Pilpres 2024
Gibran Cawapres & Kritikan terhadap Jokowi: Rezim Orde Baru, Ada yang Sakit Hati dan Pernah Dimarahi
Tak hanya dari PDIP, partainya Jokowi, serangan juga muncul dari orang-orang yang dikenal dekat dengan Jokowi dan keluarganya.
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majunya Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024 masih menjadi pro dan kontra.
Peran keluarga besar Presiden Jokowi disebut-sebut memuluskan langkah Gibran sebagai cawapres.
Mulai dari paman Gibran, mantan ketua MK Anwar Usman hingga sang ayah Jokowi.
Akibatnya Presiden Jokowi mulai diserang sejumlah kalangan.
Baca juga: Sapa Warga Sragen dalam Konser Indonesia Maju, Cawapres Gibran Berikan Pesan Pemilu Damai
Tak hanya dari PDIP, partainya Jokowi, serangan juga muncul dari orang-orang yang dikenal dekat dengan Jokowi dan keluarganya.
Sebut saja 'sindiran' Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menyebut-nyebut 'rezim orde baru'.
Belum lagi Ketua DPC PDIP Solo FX Hadi Rudyatmo alias FX Rudy yang mengaku sakit hati terhadap Iriana Jokowi.
Terbaru, pengakuan dari Co-Captain Timnas AMIN, Sudirman Said.
Sudirman mengaku pernah dimarahi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kasus korupsi e-KTP yang menyeret Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI.
Berikut beberapa kritikan dan serangan politik yang diarahkan kepada Presiden Jokowi di musim kampanye Pilpres 2024:
1. Megawati: Penguasa Mulai Menekan Rakyat
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri secara terang-terangan memberikan kritik keras kepada pemerintah saat ini.
Dalam acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) relawan Ganjar-Mahfud seluruh Pulau Jawa, Senin (27/11/2023) sore, Megawati menyebut pemerintah yang baru berkuasa bertindak seperti 'rezim orde baru'.
Baca juga: Fadli Zon Respons Kritik Megawati dan Cak Imin Soal Orba: Sejarah Masa Lalu Tak Perlu Diungkit Lagi
Awalnya Megawati menyebut saat ini ada keadaan dimana penguasa mulai menekan rakyat.
"Kamu (penguasa) musti liat perundangan bolehkah kamu menekan rakyat mu, boleh kah kamu memberikan apapun juga kepada rakyat mu tanpa melalui perundangan yang ada di RI ini?" kata Megawati di Hall B Jiexpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (27/11/2023).
Megawati mengungkapkan kejengkelan yang dirasakannya.
Sehingga, ia turut menyinggung soal kondisi kekeluargaan yang belakangan memang menjadi polemik dalam pilpres kali ini.
"Lalu keluarganya itu sama sih? Engga deh, sorry deh. Emang keluarganya polisi juga, engga lah, makan baso juga, Takut atau tidak?" tanya Megawati kepada pada sukarelawan.
"Tidak," jawab relawan.
"Yes gitu dong. Aih mustinya ibu nggak boleh ngomong gitu, tapi ibu jengkel," tegas Megawati.
Megawati bahkan sampai menyinggung kalau pemerintahan atau penguasa saat ini merupakan cerminan di masa orde baru.
Presiden ke-5 Republik Indonesia itu mengaku merasakan betul kondisi perpolitikan di masa orde baru.
"Republik ini penuh dengan pengorbanan tahu tidak? Kenapa sekarang kalian yang baru berkuasa itu mau bertindak seperti zaman orde baru?" Kata Megawati.
Baca juga: Respons SBY, TKN Prabowo-Gibran, hingga FX Rudy soal Megawati Kritik Penguasa Kini Mirip Orde Baru
2. FX Rudy Sakit Hati
Kritik keras juga disampaikan FX Hadi Rudyatmo alias FX Rudy.
Pernyataan pedas FX Rudy juga ditujukan kepada keluarga Jokowi.
Fx Rudy yang kini menjabat Ketua DPC PDIP Solo itu selama ini dikenal sebagai sahabat Jokowi di Solo.
Hubungan Jokowi dan PDIP kian renggang setelah putranya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto.
FX Rudy mendukung pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menyindir perilaku penguasa seperti rezim Orde Baru.
Bahkan menurutnya perilaku penguasa lebih dari Orde Baru dan menyebutnya Neo Orde Baru Plus.
"Oh itu, kalau saya menyampaikan bukan sikap Orde Baru, Neo Orde Baru Plus," kata Rudy saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (29/11/2023).
Ketika ditanya lebih lanjut mengenai maksud dari Neo Orde Baru Plus yang disebutkannya, ia membandingkan dengan cara mengancam Presiden Soeharto.
Kata dia cara Soeharto mengancam tidak terang-terangan seperti saat ini.
"Ya kalau Pak Harto masih baik-baik saja cara mengancamnya tidak seperti sekarang. Intimidasinya nggak terang-terangan kayak begini. Dari institusi perintah ke bawah dan sebagainya, itu nggak seperti itu dulu," kata dia.
Ketika ditanya bentuk ancaman yang dimaksud, Rudy meminta wartawan menanyakannya kepada pihak yang diancam.
Menurutnya Soeharto lebih beretika dibandingkan penguasa saat ini.
"Neo Orde Baru Plus, begitu saja. Ya semua kekuasaan yang dimiliki sekarang ini dipergunakan dengan segala cara yang tidak beretika. Masih beretika Pak Harto," kata dia.
FX Rudy berbicara tentang istilah petugas partai yang menurutnya selama ini disalahpersepsikan.
Istilah petugas partai kerap viral di media sosial karena ditujukan kepada Presiden Jokowi yang nyatanya adalah Presiden RI.
Rudy mengatakan dirinya adalah petugas partai.
Dan baginya, petugas partai sama dengan petugas rakyat.
FX Rudy mengaku sakit hati pada Iriana Jokowi (istri Jokowi) atas pernyataannya yang kecewa suaminya dihina dengan sebutan petugas partai.
Peristiwa itu ditengarai sebagai awal mula keluarga Jokowi pisah jalan dengan PDIP.
Rudy mengatakan, petugas partai berarti sama dengan petugas rakyat.
"Lah saya agak sakit hati karena Bu Iriana menyampaikan bahwa kecewa dengan Pak Jokowi dihina sebagai petugas partai," kepada awak media di Jakarta, Rabu (29/11/2023).
3. Agus Rahardjo Pernah Diminta Hentikan Kasus Korupsi e-KTP
Sementara itu Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo memberi pengakuan bahwa dirinya pernah diminta oleh Presiden Jokowi untuk menghentikan penanganan dugaan kasus korupsi KTP elektronik yang melibatkan Setya Novanto.
Setnov kala itu menjabat Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, partai politik yang pada 2016 bergabung jadi koalisi pendukung Jokowi.
Status hukum Setnov sebagai tersangka diumumkan KPK secara resmi pada Jumat, 10 November 2017.
Sebelum mengungkapkan kesaksiannya, Agus menyampaikan permintaan maaf dan merasa ada hal yang harus dijelaskan.
"Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretariat Negara). Jadi, saya heran 'biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian'. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil," tutur Agus.
"Begitu saya masuk presiden sudah marah. Beliau sudah teriak 'hentikan'. Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," lanjutnya.
Namun, Agus tidak menjalankan perintah itu dengan alasan sprindik sudah ditandatangani pimpinan KPK tiga minggu sebelum pertemuan tersebut.
"Saya bicara (ke presiden) apa adanya saja bahwa sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, di KPK itu enggak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), enggak mungkin saya memberhentikan itu," jelas Agus.
Agus merasa kejadian tersebut berimbas pada diubahnya Undang-Undang KPK.
Dalam revisi UU KPK, terdapat sejumlah ketentuan penting yang diubah.
Di antaranya KPK kini di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
4. Sudirman Said Dimarahi Jokowi
Terbaru adalah pengakuan dari Co-Captain Timnas AMIN, Sudirman Said.
Sudirman mengaku juga pernah dimarahi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kasus korupsi e-KTP yang menyeret Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI.
Menjabat sebagai Menteri ESDM di periode pertama Jokowi, Sudirman Said sempat dipanggil ke Istana lantaran melaporkan Setnov ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
Laporan itu terkait polemik kasus 'papa minta saham' yang turut menyeret nama Setnov.
"Ketika saya melaporkan kasus Pak Novanto ke MKD itu Presiden sempat marah, saya ditegur keras dituduh seolah-olah ada yang memerintahkan atau ada yang mengendalikan," ujar Sudirman kepada wartawan, Minggu (3/12/2023).
Kasus itu adalah skandal politik yang menyeret nama Setnov setelah diduga mencatut nama Presiden Jokowi untuk meminta saham PT Freeport Indonesia.
Sudirman lantas membuka rekaman pembicaraan Setnov dengan pengusaha Riza Chalid, dan Direktur Freeport Maroef Sjamsoeddin dalam sidang laporannya di MKD DPR.
Pada rekaman itu, Setnov turut menyebut nama Luhut Binsar Panjaitan (Kepala Staf Presiden) sebanyak 66 kali.
Luhut membantah terlibat dan sempat dipanggil oleh Majelis MKD.
Dua pekan setelah laporan Sudirman atau tepatnya 16 November 2015, Setnov menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR.
Kemudian, Setnov pun menjadi tersangka dalam kasus korupsi e-KTP.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.