorang perwira korps lapis baja, menyatakan bahwa pedoman pelatihan resmi IDF yang mensyaratkan seorang prajurit hanya boleh menembak jika target memiliki sarana, niat, dan kemampuan untuk menimbulkan bahaya, kini tidak berlaku.
"Tidak ada yang namanya 'sarana, niat, dan kemampuan' di Gaza," kata Vilk, dikutip dari The Guardian.
"Itu hanya: kecurigaan berjalan di tempat yang tidak diizinkan. Seorang pria berusia antara 20 hingga 40 tahun," lanjutnya.
Seorang prajurit lain, yang diidentifikasi sebagai Eli, menambahkan bahwa penentuan hidup dan mati "bukan ditentukan oleh prosedur atau peraturan baku, melainkan nurani komandan di lapangan".
Eli menggambarkan bagaimana penentuan siapa yang dianggap musuh menjadi sangat subyektif dan sewenang-wenang.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.