Selasa, 19 Agustus 2025

Idul Adha 2025

Teks Khutbah Idul Adha 2025: Pengorbanan untuk Keberlanjutan Alam

Berikut teks khutbah Idul Adha 2025 yang berjudul "Pengorbanan untuk Keberlanjutan Alam".

Freepik
ILUSTRASI AL-QURAN - Foto ini diambil dari Freepik pada Rabu (4/6/2025) yang menampilkan Ilustrasi Al-Quran dan Tasbih. Berikut teks khutbah Idul Adha 2025. 

TRIBUNNEWS.COM - Berikut teks khutbah Idul Adha 2025.

Tahun ini, Hari raya Idul Adha 2025 jatuh pada hari Jumat, 6 Juni 2025.

Saat sholat Ied, terdapat khutbah khusus yang akan disampaikan oleh penceramah.

Teks khutbah Idul Adha kali ini mengajak umat muslim untuk meneladani pengorbanan Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan Nabi Ismail tidak hanya dalam konteks ketundukan kepada Allah, tetapi juga dalam kontribusi nyata terhadap kelestarian alam.

Dikutip dari laman Simbi Kemenag, berikut teks khutbah Idul Adha 2025 dengan judul "Pengorbanan untuk Keberlanjutan Alam".

Pengorbanan untuk Keberlanjutan Alam

Ma’âsyiral muslimin wal muslimat, jemaah salat Iduladha rahimakumullah,

Puji syukur kita haturkan ke hadirat Allah Swt yang telah menganugerahkan kita iman dan takwa, sehingga kita bisa melakukan ibadah salat Iduladha secara berjemaah di tempat yang penuh kemuliaan dan rahmat ini.

Selawat dan salam kita sampaikan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad saw yang telah menunjukkan kepada kita jalan kebaikan, kebenaran, bagaimana kita beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Semoga kita termasuk umatnya yang mendapatkan syafaat di akhirat nanti. Amin.

Melalui mimbar ini, khatib berwasiat kepada kita semua, untuk meningkatkan iman dan takwa, karena Allah tegaskan bahwa sebaik-baik bekal dalam menjalankan kehidupan; baik di dunia dan akhirat adalah takwa. Takwa berarti melaksanakan apa yang diperintahkan Allah secara maksimal; baik itu ibadah sunah apalagi ibadah wajib, dan menjauhi apapun yang dilarang Allah secara maksimal; baik yang makruh apalagi yang haram.

Tanda seseorang sedang berada di jalan ketakwaan adalah memiliki hubungan baik dengan Allah, sesama manusia, dan alam. Tidak sempurna keimanan dan ketakwaan seseorang, apabila hanya menjaga hubungan baik dengan Allah dan manusia saja, kemudian mengabaikan lingkungan dan alam sekitar. Melalui momen Iduladha ini, marilah kita tunaikan dengan maksimal posisi kita sebagai khalifah, yaitu memelihara alam semesta dengan sebaik-baiknya.

Ma’âsyiral muslimin wal muslimat, jemaah salat Iduladha rahimakumullah,
Iduladha merupakan hari raya yang sarat akan pengorbanan, sehingga hari raya ini dikenal juga dengan istilah Idulkurban. Penamaan dengan Idulkurban bukan sebatas karena ada anjuran pemotongan hewan kurban, melainkan terdapat pengorbanan luar biasa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s. dan keluarganya, untuk kelestarian alam dan keberlangsungan hidup manusia.

Pengorbanan pertama, ketika Nabi Ibrahim a.s. meninggalkan Siti Hajar dan Ismail kecil di tengah gurun tandus, gersang, tidak ada air, dan tidak ada kehidupan. Hanya terdapat Baitullah (Kakbah), yang menjadi alasan Nabi Ibrahim meninggalkan keluarganya di sana. 

Kisah ini terekam dalam Al-Qur’an surah Ibrahim ayat 37:

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak ada tanamannya (dan berada) di sisi rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami(demikian itu kami lakukan) agar mereka melaksanakan salat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan anugerahilah mereka rezeki dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Q.S. Ibrahim/14: 37).

