Daerah Khusus Jakarta
Ditanya Soal Polemik RUU DKJ, Jokowi: Kalau Tanya Saya, Gubernur Dipilih Langsung
Dalam RUU tersebut yakni Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta nantinya ditunjuk oleh Presiden, tidak lagi melalui Pilkada sebagaimana sebelumnya.
Penulis:
Taufik Ismail
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) merespons soal polemik Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang akan dibahas oleh DPR dan pemerintah.
Salah satu pasal dalam RUU tersebut yakni Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta nantinya ditunjuk oleh Presiden, tidak lagi melalui Pilkada sebagaimana sebelumnya.
Jokowi berpendapat bahwa dirinya lebih setuju, Gubernur dan Wagub Jakarta nantinya dipilih langsung.
"Kalau saya, kalau tanya saya ya gubernur dipilih langsung," kata Jokowi usai Peresmian Stasiun Pompa Ancol Sentiong di Ancol, Jakarta Utara, Senin, (11/12/2023).
Meskipun demikian, menurut Jokowi RUU tersebut masih berproses. RUU baru saja disetujui sebagai inisiatif DPR.
"Itu kan masih dalam bentuk RUU, rancangan undang-undang dan itu inisiatif DPR. Belum sampai juga ke wilayah pemerintah, belum sampai ke meja saya juga sehingga biarkan itu berproses di DPR," katanya.
Sebelumnya dalam Pasal 10 bab IV naskah RUU DKJ, disebutkan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk oleh Presiden.
"Gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," demikian bunyi pasal 10 ayat (2).
Sama seperti sebelumnya Gubernur dan wakil gubernur yang ditunjuk Presiden tersebut menjabat selama lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan, dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Pasal tersebut mendapat respon beragam. Termasuk mereka yang menolak Gubernur dan Wagub Jakarta nantinya ditunjuk langsung Presiden.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) bermasalah.
"Ada tiga hal setidak-tidaknya untuk menyederhanakan masalah ini. Satu, sikap inkonsisten dalam demokrasi. Kedua, membingungkan dalam sikap para pemerintah. Ketiga, sangat politis," sebut Feri, saat dihubungi Tribunnews.com, pada Jumat (8/12/2023).
Pertama, Feri menjelaskan, soal inkonsistensi di dalam demokrasi konstitusional. Ia menegaskan, Pasal 18 Ayat 4 UUD sudah menyatakan, bahwa gubernur, wali kota, dan bupati dipilih secara demorkatis melalui pemilihan oleh rakyat.
Sementara, ia menambahkan, hal-hal khusus itu berlangsung dengan background sejarah. Misalnya, kekhususan untuk Yogyakarta, Aceh, Papua, dan Jakarta.
Adapun ia mengatakan, khusus untuk Jakarta sebagai Ibu Kota memang dikhususkan karena merupakan pusat pemerintahan.
"Nah, sekarang ketika pusat pemerintahan berpindah direncanakan begitu, harusnya Jakarta jauh lebih demokratis. Dan tidak diganggu dengan konsep-konsep yang malah mengganggu konsep-konsep konstitusional kita," ucap Feri Amsari.
Kedua, Feri menjelaskan, soal RUU DKJ dinilainya membingungkan dalam sikap pemerintah. Menurutnya, jika pemerintah menyatakan tidak setuju dengan gagasan penunjukkan gubernur dan wakil gubernur ditunjuk oleh Presiden itu, seharusnya pembahasan UU ini sudah dibatalkan.
Sebab, ia menjelaskan, proses penyusunan UU membutuhkan persetujuan pemerintah dan DPR.
"Satu saja (tolak), tidak bisa jalan. Nah, kenapa ini malah berjalan, kan jadi aneh, apakah pemerintah sedang bermain politis, apa yang tampak di depan berbeda dengan di belakang?" kata Feri.
Lebih lanjut, dijelaskan Feri, di dalam ilmu perundang-undangan, berdasarkan UU 12 Tahun 2011 jo. UU 15 Tahun 2019 jo. UU 13 Tahun 2022 pembentukan UU melalui persetujuan bersama.
Ia kemudian menyinggung lima tahapan pembentukan UU, yakni perencanaan, penyusunan, pembahasan, persetujuan bersama dan pengundangan, di mana pada seluruh tahapan tersebut pemerintah terlibat.
"Kalau terjadi perbedaan satu saja di tahapan, itu UU bisa tidak jadi. Nah, kenapa pertanyaan besarnya, kok sudah jadi draft UU, pemerintah menyatakan tidak setuju. Dari perencanaan saja, kalau pemerintah menyatakan tidak setuju, enggak jadi ini UU," jelasnya.
Sehingga, Feri menduga adanya unsur politis dalam persoalan pembentukan RUU DKJ ini. Hal tersebut, ia menduga, berkaitan dengan pencalonan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.
"Jadi saya berpikir ada hal yang lain, yaitu hal politis. Hal politisnya yang luar biasa adalah jika kemudian dikaitkan dengan Pemilu 2024, kalau ternyata anak presiden gagal menjadi orang yang terpilih dalam Pilpres sebagai wakil presiden, ya dia bisa ditempatkan ditunjuk Presiden sebagai gubernur Jakarta," kata Feri.
"Bukankah Jakarta adalah patron untuk kemudian menjadi pimpinan di masa depan? Jadi 'mereka' (Gibran cs) bisa punya jembatan penyeberangan menuju Pemilu 2029 nantinya," sambungnya.
Kalau pun kemudian Gibran menang di Pilpres 2024, Feri menduga Presiden bisa kemudian menunjuk gubernur yang bukan oposisi dari pemerintahan anaknya.
"Dengan begitu orang tidak punya kesempatan untuk berkarya di patron untuk menjadi pemimpin Indonesia sebagai negara di masa depan, yaitu sebagai calon presiden di 2029. Jadi ini tentu tujuannya akan sangat politis untuk menjegal lawan-lawan politisanaknya untuk terpilih di 2024," ungkap Feri Amsari.
Daerah Khusus Jakarta
Presiden Jokowi Resmi Teken UU DKJ, Heru Budi Ungkap Harapannya |
---|
UU Daerah Khusus Jakarta: Ketua Dewan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur Ditunjuk Presiden |
---|
UU Daerah Khusus Jakarta yang Diteken Jokowi Atur Pembentukan Dewan Kota dari Perwakilan Masyarakat |
---|
Jokowi Teken UU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih Melalui Pilkada |
---|
Jokowi Teken UU DKJ: Jakarta Bukan Lagi Ibu Kota Negara |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.