Pilpres 2024
Putusan Dibacakan Hari Ini, Temuan Ganjil MKMK: Gugatan Tak Ditandatangani hingga Dugaan Kebohongan
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bakal membacakan putusan terkait laporan dugaan etik hakim konstitusi pada hari ini, Selasa (7/11/2023).
Penulis:
Muhamad Deni Setiawan
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bakal membacakan putusan terkait laporan dugaan etik hakim konstitusi pada hari ini, Selasa (7/11/2023) sore.
Dugaan pelanggaran etik itu terkait penyusunan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, mengatakan putusan akan dibacakan pukul 16.00 WIB setelah sidang pleno MK.
Baca juga: MKMK Gelar Sidang Pembacaan Putusan Laporan Etik Hakim Hari Ini
Sembari menunggu putusan, berikut beberapa temuan MKMK soal dugaan pelanggaran kode etik di MK.
Sebagaimana diketahui, putusan soal batas usia capres-cawapres menuai polemik karena disinyalir sarat akan konflik kepentingan.
Di mana berkat keputusan tersebut, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dapat maju sebagai bakal cawapres.
Kemudian, yang dipersoalkan adalah Ketua MK, Anwar Usman, yang turut menangani gugatan merupakan paman Gibran atau adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi).
1. Bukti CCTV
MKMK turut memeriksa tangkapan video kamera Closed Circuit Television (CCTV) dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik MK.
Adapun tangkapan video CCTV itu berkaitan dengan proses penarikan permohonan dan permohonan yang kemudian diajukan kembali pemohon Almas Tsaqibbirru.
Pemeriksaan dilakukan dalam rangka mendalami kemungkinan ada pelanggaran administrasi dalam gugatan yang diajukan tersebut.
"CCTV yang berkaitan dengan penarikan permohonan dan pencabutan dan kemudian diajukan lagi. Kita periksa salahnya di mana kan belum tentu salah juga," ujar Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, di Gedung MK, Rabu (1/11/2023).
Dilansir Kompas.com, kejanggalan soal penarikan dan pendaftaran ulang berkas perkara dengan pemohon Almas Tsaqibbirru ini sebelumnya diungkap oleh hakim konstitusi Arief Hidayat saat menyatakan dissenting opinion putusan yang sama.
Arief menceritakan kronologi bahwa kepaniteraan MK menerima surat penarikan gugatan yang dikirim kuasa hukum Almas pada Jumat (29/9/2023). Surat itu bertanggal 26 September 2023.

Namun, MK menerima surat baru dari kuasa hukum Almas bertanggal 29 September 2023 pada Sabtu (30/9/2023).
Surat tersebut isinya memuat pembatalan surat pencabutan gugatan yang mereka serahkan kepada MK satu hari sebelumnya. Almas dkk meminta MK tetap memeriksa dan memutus perkara itu.
Kemudian, MK menggelar sidang untuk mengonfirmasi pencabutan dan pembatalan pencabutan gugatan Almas pada Selasa (3/10/2023).
Menurut kuasa hukum, surat pembatalan penarikan gugatan itu diterima oleh petugas keamanan MK bernama Dani pada Sabtu (30/9/2023) malam.
Namun, berdasarkan penelusuran Arief, merujuk Tanda Terima Berkas Perkara Sementara yang dicatat oleh MK, surat pembatalan penarikan gugatan itu baru diterima pada Senin (2/10/2023) pada pukul 12.04 WIB.
Menurut Arief, sebagaimana dikatakan tim kuasa hukum, pegawai MK yang menerima surat itu pun bukan Dani.
Pegawai MK yang namanya tercantum dalam Tanda Terima Berkas Perkara Sementara adalah Safrizal.
Arief merasa heran karena kepaniteraan MK meregistrasi surat pembatalan penarikan gugatan itu pada Sabtu (30/9/2023). Padahal itu merupakan hari libur.
Sementara itu, sebagaimana tercatat dalam Tanda Terima Berkas Perkara Sementara, surat itu diregistrasi pada Senin (2/10/2023).
2. Gugatan Tak Bertanda Tangan
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Julius Ibrani, menjelaskan bahwa perbaikan substansi perkara Nomor 90/PU-XII/2023 tidak ditandatangani oleh Almas dan kuasa hukumnya, yakni Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, Dwi Nurdiansyah Santoso, dan Georgius Lamart Siahaan.
Walaupun tak ditandatangani, berkas itu tetap diunggah di situs MK.
"Kami mendapatkan dokumen langsung dari situs MK bahwa kami melihat permohonan perbaikan yang diserahkan pemohon, juga tidak ditandatangani oleh kuasa hukum pemohon ataupun pemohon itu sendiri," kata Ibrani, Kamis (2/11/2023).
"Dan ini yang dipublikasikan secara resmi oleh Mahkamah Konstitusi melalui situsnya," terangnya.
Ia pun mendesak supaya MKMK memeriksa dokumen perbaikan permohonan perkara ini.
Ibrani berpendapat, hal itu diperlukan karena jika permohonan perkara tidak ditandatangani, maka secara otomatis dianggap tidak ada perbaikan.
"Jadi kami berharap ini juga diperiksa. Kami khawatir apabila ternyata dokumen ini tidak pernah ditandatangani sama sekali, maka seharusnya dianggap tidak pernah ada perbaikan permohonan atau bahkan dianggap batal permohonannya," jelas Ibrani.

3. Dugaan Kebohongan
Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, menemukan adanya dugaan kebohongan yang dilakukan oleh Ketua MK, Anwar Usman.
Dugaan tersebut ditemukan MKMK selepas melakoni sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, Rabu (1/11/2023).
Jimly menyatakan, hal ini terkait Anwar Usman diduga berbohong mengenai alasannya tak ikut memutus tiga perkara usia batas usia capres-cawapres yang belakangan ditolak MK.
"Tadi ada yang baru soal kebohongan. Ini hal yang baru," kata Jimly Asshiddiqie kepada awak media, Rabu.
"Kan waktu itu alasannya kenapa tidak hadir (rapat permusyawaratan hakim) ada dua versi, ada yang bilang karena (Anwar) menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua karena sakit."
"Ini kan pasti salah satu benar, dan kalau satu benar berarti satunya tidak benar," sambungnya.
4. Pembiaran terhadap Anwar Usman
Jimly juga menjelaskan perihal adanya pembiaran yang dilakukan hakim konstitusi terhadap Anwar Usman mengikuti RPH putusan 90/PUU-XXI/2023 meski memiliki konflik kepentingan.
"Ada pelapor yang lain yang mempersoalkannya, nah ini agak berbeda juga, pembiaran. Jadi 9 hakim atau 8 hakim kok membiarkan, enggak mengingatkan? Padahal ini kan ada konflik kepentingan," ucap Jimly, Rabu (1/11/2023).
Hal ini terkait hubungan keluarga antara Ketua MK Anwar Usman dengan Presiden Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka.
Di mana Pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, yaitu Almas Tsaqqibbiru merupakan penggemar Gibran.
Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024.
"Kok ada sidang (RPH) dihadiri ketua yang punya hubungan kekeluargaan, kan itu kan semua orang tau bahwa ada hubungan kekeluargaan. Kok dibiarin, enggak diingatkan," ujar Jimly.
"Sehingga sembilan (hakim) itu dituduh semua, melanggar semua karena membiarkan itu," tuturnya.
Oleh sebab itu, Jimly menegaskan, melalui persidangan yang telah dilakukan, MKMK sudah mengonfirmasi hal tersebut kepada para hakim konstitusi terlapor.
"Makanya kita tanyain satu-satu. Ya masing-masing punya alasan," ujarnya.
Setelah mengonfirmasi hal tersebut kepada para hakim konstitusi terlapor, Jimly mengaku menemukan respons yang berbeda-beda.
"Ya sudah kita tanya (ke para hakim terlapor). Ada yang dinamika di dalam itu kan macam-macam. Nanti biar kami nilai lah. Jangan dulu dikemukakan," ucap Jimly.
"Jadi 9 hakim itu masing-masing berbeda-beda, gitu. Jadi nanti ada saja yang ternyata benar, kok ikut memberi pembenaran. Tapi ada juga yang sudah mengingatkan tapi tidak efektif. Ada juga yang pakai 'wuh', gitu-gitu," terangnya.
Adapun Jimly menjelaskan, MKMK nantinya akan menilai hal-hal yang disampaikan para hakim konstitusi terlapor itu.
"Jadi itu substansi yang akan kami nilai nanti," katanya.
(Tribunnews.com/Deni/Mario Christian Sumampow/Yohanes Liestyo/Adi Suhendi)(Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.