Mahfud MD Akui Masih Garang Setelah Dijadikan Menteri Jokowi & Singgung Prabowo: Garang Juga
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) menegaskan dirinya masih menjadi orang yang garang saat ini.
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) menegaskan dirinya masih menjadi orang yang garang saat ini.
Hal itu disampaikan dalam program Mata Najwa Trans 7, Rabu (29/1/2020).
Najwa Shihab yang menjadi pembawa acara, menyebut bahwa dulu Mahfud MD adalah orang yang kritis dan orang yang garang di luar.
Lalu, ia bertanya apakah Mahfud MD masih garang setelah menjadi Menteri Jokowi di kabinet Indonesia maju.
Mendengar pertanyaan Najwa Shihab itu, Mahfud MD menegaskan dirinya masih garang seperti dulu.
"Saya kira masih garang juga. Itu kan tergantung," ujar Mahfud MD, dikutip dari YouTube Najwa Shihab, Rabu (29/1/2020).
Najwa kemudian bertanya, apakah Menko Polhukam ini juga garang kepada para menteri di kabinet Jokowi.

Ia menjawab, dirinya akan garang ke menteri apa saja, termasuk pada Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kejaksaan Agung, dan juga Kapolri.
"Ke siapa saja. Ke Menteri Keuangan juga, ke siapa saja. Ke luar misalnya ke Kejaksaan Agung, saya panggil, Kapolri saya panggil," jawabnya.
Kemudian, Najwa Shihab menyinggung nama Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan.
Mahfud MD ditanya apakah dirinya juga bersikap garang pada Prabowo Subianto.
Lantas, Mahfud MD menjawab bahwa dirinya juga tetap garang pada Prabowo sebagai Menhan.
"Oh Menteri Pertahanan bagus, garang juga," ungkap Mahfud MD.
Sosok Kritis Mahfud MD
Mahfud MD sudah dikenal kritis sejak masih duduk di bangku kuliah.
Mengutip TribunTimur.com, ia mengiktui sejumlah organisasi kemahasiswaan intrauniversitas seperti Senat Mahasiswa, Badan Perwakilan Mahasiswa, dan pers mahasiswa.
Ia juga aktif mengikuti organisasi luar universitas yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Mahfud MD juga mengikuti lembaga pers mahasiswa.
Ia pernah menjadi pimpinan di majalah mahasiswa Fakultas Hukum UII, Keadilan.
Karena begitu kritis terhadap pemerintah Orde Baru, majalah Muhibbah yang dipimpinnya dibreidel sampai dua kali.
Pertama, dibreidel oleh Pangkopkamtib Soedomo pada 1978.
Terakhir, dibreidel oleh Menteri Penerangan Ali Moertopo pada 1983.
Lalu, Mahfud MD mulai bekerja sebagai dosen setelah lulus dari UII.
Ketika itu ia melihat, hukum tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya karena selalu diintervensi oleh politik.
Sehingga, energi politiknya selalu lebih kuat daripada energi hukum.

Kekecewaannya pada hukum yang selalu dikalahkan oleh keputusan-keputusan politik menyebabkan Mahfud MD ingin belajar ilmu politik.
Lalu, saat ia bekerja di Mahkamah Konstitusi (MK), menurutnya kredibilitas MK sebagai lembaga tidak diragukan lagi.
Meski ada dua lembaga lain yang juga bagus dan bersih, yaitu Komisi Yudisial dan Komisi Pemberantasan Korupsi, MK masih steril dari sandungan kasus hukum.
Mahfud MD saat itu tidak memasang target sebagai hakim konstitusi.
Ia bekerja mengalir sesuai kewenangan yang diberikan.
Menurutnya, jabatan hakim konstitusi berbeda dengan birokrasi lain seperti menteri.
Sebagai menteri, harus kreatif dan mendinamiskan banyak program.
Sedangkan menjadi hakim konstitusi justru tidak boleh banyak program.
Alasannya, banyak program malah akan berpotensi melanggar kewenangannya.
(Tribunnews.com/Nuryanti/TribunTimur.com)