Selasa, 12 Agustus 2025

Potensi Generasi Alpha dan Beta Bisa Terasah dengan Metode Belajar Multi-Learning Connection

Cara belajar untuk generasi Alpha dan Beta yang lahir dan tumbuh di tengah derasnya arus globalisasi serta kemajuan teknologi yang luar biasa pesat.

enabledkids.ca
ANAK BELAJAR - Ilustrasi anak belajar. Cara belajar untuk generasi Alpha dan Beta yang lahir dan tumbuh di tengah derasnya arus globalisasi serta kemajuan teknologi yang luar biasa pesat. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Generasi Alpha dan Beta merupakan generasi yang lahir dan tumbuh di tengah derasnya arus globalisasi serta kemajuan teknologi yang luar biasa pesat. 

Baca juga: Generasi Beta, Julukan bagi Anak yang Lahir Mulai Tahun 2025, Ini Bedanya dengan Gen Z dan Gen Alpha

Mereka dikenal sebagai generasi yang sangat cepat dalam menyerap informasi dan belajar.

 

Sebab sejak dini sudah terbiasa dengan kecanggihan digital seperti gadget, internet, hingga teknologi artificial intelligence (AI).

Psikolog Anak dan Keluarga Samanta Elsener, M.Psi. Samanta Elsener, tekankan pentingnya pendekatan belajar yang relevan untuk generasi ini. 

Ia menegaskan bahwa untuk mendukung potensi luar biasa dari anak-anak generasi Alpha dan Beta, diperlukan metode pembelajaran yang menghubungkan berbagai minat dan cara belajar mereka.

"Jadi, kita pahami dulu dengan kriteria yang ada di generasi alpha dan beta, mereka belajarnya juga cepat banget,” ungkap Samanta dalam Jumpa Media: Dukung Mams Gali Potensi Exceptional Generasi Alpha dan Beta, Wyeth Nutrition S-26 Hadirkan Kecanggihan Teknologi Brain Visualizer di Event “S-26 Exceptional League, di Jakarta Selatan, Jumat (30/5/2025).

Menurutnya, proses belajar anak zaman sekarang tidak bisa disamakan dengan pendekatan satu arah yang selama ini sering dipakai. 

Generasi Alpha dan Beta menuntut adanya proses pembelajaran yang tidak hanya fleksibel, tapi juga harus datang dari minat mereka sendiri.

Oleh karena itu, untuk bisa mendukung, potensi anak menjadi eksepsional, kita perlu tahu kebutuhan utama anak. 

"Supaya mereka jadi generasi yang mahir, memecahkan masalah, bukan cuma bergantung sama artificial inteligen (AI), tapi benar-benar bisa berpikir kritis, memahami masalahnya seperti apa, tahu pemecahan masalahnya akan seperti apa, nah itu dibutuhkan multi-learning,” jelas Samanta.

Multi-learning yang dimaksud, lanjutnya, adalah proses belajar yang menghubungkan beragam topik dan keterampilan berdasarkan minat dan rasa ingin tahu anak. 

Dengan begitu, anak bukan hanya sekadar belajar untuk tahu, tetapi juga membangun makna dari apa yang mereka pelajari.

“Multi-learning connect ini harus datang dari minatnya anak, kalau dari pendekatan psikologi atau perkembangan anak, kita akan sangat kesulitan kalau anak-anak ini tidak dibekali sesuai minat mereka belajarnya mau apa,” ujarnya lagi.

Ia menegaskan bahwa pendekatan belajar yang menekankan "harus ini, harus itu" sudah tak relevan lagi. 

Anak-anak zaman sekarang cenderung lebih antusias jika pendekatannya berasal dari rasa penasaran yang tulus.

“Jadi, kalau pas dengan cara yang lama, harus ini, harus itu, nanti dulu, mereka sudah berkembangnya di era yang sangat modern, jadi minatnya mereka apa, yuk kita dampingi, kita coba untuk membuat mereka semakin giat belajar, kalau mereka datang dari minatnya, rasa kekepoannya, rasa ingin tahunya mereka, dari situ kita benar-benar bisa tahu,” paparnya.

Proses ini, menurut Samanta, bisa dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana. 

Misalnya, ketika anak menunjukkan ketertarikan pada tumbuhan, orang tua bisa mengajaknya menggali lebih dalam, bahkan hanya melalui percakapan.

“Oke anakku lagi ingin nih belajar tentang tumbuh-tumbuhan, yuk apa, kita gali dengan pertanyaan, supaya mereka tumbuh rasa penasarannya, lalu nanti hari yang berbeda mungkin penasarannya mau belajar tentang gajah,” katanya.

Tak hanya memperkaya kosakata dan wawasan anak, pendekatan berbasis minat ini juga membantu mengembangkan empati mereka, bahkan pada makhluk hidup lain. 

Kuncinya, kata dia, ada pada minat. Ketika anak tertarik pada sesuatu, maka dorongan belajarnya akan meningkat dengan sendirinya. 

“Jadi biasanya kalau kita mulai dari rasa minatnya anak itu apa, mereka jadi keinginan belajarnya semakin tinggi, mereka bisa connect the two, nah itulah optical learning connect tuh seperti itu,” ucapnya.

Orang tua pun tidak perlu takut menggunakan kata-kata yang sedikit kompleks dalam berkomunikasi dengan anak. 

Justru, ini bisa menjadi bagian dari pembelajaran yang menarik bagi mereka.

Dengan pendekatan yang tepat, generasi Alpha dan Beta bukan hanya akan tumbuh sebagai anak-anak cerdas.

Tetapi juga berkarakter kuat, penuh empati, dan mampu berpikir kritis di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan