Jumat, 22 Agustus 2025

Pilpres 2024

Tanggapi Putusan MKMK, TKN Desak Polisi Usut Bocornya Informasi RPH MK ke Publik

TKN rabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka minta aparat polisi usut bocornya informasi di forum Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) MK.

Penulis: Milani Resti Dilanggi
Tribunnews.com/ Igman Ibrahim
TKN Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka saat konferensi pers di Sekber Relawan Prabowo-Gibran, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (7/11/2023) - TKN rabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka minta aparat polisi usut bocornya informasi di forum Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) MK. 

TRIBUNNEWS.COM - Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka meminta aparat kepolisian untuk mengusut kasus bocornya informasi Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi (MK) soal gugatan batas usia capres-cawapres.

MKMK sebelumnya telah menjatuhi sanksi etik kepada sembilan hakim MK, Selasa (7/11/2023). 

Dalam putusannya, MKMK menjatuhi teguran lisan kepada seluruh hakim MK lantaran bocornya RPH ke publik lewat artikel yang diterbitkan oleh salah satu media massa online nasional.

Sembilan hakim MK itu dinilai tak dapat menjaga informasi dalam forum RPH yang seharusnya menjadi rahasia.

"Ada peristiwa pidana (bocornya RPH), saya rasa aparat penegak hukum harus mengambil sikap."

"Untuk itu kami dari tim hukum akan mengawal tentang adanya peristiwa pidana ini dan meminta dan mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut perstiwa ini," kata Wakil Komandan Echo (Hukum dan Advokasi) TKN Prabowo-Gibran, saat konferensi pers, Syarifuddin Sudi, Selasa (7/11/2023) malam dikutip dari YouTube KompasTV. 

Baca juga: Profil Anwar Usman, Sempat Didesak Mundur dari MK Setelah Nikahi Adik Jokowi

Politisi PAN itu meminta aparat penegak hukum untuk menindaklanjutinya dan menemukan pelaku di balik bocornya RPH itu. 

"Tentang adanya kebocoran-kebocoran informasi terkait dengan putusan yang akan dikeluarkan oleh MK, ini sangat penting bagi kami bahwa siapa pun pelaku di balik kebocoran informasi terhadap putusan MK oleh aparat penegak hukum harus diusut," tuturnya. 

Peristiwa dugaan pidana itu, kata Syarifudin, dijelaskan dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 112. 

Di mana dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa bagi sesorang yang sengaja memberitahu atau mengumumkan surat, berita maupun keterangan yang seharusnya dirahasiakan untuk kepentingan negara diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

MKMK dalam putusannya menyatakan ada dugaan pelanggaran etik oleh 9 hakim konstitusi. 

Mereka dinyatakan melanggar etik lantaran dianggap membocorokan RPH ke publik lewat artikel yang diterbitkan oleh salah satu media massa online nasional.

Meski demikian, MKMK tak menemukan siapa sosok hakim konstitusi yang membocorkan RPH itu. 

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie bersama anggota Wahiduddin Adams dan Bintan R. Saragih memimpin jalannya sidang putusan dugaan pelanggaran etik terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023). Sidang tersebut beragendakan pembacaan putusan terhadap 21 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dalam pengambilan putusan uji materi terhadap UU Pemilu yang memutuskan mengubah syarat usia capres-cawapres. Salah satunya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) membacakan putusan nomor 2/MKMK/L/11/2023. Putusan itu terkait dugaan pelanggaran etik hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terlapor Ketua MK Anwar Usman. Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat sehingga diberi sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi. Tribunnews/Jeprima
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie bersama anggota Wahiduddin Adams dan Bintan R. Saragih memimpin jalannya sidang putusan dugaan pelanggaran etik terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023). Sidang tersebut beragendakan pembacaan putusan terhadap 21 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dalam pengambilan putusan uji materi terhadap UU Pemilu yang memutuskan mengubah syarat usia capres-cawapres. Salah satunya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) membacakan putusan nomor 2/MKMK/L/11/2023. Putusan itu terkait dugaan pelanggaran etik hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terlapor Ketua MK Anwar Usman. Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat sehingga diberi sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Kesembilan hakim itu lantas diberi sanksi teguran secara lisan oleh MKMK

"Memutuskan menyatakan para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapata Karsa Hutama, prinsip Kepantasan dan Kesopanan."

"Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif kepada para hakim terlapor," kata Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie dalam sidang putusan sidang etik hakim MK yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11/2023).

Setidaknya ada 21 laporan dugaan pelanggaran etik hakim yang diperiksa dan diadili MKMK sebagai buntut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023.

15 laporan diantaranya ditujukan kepada Ketua MK Anwar Usman

Anwar Usman pun harus menelan pil pahit karena dinyatakan melanggar etik berat yang tertuang dalam Sapta Karsa Utama seperti prinsip ketakberpihakan hingga kesopanan.

MKMK pun menjatuhkan sanksi berupa pencopotan Anwar Usman sebagai Ketua MK.

MKMK juga menjatuhi sanksi kepada Anwar Usman untuk tidak boleh mencalonkan diri sebagai pimpinan MK hingga masa jabatan berakhir.

Selain itu, adapula sanksi tertulis yang dijatuhkan untuk hakim konstitusi, Arief Hidayat.

MKMK menjatuhi sanksi teguran tertulis kepada Arief lantaran merendahkan martabat MK di depan publik ketika menjadi pembicara di acara Konferensi Hukum Nasional di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) serta dalam siniar (podcast) di salah satu media nasional.

(Tribunnews.com/Milani Resti)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan