Pilpres 2024
Wawancara Eksklusif Yusril: Prabowo Punya Chemistry Lebih dalam ke Jokowi daripada Anies dan Ganjar
Yusril beri sinyal dukung Prabowo maju sebagai capres di Pemilu 2024, menurut dia Prabowo sosok tepat lanjutkan pemerintahan jokowi.
Penulis:
Reynas Abdila
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Prof Yusril Ihza Mahendra memberikan sinyal akan mendukung Prabowo Subianto maju sebagai calon presiden di pemilihan umum 2024.
Meskipun belum dideklarasikan partainya, Prof Yusril meyakini Prabowo Subianto adalah sosok yang
tepat untuk melanjutkan pemerintahan Joko Widodo.
"Setelah Pak Jokowi tidak ada lagi, kan tentu apa yang sudah Pak Jokowi lakukan harus diteruskan
dengan baik. Yang salah harus dikoreksi," katanya dalam wawancara eksklusif di kantor Tribun
Network, Palmerah, Jakarta, Selasa (2/5/2023).
Menurutnya, Ketua Umum Gerindra itu memiliki hubungan emosional yang lebih baik
ketimbang dua calon presiden yang sudah dideklarasikan yakni Anies Baswedan dan Ganjar
Pranowo.
"Jadi saya melihat di antara calon-calon yang ada Pak Prabowo calon yang chemistry-nya dengan Pak
Jokowi lebih cukup dalam,"urai Prof Yusril yang juga pakar ketatanegaraan.

Dia mengakui akan segera membahas dukungan calon presiden di internal agar negosiasi politik bisa
dilakukan sejak awal.
Berikut wawancara eksklusif Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domuara Ambarita dan
News Manager Tribun Network Rachmat Hidayat dengan Prof Yusril Ihza Mahendra:
Dari tiga nama calon presiden yang kita kemukakan paling banyak Prof Yusril menyebut nama Pak Prabowo. Mungkinkah nantinya chemistrynya akan ke sana?
Saya punya pemikiran memang seperti itu, kadang-kadang juga saya menimbang-nimbang keadaan
dan mempertimbangkan juga fakta-fakta yang terjadi di lapangan.
Pak Jokowi kan sudah 10 tahun memerintah, memang pada waktu itu saya juga diajak bicara
mengenai wacana presiden tiga periode. Sesudah itu ada wacana perpanjangan masa jabatan
presiden.
Saya memberikan pendapat dan di media bisa dilihat tapi saya kira sekarang ini dengan PDIP sudah
mengumumkan Pak Ganjar sebagai capres maka agenda Jokowi tiga periode serta penundaan
pemilu itu sudah selesai.
Jadi memang apapun yang terjadi agenda pemilu akan tetap dilaksanakan walaupun tentu ini
menyisakan bagaimana bila terjadi megathrust (goncangan politik). Saya kira itu tetap harus kita
pikirkan.
Tetapi untuk agenda penundaan pemilu dan lain-lain, dengan pengumuman deklarasi PDIP maka kita
lupakan saja soal itu.
Setelah Pak Jokowi tidak ada lagi, kan tentu apa yang sudah Pak Jokowi lakukan harus diteruskan
dengan baik. Yang salah harus dikoreksi. Jadi saya melihat di antara calon-calon yang ada Pak
Prabowo calon yang chemistry-nya dengan Pak Jokowi lebih cukup dalam.
Meskipun Pak Jokowi terlihat bermain dua kaki ya?
Entahlah ya, saya sih tidak mengatakan beliau bermain dua kaki. Tapi memang ada posisi yang agak
dilematis sekarang Pak Presiden ini.
Satu hal begini kita dulu tidak bisa membayangkan bahwa Pak Prabowo akan masuk ke kabinet Pak
Jokowi karena kan begitu keras pertarungannya apalagi melibatkan agama begitu dalam terhadap
Pak Prabowo pada waktu itu.
Selain ijtima ulama lalu ada puisinya Neno Warisman segala macam. Kan itu luar biasa keterlibatan
agama pada waktu itu sehingga membuat kita terbelah.
Sampai di masjid jenazah tidak boleh disolatkan begitu ya?
Iya betul, jadi Pak Jokowi ini kan mengajak Pak Prabowo masuk ke dalam kabinet. Dan Pak Prabowo
juga menerima, saya pada waktu itu sempat melihat ini tidak terbayangkan terjadi.
Pak Jokowi waktu itu meminta saya menjadi lawyer profesional menghadapi gugatan pasangan
Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Mahkamah Konstitusi.
Saya profesional saat itu, tidak pernah berbicara pada hakimnya, enggak sama sekali dan dengan Pak
Bambang Widjojanto kita betul-betul berhadapan sebagai advokat yang betul-betul kita adu ilmu,
adu kemampuan. Dan itu dimenangkan oleh Pak Jokowi.
Makanya saya agak salah paham juga pada waktu itu, kok bisa ya kita disuruh bertarung habis-
habisan di pengadilan, tapi bisa juga kita membayangkan sebaliknya.
Andaikan Pak Prabowo tidak masuk ke dalam kabinet maka keterbelahan masih berlangsung sampai
hari ini. Jadi sebenarnya setelah saya berdiskusi panjang dengan Pak Prabowo di Padang termasuk
sebelumnya bertemu beliau.