Syaikh Muhammad Sayyid Thanthawi dalam kitabnya At-Tafsîr Al-Wasîth li Al-Qur’an Al-Karîm menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim a.s. meninggalkan Siti Hajar dan Ismail kecil di tengah gurun tandus, agar dekat dengan Baitullah. Sehingga keluarganya tetap mengingat Allah Swt dan melaksanakan salat. Karena dengan ketaatan kepada Allah Swt, akan datang pertolongan dari arah yang tak terduga. 

Sedangkan Imam Al-Alusi dalam tafsirnya Rûh Al-Ma’âni meriwayatkan bahwa, Siti Hajar yang ditinggalkan tidak hanya diam, ia menanyakan kepada suaminya Ibrahim berkalikali, kenapa mereka ditinggalkan di tempat yang tandus tak berpenghuni? Apakah ini merupakan perintah Allah kepadamu? Nabi Ibrahim a.s. menjawab: “Iya”, sambil menahan kesedihan mendalam karena akan meninggalkan keluarganya. Siti Hajar hanya pasrah, dan yakin Allah Swt tidak akan menyengsarakan hamba-Nya.

Dalam perspektif teologis, Siti Hajar sangat meyakini kebesaran Allah Swt yang menyiapkan keseimbangan lingkungan, sehingga ia berlari-lari kecil dari bukit Safa ke bukit Marwah, bolak balik sebanyak tujuh kali, sampai Allah jawab dengan dihadirkannya sumber mata air, yang dikenal dengan zamzam.

Air zamzam terbukti peranannya sampai hari ini sebagai sumber kehidupan di Tanah Suci Makkah dan Madinah, bahkan keberkahannya dinikmati oleh seluruh umat muslim di dunia.

Sedangkan dalam perspektif ekologi, usaha Siti Hajar untuk menemukan sumber mata air, harus menjadi pelajaran bagi kita. Betapa penting posisi air dalam kehidupan, sehingga harus dijaga kualitas dan kuantitasnya.

Dalam suasana Iduladha, penggunaan air harus tetap proporsional, tidak boleh boros apalagi semaunya, demi menjaga kelestarian alam dan keberlangsungan kehidupan.

Ma’âsyiral muslimin wal muslimat, jemaah salat Iduladha rahimakumullah,

Selain kisah heroik Siti Hajar tersebut, momen Iduladha ini juga mengingatkan kita tentang kisah fenomenal Nabi Ismail a.s. yang siap memenuhi mimpi ayahnya, Nabi Ibrahim a.s. untuk menyembelih beliau sesuai perintah Allah Swt. Ketabahan dan kesabaran sikap Ismail ini adalah buah dari ketegaran dan keikhlasan Siti Hajar pada saat ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim a.s. Pengorbanan Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. dijelaskan dalam AlQur’an surah Ash-Shaffat, Allah Swt berfirman:

“Maka ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya. Ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk
orang yang sabar.” Ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) meletakkan pelipis anaknya di atas gundukan (untuk melaksanakan perintah Allah). Kami memanggil dia, “Wahai Ibrahim, sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sesuungguhnya, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. Sesungguhnya ini benar benar suatu ujian yang nyata. Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar. Kami mengabadikan untuknya (pujian) pada orang-orang yang datang kemudian, ”Salam sejahtera atas Ibrahim.” Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S. Ash-Shaffât/37: 102-110).

M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan bahwa usia Nabi Ismail a.s. pada saat itu sekitar 13 tahun. Tetapi kematangan sikap yang ditampilkan menunjukkan keberhasilan Nabi Ibrahim a.s. dan Siti Hajar dalam mendidik anaknya tentang tauhid, akhlak, kesabaran, dan keikhlasan.

Kesediaan Nabi Ibrahim a.s. untuk menyembelih putra kesayangannya adalah bukti ketaatannya kepada Allah Swt. Nabi Ibrahim a.s. mengesampingkan sifat egois, rakus, serakah, atau kepentingan diri sendiri.

