Pilpres 2024
Kasus Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Konstitusi, Ketua MKMK Sebut Temukan Banyak Isu Baru
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengaku menemukan banyak isu baru dalam kasus dugaan pelanggaran etik sembilan hakim MK.
Penulis:
Febri Prasetyo
Editor:
Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie, mengaku menemukan banyak isu baru dalam kasus dugaan pelanggaran etik sembilan hakim MK.
"Dari semua laporan dan persidangan, alhamdulilah kami merasa menemukan banyak sekali isu-isu baru gitu, loh, dan saya rasa sidang hari ini pun demikian," kata Jimly selepas sidang kasus dugaan pelanggaran etik, Kamis, (2/11/2023), dikutip dari tayangan di YouTube Kompas TV.
Jimly mengatakan putusan, kasus tersebut akan dikeluarkan pekan depan, yakni Selasa (7/11/2023).
"Nah, harapan kita melalui putusan MKMK hari Selasa besok bisa memberi solusi yang terbaik, termasuk mengenai sembilan hakim ini, sembilan-sembilannya dilaporkan," lanjutnya.
Kata Jimly, MKMK pada hari Sabtu (4/11/2023), akan mulai membahas rancangan putusan.
Sementara itu, sidang pada hari Kamis berfokus pada terlapornya dua hakim.
"Satu, Pak Arief Hidayat. Yang kedua, Pak (Wakil Ketua MK) Saldi Isra," ujar Jimly.
Baca juga: MKMK Kembali Periksa Anwar Usman Hari Ini, Jimly: Paling Banyak Dilaporkan, Jadi Enggak Cukup Sekali
Jimly mengatakan, yang dipermasalahkan dalam sidang itu ialah dissenting opinion (perbedaan pendapat). Dia juga menyebut ada curhatan dalam sidang itu.
"Nah, ini kan sesuatu yang baru bagaimana sebaiknya kita membangun tradisi dissenting opinion supaya jangan berlebihan. Itu tuntutannya dari para pihak, baik untuk Pak Saldi maupun juga untuk Pak Arief Hidayat," katanya.
Dia menyebut, Arief dan Saldi seperti tidak kuat menghadapi masalah internal.
"Baik Prof. Arief maupun Prof. Saldi kayanya enggak kuat menghadapi problem internal. Jadi, itu terekspresikan dalam pendapat hukumnya, terekspresikan dalam pidato dan wawancara di televisi."
Baca juga: Mahfud Percaya Jimly Cs Kredibel Tangani Dugaan Pelanggaran Etik Hakim MK
Jimly juga menyinggung informasi rahasia di dalam MK yang bocor ke publik.
"Informasi di dalam, kok di luar sudah pada tahu detail sekali. Banyak intel juga di sini."
"Ini sesuatu yang rahasia kok dibuka keluar bagaimana. Selama ini hanya dugaan-dugaan, ternyata kan beda. Kok banyak betulnya sekarang ini. Ini sumbernya kalau bukan staf, hakim. Kami sudah periksa semuanya. Susah, siapa ini (pembukanya)," kata dia menjelaskan.
Jimly mengatakan, pihaknya masih mencari siapa yang bertanggung jawab atas bocornya informasi rahasia itu.
"Masih kita cari siapa yang tanggung jawab ini, termasuk soal-soal administrasi yang keci-kecil begitu. Ini termasuk bisa menjadi bahan teguran untuk teguran kolektif."
Puji mahasiswa UNU
Dalam kesempatan itu Jimly juga memuji mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulamaa (UNU) yang menggugat putusan MK tentang batas usia capres dan cawapres.
"Subtansi laporannnya mirip dengan yang lain, tapi salah satu yang dia jadikan bukti, dijadikan dalam pertimbangannya itu dia menerangkan bahwa temannya dari Fakultas Hukum UNU dibantu pengacara mengajukan judicial review terhadap UU Pemilu yang baru saja diputus oleh MK," ucapnya.
Baca juga: Sidang MKMK, PBHI Jadikan Buku Jimly Asshiddiqie Soal Konflik Kepentingan Sebagai Bukti Tambahan
Kata Jimly, mahasiswa itu meminta adanya kepastian bahwa tidak boleh ada ada ketua dalam majelis hakim yang menyidangkan. Oleh karena itu, jumlah hakim hanya delapan.
Jimly mengatakan, hal itu seperti ketentuan dalam Pasal 17 ayat 7 UU Kekuasaan Kehakiman.
"Jadi, ada majelis yang berbeda. Nah, saya rasa ini sangat kreatif. Makanya, tadi saya puji-puji."
Dia berujar mahasiwa itu memiliki kreativitas yang patut diapresiasi.
"Kan kalau komposisinya berubah, bisa lain hasilnya. Ini kreatif terlepas dari terlepas dari bagaimana nanti putusannya," jelas Jimly.
Jimly kemudian mendorong semua mahasiswa mencontoh mahasiswa NU tersebut.
(Tribunnews/Febri)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.