Baca juga: Prabowo Subianto Ungkap Presiden Jokowi Titip Pesan Soal Ekonomi Indonesia
Diskusi saya dengan Pak Prabowo tidak hanya berpikir rasional tetapi juga bicara dari hati ke hati.
Saya dapat menangkap andai kata beliau tidak masuk ke kabinet, mula-mula saya senyum-senyum
juga Pak Prabowo bilang masuk demi Indonesia. Kata saya apa iya.
Tetapi setelah agak panjang kita berbicara, ada kalanya seorang politisi itu dia mengambil keputusan
bukan keuntungan dirinya kadang-kadang sebuah pengorbanan.
Saya pun mengalami dilema seperti itu, misalnya saya sampai hari ini masih jadi Ketua Umum PBB.
Sebenarnya itu kan sebuah pilihan yang sulit buat saya, Anda tahu PBB ini ikut pemilu hasilnya tidak
optimal walaupun sebenarnya saya bisa maju saja sebagai intelektual, atau akademisi tanpa terikat
partai apapun.
Jadi saya bilang orang itu bertahan di partai untuk mempertahankan sebuah kepentingan. Tapi saya
bertahan di partai ini kepentingan sama sekali nggak ada.
Waktu itu ketika saya ingin maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, satu-satunya yang menghalangi
karena saya Ketua Umum Partai. Ada partai lain yang mengirimkan surat bahwa dia mau dukung
saya maju jadi Gubernur DKI asalkan mundur dari ketum partai.
Itulah dilema yang dialami Pak Prabowo disamping itu juga ada satu pengalaman beliau sebagai
Menteri Pertahanan lima tahun dan kemudian ketika besok maju sebagai Presiden sudah lebih
intens menyelesaikan persoalan.
Kita bisa mengerti ada manfaatnya bagi Pak Prabowo memimpin Kementerian Pertahanan karena
Menhan ini kan juga sipil. Ada pengalaman dan pengorbanan yang begitu besar.
Dalam konteks itu siapa negarawan Pak Jokowi atau Pak Prabowo?
Dua-duanya bisa dianggap negarawan, artinya Pak Jokowi itu juga berjiwa besar artinya menampung
atau mengajak orang-orang yang selama ini menjadi lawan politik.
Untuk bersatu jadi agak berbeda dengan pemimpin yang lain di mana kadang-kadang berdasarkan
kebutuhan saja kalau sudah menang kawan-kawan dirangkul, lawan-lawan ditinggalkan.
Bisa disimpulkan PBB kelihatannya pilihan sudah mengerucut ke Pak Prabowo ya?
Ya walaupun belum final tetapi ada arah seperti itu. Ada orang mengatakan politik itu tetap dinamis
segala kemungkinan bisa terjadi di luar yang kita ramalkan.
Bisa saja muncul calon baru atau koalisi baru yang mencapai threshold 20 persen karena masih ada
waktu sampai Oktober 2023. Jadi politik ini dinamis begitu.
Saya kira PBB juga belajar dari pengalaman seperti tahun sebelumnya PBB sudah menentukan
pilihan misalnya mendukung Prabowo-Hatta di Pilpres 2014. Pada waktu itu Ketua Umumnya MS
Kaban.
Kemudian Pilpres 2019 sedikit ada friksi kita agak lambat menyatakan mendukung Pak Jokowi
sehingga proses negosiasi politiknya sudah terlambat.
Kita melihat bahwa formasi kekuatan politik yang ada dan sudah kita diskusikan PBB akan
menentukan di awal sehingga bisa bernegosiasi lebih banyak untuk kepentingan kita semua dan
kepentingan partai.
PBB ini kan keinginannya satu saja supaya dia bisa tetap eksis dan melampaui empat persen
sehingga bisa berkoalisi dengan siapa saja.

Dalam pertemuan di Padang kemarin apakah di ajak Pak Prabowo untuk menjadi calon presiden?
Sebenarnya tidak ada perbicaraan spesifik ke situ. Beliau bilang Pak Yusril kali ini saya harap Pak
Yusril bantu saya. Tentu pak saya bilang, dulu kan sebetulnya saya juga mau bantu Pak Prabowo di
pilpres 2014.
Ketika itu saya juga jadi ahli yang menguntungkan beliau di Mahkamah Konstitusi pada waktu itu.
Walaupun orang ingatnya saya hanya jadi lawyernya Pak Jokowi untuk menghadapi Pak Prabowo di
Pilpres 2019.
Di tahun 2019 seperti ada sekat di antara saya dengan Pak Prabowo. Yang datang ke rumah saya
waktu itu Pak Sandiaga berbicara take and gift, ini kan politik saya mesti tahu seperti apa rencana
yang mesti dikembangkan tetapi jawabannya ngambang.
Padahal saya sangat berharap bisa bertemu Pak Prabowo waktu itu tetapi banyak yang mencoba
menghalangi. Pada pertemuan di Padang kemarin kita sepakat untuk menghilangkan sekat-sekat dan
kita akan berkomunikasi lebih leluasa.
Saya pikir dengan lima tahun ada di kabinet mungkin beliau agak lebih tepat arahnya kebilau. Tetapi
PBB akan membicarakan internal dahulu. (Tribun Network/Reynas Abdila)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.