Inilah yang patut diteladani oleh umat muslim di momen Iduladha. Jangan sampai keserakahan, sifat egois, rakus, dan kepentingan pribadi mengalahkan kemaslahatan umum, sehingga mengganggu kestabilan alam dan keseimbangan kehidupan.

Secara teologis, pengorbanan yang dilakukan Nabi Ibrahim a.s. mengajarkan kita bahwa kesalehan spiritual dapat berdampak positif pada kebaikan sosial dan kesejahteraan kehidupan. Itulah yang dijelaskan dalam surah Ash-Shaffat ayat 9 di atas, “sejahtera bagi Ibrahim).

Sedangkan perspektif ekologi, pengorbanan Nabi Ibrahim mengajarkan kita agar lebih peduli dengan lingkungan, karena syariat berkurban dapat mencegah populasi hewan ternak yang berlebihan. Dengan ibadah kurban, populasi hewan ternak menjadi seimbang, tidak memicu erosi tanah dan pencemaran air.

Apalagi Islam mengajarkan untuk memilih hewan ternak yang sehat dan terbaik, kemudian dipotong dengan syariat Islam, secara manusiawi, dan ramah lingkungan.

Ma’âsyiral muslimin wal muslimat, jemaah salat Iduladha rahimakumullah,

Agar Iduladha semakin berkah dan khidmat, semua panitia kurban diharapkan memperhatikan aspek ekoteologi. Pastikan hewan ternak yang akan disembelih sehat dan terbaik, menggunakan pisau yang tajam, kemudian memperhatikan aspek lingkungan.

Alangkah bijaknya kita mengikuti panduan praktis penyembelihan hewan kurban yang disusun oleh Pusat Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan. Pertama, harus peduli terhadap lingkungan, dengan tidak membiarkan limbah tanpa penanganan, memanfaatkan hewan kurban secara optimal, dan gunakan material secara tepat guna dan efisien.

Kedua, perlu memperhatikan area penyembelihan hewan yang luas, untuk menjaga kualitas lingkungan masyarakat.

Ketiga, pastikan menggunakan wadah yang ramah lingkungan dan aman terhadap kesehatan. Seperti daun pisang atau besek yang bersih. Kalau pun menggunakan plastik, pastikan plastik yang aman untuk kontak langsung dengan bahan makanan, ukurannya sesuai, dan mudah terurai.

Keempat, perlu diadakan edukasi ke masyarakat tentang Idulkurban ramah lingkungan, sehingga pengolahan akhir sampah tidak terbawa ke badan air atau menuju ke laut.

Apabila hal itu bisa dilakukan dengan maksimal, tentu hikmah Idulkurban bisa didapatkan tanpa mencemar lingkungan. Rasulullah saw bersabda:

“Aisyah menuturkan dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda, “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Iduladha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.”” (Hadis Hasan, riwayat At-Tirmidzi: 1413 dan Ibnu Majah: 3117).

Janji Allah melalui Rasul-Nya tentu sangat menarik dan menggiurkan, tetapi semuanya harus berdasarkan ilmu pengetahuan; baik aspek teologis maupun ekologi. Berkurban tidak dilakukan atas dasar pamer dan berlebih-lebihan, sehingga kebahagiaan yang sedang dirayakan umat muslim tidak berdampak negatif terhadap umat selain muslim, alam dan lingkungan.

Ma’âsyiral muslimin wal muslimat, jemaah salat Iduladha rahimakumullah,

Demikian khotbah Iduladha ini kami sampaikan, mudah-mudahan Allah senantiasa membimbing kita, agar bisa menjadi hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Semoga yang berkurban tahun ini Allah balas dengan kebaikan berlipat ganda. Sedangkan yang belum berkurban, Allah berikan keluasan rezeki, agar dapat ikut melaksanakan ibadah kurban. Amin ya Rabbal ‘alamin.

(Tribunnews.com/Farra)

Artikel Lain Terkait Idul Adha 2025

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan